Mohon tunggu...
Siectio Dicko Pratama
Siectio Dicko Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati kebijakan publik terutama masalah kemiskinan dan perekonomian

Just Want To Be Useful... www.mutiarasenyum.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Saatnya Bangun, Wahai Pemuda

28 Oktober 2016   16:27 Diperbarui: 28 Oktober 2016   16:33 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

28 Oktober 2016. Bagi para pemuda Indonesia, tanggal ini seharusnya memberikan sebuah arti yang lebih dari tanggal-tanggal lain yang ada. 88 tahun yang lalu, di tanggal yang sama, para pemuda Indonesia telah mencetuskan sebuah gerakan yang memompa semangat para pejuang untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Saat itulah, pemuda-pemuda terbaik Indonesia bersatu, berkumpul dan mencetuskan sebuah gagasan yang tertuang dalam ikrar sumpah pemuda. Lagu kebangsaan Indonesia, “Indonesia Raya” juga diperkenalkan dalam kongres tersebut. Titik terang persatuan Indonesia mulai terlihat saat dicetuskannnya ikrar sumpah pemuda tersebut. Kita bisa katakan saat itu adalah saat kebangkitan para pemuda Indonesia.

Telinga kita mungkin sudah bosan mendengar ungkapan Pak Soekarno yang berkata,”Beri aku 10 pemuda, maka akan aku guncang dunia.” Ungkapan yang terkesan hanya sekedar ungkapan belaka. Apa mungkin 10 pemuda saja bisa mengguncang dunia? Kalau pemuda itu adalah pemuda yang suka galau-galau gak jelas, posting dan uplot foto atau status yang tidak penting serta hanya bisa nongkrong-nongkrong saja setiap malam, jelas tidak mungkin. Tetapi, kalau pemuda itu adalah seperti Rio Haryanto dengan diusianya yang baru 23 tahun berhasil menembus ajang balapan nomor 1 dunia, Joe Taslim yang berhasil menembus kancah perfilman dunia, atau Ferry Unardi yang sukses menjadi Cofounder dan CEO Traveloka di usia mudanya, tentu ungkapan itu bukan hal yang mustahil, kan?

Sebenarnya masih banyak potensi-potensi muda di Negeri Indonesia ini. Ada pemuda yang berhasil meng-hack satelit, ada yang memiliki diplomasi yang tegas dan keras dalam suatu perundingan tingkat dunia, ada ia yang berhasil menjuarai olimpiade dunia, dan lainnya. Bahkan, 17 pemuda terbaik Indonesia sempat masuk dalam jajaran 30 under 30 Asia yang dilansir majalah Forbes yang merupakan kategori 30 orang tokoh yang menjanjikan untuk menjadi pemimpin dunia. Ini bukti bahwa sebenarnya banyak potensi-potensi gemilang di negara ini serta perkataan Pak Soekarno bukanlah hal yang mustahil. Hanya perlu pembinaan dan pengarahan serta penggunaan yang benar dan tepat terhadap para pemuda tersebut agar potensi mereka dapat berguna bagi negara Indonesia tercinta.

 Indonesia sendiri, pada tahun 2015, telah memasuki masa terbaik sepanjang sejarah yaitu masa bonus demografi. Masa bonus demografi adalah masa dimana jumlah pemuda yang ada di Indonesia akan menjadi lebih banyak daripada jumlah penduduk lain. Bonus demografi diproyeksikan mencapai puncaknya pada tahun 2026-2030. Masa ini jelas harus dimanfaatkan dengan benar oleh pemerintah dan pemuda itu sendiri.

Dalam pandangan saya, sebenarnya ada dua faktor yang menunjang keberhasilan dalam memanfaatkan bonus demografi yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Secara singkat, kita bisa mendefinisikan faktor eksternal sebagai upaya dari pemerintahan dan faktor internal adalah upaya yang berasal dari diri pemuda itu sendiri. Jika pemerintah mendesain program pengembangan pemuda di Indonesia dengan sangat baik dan bagus, tentu akan percuma jika pemuda itu sendiri tidak memiliki kemauan atau semangat untuk berkembang. Dan sebaliknya, sekuat apapun semangat dan tekad pemuda untuk membangun bangsa, tidak akan dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara ini.

Lalu, bagaimana sebenarnya peran pemerintah dalam memanfaatkan peran pemuda terutama dalam penyediaan lapangan kerja? Untuk dapat mengetahui tersebut, ada baiknya kita lakukan evaluasi terlebih dahulu dengan menggunakan data yang tersedia. Berdasarkan data BPS, pengangguran di Indonesia di tahun 2015 mengalami penurunan di bulan februari tahun 2016. DI bulan februari tahun 2015 angka pengganguran sebesar 4,04 persen. Meski sempat meningkat di bulan agustus tahun 2015 sebesar 0,02 persen menjadi 4,06 persen. Tetapi, angka pengangguran di bulan februari 2016 berhasil turun menjadi 3,74 persen.

Mari kita coba cermati lagi data pengangguran. Meskipun secara umum menurun, tetapi penganggur dengan pendidikan terakhir diploma atau universitas terus meningkat dari bulan februari 2015 hingga bulan februari 2016. Angka penganggur dengan pendidikan terakhir yang diproporsikan terhadap jumlah pengangguran terus meningkat dari bulan februari 2025, agustus 2015 dan februari 2016. Persentasenya secara berturut-turut adalah 11,00 persen, 11,97 persen dan 13,45 persen. Ini berarti penyerapan tenaga kerja yag terjadi tidak pada penganggur yang memiliki pendidikan diatas SMA, tetapi justru dibawah SMA. Dengan jumlah sarjana yang terus bertambah, serta penyerapan tenaga kerja diatas SMA yang sedikit, maka tentu akan meningkatkan angka pengganggur berpendidikan diatas SMA. Dalam kaitannya dengan bonus demografi, kita dapat menyimpulkan bahwa bonus demografi belum dapat termanfaatkan secara maksimal karena penyerapan tenaga kerja di Indonesia baru mampu menyerap tenaga kerja kasar, yang tidak terlalu membutuhkan pendidikan.

Jika di tahun 2015, masa bonus demografi belum dapat termaksimalkan, itu adalah ahal yang wajar karena ini masih di awal. Akan tetapi, setidaknya informasi-informasi tersebut menjadi landasan gerak pemerintah untuk lebih memanfaatkan lagi pengangguran terdidik yaitu yang pendidikan terakhir diatas SMA. Tenaga kerja yang berpendidikan tentu lebih berkualitas daripada yang kurang berpendidikan sehingga pekerjaan pun akan menjadi lebih efisien dan termaksimalkan. Oleh karena itu, pemanfaatan tenaga kerja terdidik akan berdampak positif terhadap pembangunan bangsa. Nah, disnilah tantangan pemerintah untuk memberdayakan penganggur terdidik tersebut baik dengan menyediakan peluang sekolah untuk memaksimalkan kemampuan mereka atau dengan menyediakan lapangan kerja yang cocok dengan ilmu dan pengetahuan yang mereka miliki. Kebijakan dengan langsung merekrut mahasiswa dengan IP cumlaude tanpa tes saya pikir adalah kebijakan yang cukup baik agar pemerintahan kita diisi oleh SDM yang berkualitas.

Dari sisi internal yaitu dari sisi pemuda itu sendiri akan sangat terkait dengan tekad dan kemauan dari pemuda itu sendiri. Ketika fasilitas telah disediakan pemerintah, tetapi para pemuda kita hanya terlena dengan dunianya remajanya sendiri maka hal tersebut akan sama saja dengan menyia-nyiakan bonus demografi. Fakta yang terjadi sekarang ternyata memang demikian. Berdasarkan data dari keminfo, sebanyak 63 juta orang masyarakat Indonesia yang menggunakan internet, sebanyak 95 persennya mengakses media sosial. Indonesia langsung menjadi peringkat 4 pengguna facebook terbesar di dunia dan peringkat 5 pengguna twitter terbesar di dunia. Memang, menggunakan media sosial tidak selamanya buruk, ada sisi positifnya. Tetapi, mari coba kita lihat apa yang bertebaran di media sosial kita? Bukankah tidak jarang yang merasa bahwa anak muda sekarang lebih sibuk dengan gadgetnya daripada orang disekelilingnya? Maka, kita sendirilah yang menilai apakah peringkat tersebut termasuk baik atau buruk?

Dari kacamata lain, ternyata kasus kekerasan di sekolah mengalami kenaikan cukup besar di tahun 2015. Sebagaimana diinfokan oleh KPAI, di tahun 2015 terdapat 79 kasus kekerasan di sekolah yang terlaporkan dari sebelumnya ada sebanyak 67 kasus di tahun 2014. Lalu, pelaku tawuran mengalami kenaikan yang lebih drastis lagi, dari sebelumnya hanya 46 kasus di tahun 2014 menjadi 103 kasus di 2015. Itu adalah sebagian kasus yang terlaporkan, yang tidak bagaimana? Bisa jadi lebih banyak lagi. Itu prilaku remaja kita yang cenderung melakukan kenakalan dan kekerasan. Bagaimana dengan yang tidak? Kita tahu bahwa tidak sedikit remaja kita yang terjebak dari masalah cinta dan asmara yang tidak jelas. Hmm, mari kita beralih ke angka pergaulan bebas.

Survei terakhir yang dilakukan oleh KPAI menyebutkan bahwa sekitar 62,7 persen remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah. 20 persen diantara itu telah mengalami hamil di luar nikah dan 21 persen telah melakukan aborsi. Bagaimana? Kaget? Hanya sebagian kecil saja sepertinya yang benar-benar memikirkan masa depan dan hidupnya. Bagaimana dengan yang memikirkan nasib bangsa Indonesia? Saya yakin lebih sedikit lagi.

Melihat fenomena itu, saya jadi ingin bercerita tentang cerita seekor anak singa. Ya. Seekor anak singa yang tertinggal dari rombongannya saat mereka sedang berburu. Anak singa yang tertinggal itu ditemukan oleh sekelompok kambing yang kemudian membesarkannya. Bahasanya, membesarkan seperti anak sendiri. Alhasil, sang anak singa pun tumbuh layaknya seekor anak kambing yang tumbuh. Berbicara seperti kambing dan makan seperti kambing. Hingga akhirnya ketika ia sudah besar ia bertemu kembali dengan kelompoknya, para singa. Saat para singa itu meminta sang anak singa kembali kepada mereka, ia menolak karena ia sudah nyaman dengan kelompoknya. Sampai saat ia sedikit termenung di pinggir sungai, ia melihat rupanya yang sama dengan kelompok singa yang mengajakanya kembali. Dia bertanya, apa benar saya dalah bagian dari kelompok ini?

Begitulah saya pikir kondisi para pemuda sekarang saya pikir. Mereka adalah singa yang ganas, disegani dan buas. Mereka punya potensi masing-masing dalam diri mereka. Tetapi, mereka berprilaku seperti kambing. Mereka fokus kepada hal-hal yang membuat mereka nyaman tanpa mau mencoba beralih dan mengeluarkan potensi yang ada di dalam diri mereka. Karena itu, di hari sumpah pemuda ini, di hari dimana Indonesia bangkit, mari kita coba perlahan tinggalkan sejenak kebiasaan buruk kita dengan berlama-lama di medsos, menghabiskan waktu untuk berpacaran dan hal yang kurang bermanfaat lainnya. Tinggalkan kondisi nyaman kita perlahan agar bisa meraih hal yang lebih tinggi lagi. Yang dapat bermanfaat bagi kita juga bangsa ini. Kita sudah tahu contoh-contoh pemuda yang sukses bukan? Berhenti menyalahkan pemerintah, berhenti menuntu, belajarlah menerima dan mulailah bergerak. Ini semua pilihan. Kita ingin menjadi pemuda sampah atau menjadi pemuda yang gemilang?

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun