Mohon tunggu...
Kapitha Indonesia
Kapitha Indonesia Mohon Tunggu... Editor - Baik

Orang Baik dan suka menulis, mudah bergaul dengan siapa saja.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Potret Verifikasi Faktual di Tengah Pandemi, Keterbatasan Alat Pelindung Diri dan Ancaman Keselamatan

25 Juni 2020   09:51 Diperbarui: 25 Juni 2020   09:51 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pelaksanaan pilkada lajutan ini masalah yang dihadapi oleh KPU adalah soal waktu, mengingat 9 provinsi dan 270 daerah kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada 2020 bisa saja sedang melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Padahal, verifikasi syarat dukungan harus dilakukan secara random dan untuk mengecek apakah syarat dukungan yang diberikan oleh calon tersebut sahih atau tidak, diperlukan petugas yang harus turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan.

Potensi malpraktik pada Pilkada 2020 sangat terbuka mengingat tahap verifikasi syarat dukungan calon perseorangan adalah tahap yang sensitif karena menentukan nasib seorang calon perseorangan, apakah lolos atau gagal untuk maju ke pilkada. Tingkat kemungkinan malpraktik pada tahap ini bisa terjadi sebab berdasarkan pengalaman pada situasi normal saja, dari sejumlah kasus pada Pilkada Serentak sebelumnya, verifikasi syarat dukungan pasangan perseorangan ini banyak menimbulkan sengketa. Oleh kerena itu, tingkat kemungkinan malpraktik pada verifikasi syarat dukungan calon perseorangan bisa menjadi kendala bagi penyelenggara apabila tidak dilakukan secara hati-hati.

Belum lagi potensi pelanggaran adminsitrasi berupa data ganda dukungan perseorangan, begitu juga pelanggaran yang mengarah ke pidana diantarnya Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak melakukan verifikasi dan pendukung membantah memberikan dukungan dan mengisi pernyataan tidak mendukung. Sementara Pendukung Calon Perseorangan yang berstatus sebagai penyelenggaraan akan diberi sanksi kode etik penyelenggara apabila ketahuan serta pendukung perseorangan yang berstatus TNI, Polri, ASN, dan kepala desa mendapatkan sanksi kode etik dan netralitas.

Dalam sejarah kepemiluan nasional kita mungkin ini pertama kali Indonesia melaksanakan pilkada ditengah wabah pandemi dan dengan sanksi bagi penyelenggara pilkada yang tidak menggunakan APD saat menjalankan tahapan pilkada. Penggunaan APD bagian dari objek pengawasan diluar tahapan oleh Bawaslu. Sanksi dilakukan oleh Bawaslu secara bertahap mulai dari sanksi peringatan, sanksi administratif hingga sanksi pidana.

ANCAMAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN

Nah, bagaimana dengan keselamatan penyelenggara pemilihan, peserta dan pemilih mengingat prinsip pemilu jujur dan adil, semua orang ikut berpartisipasi penuh tanpa ada rasa takut dan khawatir. Regulasi teknis kita yang mengatur terkait verifikasi faktual terhadap dukungan calon perseorangan mengharuskan keterlibatan secara langsung antara masyarakat pemilih dengan penyelenggara. 

Sementara tahapan verifikasi faktual terhadap dukungan calon perseorangan sudah berjalan, belum ada kepastian regulasi berupa PKPU yang  sangat dibutuhka agar mengikat dan memberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dan berkepentingan atas proses pilkada.

Sebelum Indonesia terdampak pandemic covid19, KPU sudah mengeluarkan PKPU yang mengatur terkait verifikasi faktual terhadap dukungan calon perseorangan yakni PKPU Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota. KPU sebagaimana kewenangan yang dia miliki seharusnya untuk membuat teknis penyelenggaraan yang menyesuaikan bencana Covid-19 tetapi ternyata KPU sampai pelaksanaan verifikasi faktual dilakukan hari ini masih mengunkan Surat Edaran.

Terkait Surat Edaran yang masih digunakan KPU kemudian dipersoalkan beberapa kalangan karena  dianggap tidak memberikan kepastian hukum. KPU sendiri beralasan masih menggunakan Surat Edaran merupakan kebijakan sementara sebagai antisipasi keterlambatan pengesahan PKPU karena konsultasi Rancangan PKPU dengan DPR dan Pemerintah yang tertunda. 

KPU mengeluarkan Surat edaran (SE) pada Senin 22 juni, terkait teknis verifikasi faktual calon perseorangan. Dalam SE 481/PL.02.2-SD/06/KPU/VI/2020 itu, KPU meminta Petugas Pemungutan Suara (PPS) melakukan verifikasi secara langsung mendatangi rumah setiap pendukung. Banyak pertanyaan yang akan bermunculan dari bagaimana memastikan Petugas Pemungutan Suara (PPS) melakukan verifikasi secara langsung dengan keterbatasan APD serta akurasi data dukungan perseorangan.

Dalam beberapa kesempatan Webinar Nasional Network for Indonesian Democratic Society (Netfid Indonesia) selaku ketua, Dahliah Umar menyarankan kepada penyelenggara agar proses verifikasi dukungan calon perseorangan mengunakan metode daring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun