"Saya rasa sangat cocok, Mbak! Sesuai trend dan perawakan Mbak, saya pikir suami Mbak sangat berselera dan mengerti yang terbaik untuk istrinya!" ujarku.
Dia tersenyum, dan sepertinya puas.
"Ah, Jeng bisa saja!" katanya sambil tersenyum merendah. Entah senyum merendah atau bergaya merendah. "Masa iya sih?"
Nah, kan, belum puas? Apa coba.
Aku mengangguk untuk meyakinkannya. Kali ini sepertinya cukup untuk membuatnya terpuaskan. Buktinya dia mulai beringsut untuk menggandeng anaknya memasuki pintu gerbang, melewati halaman yang tertutup paving, menuju sebuah kelas. TK Pertiwi.
Jalannya sudah tipikal benar cara peragawati menyusuri catwalk. Wajahnya diterpa kilatan-kilatan cahaya pandangan anak-anak TK dan Ibu-ibu atau Bapak-bapak yang mengantar anak masing-masing yang sudah lebih dulu memenuhi halaman didepan kelas itu. Bukan kilatan cahaya blitz kamera.
Palupi berjalan riang disampingku. Bergandengan tangan dengan Nisa, anak dari wanita itu. Keduanya nampak riang dan saling berbicara atau tertawa. Kegembiraan dan kegembiraan yang mewarnai suasana yang tercipta yang tercipta pada keduanya setiap pagi. Saat bertemu dipintu gerbang.
Berbeda dengan kedua ibu masing-masing jika bertemu. Yang satu mengantar putrinya menuju tempat belajar membuka mata pada dunia, sampai suatu ketika putrinya sudah cukup berani untuk berangkat sendiri. Sementara yang lain melakukan yang kurang lebih sama, sekaligus memanfaatkannya sebagai sarana untuk mencari sebuah aktualisasi. Entah, mungkin untuk sebuah pengakuan yang berangkali memang sangat penting bagi dia.
Jadi, suasana yang tercipta sama sekali berbeda dengan kedua anak itu. Yang satu menanti pertemuan itu, sementara satu yang lain merasakan ketidaknyamanan dengan pertemuan itu.
Matahari mulai meninggi perlahan-lahan. Ketika murid-murid TK itu semuanya masuk kelas untuk memulai belajar bergembira, komunitas pengantar diluar pun memulai 'kelas' pagi mereka. seperti yang sudah terjadi. Mereka menjadi beberapa gerombol. Ada juga beberapa yang memilih diam sendiri-sendiri.
Wanita itu belakangan lebih suka untuk mengajakku berdua saja. Aku sebenarnya lebih suka berkumpul bersama, dan bebrbicara dengan wajar. Tapi selalu saja dia mengajakku menjauh dari mereka untuk mendengarnya mengoceh.