Menghidupkan Benih Intelektual Muhammadiyah yang Meredup
Abd. Sidiq Notonegoro
Penggembira JIMM Awal
Ketika sebagian besar warga bangsa pada umumnya, dan warga Muhammadiyah pada khususnya, larut dalam perbincangan tentang Pemilu 2024 dan sebagian besar generasi zoomer sibuk menyambut pergantian tahun, sejumlah anak muda Muhammadiyah justru memilih jalan sunyi. Selama tiga hari (22-24 Desember 2023), bersemedi di ruang sempit Gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) untuk menggelar forum "Muktamar Pemikiran Islam Kaum Muda 2023".Â
Hajatan istimewa para pemikir muda Muhammadiyah yang berkomunitas dengan nama "Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah" (JIMM) ini mengusung tema "Intelektual Muda Muhammadiyah Abad ke-21: Mendorong Pembaharuan Pemikiran Pengetahuan dan Perkaderan Muhammadiyah". Â
Muktamar para pemikir muda ini berbeda dengan muktamar-muktamar pada umumnya --- termasuk yang secara periodik digelar oleh organisasi besar Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama (NU) --- yang penuh keriuhan dan kesemarakan, muktamar para pemikir muda ini justru lebih diriuhkan dengan adu pendapat dan pandangan. Bisa dimaklumi, muktamirin JIMM ini digelar hanya untuk curah gagasan dan wawasan tentang pengetahuan yang harus dinarasikan dalam bentuk tulisan.Â
Muktamar JIMM merupakan perhelatan yang dilatarbelakangi oleh kegelisahan pemikir muda Muhammadiyah setelah menyaksikan telah terjadinya berbagai fenomena stagnasi pemikiran atau kejumudan di tubuh Muhammadiyah. Kegelisahan ini tidak bisa dibantah lagi, seiring semakin meredupnya produk-produk tajdid (pembaharuan) yang selama ini menjadi tagline Muhammadiyah. Kegelisahan tersebut kemudian memantik munculnya kesadaran kritis untuk menghidupkan kembali stagnasi pembaharuan di tubuh Muhammadiyah.
Sekedar pengingat, JIMM telah ada sejak awal 2000an. Tepatnya sejak Muhammadiyah di era kepemimpinan Buya Syafii Maarif di Muhammadiyah (periode 1998-2000 dan 2000-2005). Kegelisahan kaum muda dan fenomena kejumudan pemikiran di Muhammadiyah mampu ditangkap oleh sejumlah tokoh Muhammadiyah. Sehingga sejumlah tokoh yang berada di struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah pun memberi angin segar berkumpulnya anak-anak muda kritis tersebut.
Menurut kalangan muda Muhammadiyah, krisis pemikiran dan terjadinya stagnasi ijtihadi di Muhammadiyah itu dipicu oleh 3 (tiga) golongan --- yaitu golongan literalis-konservatif, golongan struktural-birokratis dan golongan politis-pragmatis. Stagnasi ijtihadi tersebut memantik gairah kaum muda progresif Muhammadiyah untuk mendobraknya.
Melalui berbagai forum diskusi antar maupun lintas generasi dan lintas segmentasi, tumbuhlah gagasan untuk lahirnya JIMM --- dengan sang mentor almarhum Moeslim Abdurrahman (Kang Moeslim) --- untuk menyikapi berbagai krisis sosial dan krisis kemanusiaan di Indonesia secara kritis, dialektis dan progresif. Dengan kesabarannya Kang Moeslim, muncullah intelektual-intelektual muda Muhammadiyah seperti Zuly Qodir (Guru Besar Sosiologi Univ Muhammadiyah Yogyakarta), Pradana Boy (dosen di Univ Muhammadiyah Malang dan wakil Indonesia di program Global Exchange of Religion in Society (GERIS)), Zakiyuddin Baidhawy (rektor IAIN Salatiga), David Alka Krisna (budayawan dan esais senior) dan masih banyak lagi.
Seiring dengan tantangan zaman, Muktamar kali ini sekaligus sebagai penegas lahirnya JIMM generasi ke-2 dengan tantangan yang berbeda, namun tidak terpisah dari generasi pendahulunya. Tidak berlebihan pula jika Muktamar JIMM 2023 ini juga tetap menghadirkan perintis JIMM generasi awal --- yang tentu saat ini sudah lazim lagi disebut sebagai "intelektual senior".Â
Zaman Berbeda
Generasi pertama JIMM --- yang lahir dua dekade silam --- merespon secara kritis terhadap stagnasi pembaharuan dalam gerakan Muhammadiyah melalui tiga pilar gerakannya, yaitu : hermeneutika, ilmu sosial dan new social movement. Melalui tiga gerakan itu, JIMM mengimajinasikan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam kritis yang respon terhadap persoalan Islam kontemporer (Mudzakkir, 2005). Generasi awal JIMM ini mengajak untuk kembali menelaah dengan menyasar pada tantangan-tantangan global dengan mengusung metodologi dan epistemologi baru yang berakar dari semangat tajdid Muhammadiyah dengan tujuan untuk mendorong Islam yang benar-benar berkemajuan dan membangun peradaban.Â
Pada Muktamar 2023 ini para pemikir muda Muhammadiyah mengajak untuk merumuskan 3 (tiga) tantangan baru yang dihadapi Muhammadiyah, yaitu : pertama, kesadaran tentang pentingnya pembaharuan pemikiran Muhammadiyah --- sehingga tidak hanya rajin mengkritik tradisi yang jumud dalam praktik beragama, tetapi juga untuk berani mengkritik praktik-praktik kekuasaan yang korup, menyimpang dari tujuan beragama (maqasid syariah), serta berkelindan dengan kekuasaan yang menindas orang lain.
Kedua, berkembangnya pengetahuan baru yang mengubah cara hidup masyarakat banyak, tak terkecuali warga Muhammadiyah. Kita hari ini menghadapi banyak sekali tantangan baru yang belum terlihat 20 tahun yang lalu. Perlu adanya upaya yang lebih sistematis untuk memastikan bahwa gerakan Muhammadiyah tetap relevan dan efektif dalam merespons tantangan-tantangan baru yang muncul. Dalam hal ini, Muhammadiyah perlu memastikan bahwa gerakan Muhammadiyah tidak hanya fokus pada isu-isu praktis jangka pendek, tetapi juga menggugat hal substansial yang memiliki efek jangka panjang dan mengglobal.
Ketiga, kaderisasi intelektual baru di kalangan generasi muda Muhammadiyah. Kaderisasi menjadi aspek penting dalam gerakan intelektual di Muhammadiyah. Selama dua dekade ini, generasi intelektual Muhammadiyah terdahulu telah berusaha untuk menjaring dan mengkader generasi yang lebih muda, yang memiliki kepedulian terhadap isu-isu pemihakan sosial dan memiliki pengaruh intelektual yang luas dan diakui secara akademik.Â
Menjaga obor intelektual
Sebagai organisasi dan gerakan pembaharuan Islam berkemajuan, Muhammadiyah patut bersyukur masih adanya anak-anak muda yang berkomitmen menjaga tradisi berpikir tersebut. Tinggal sejauh mana upaya Muhammadiyah dalam merawat generasi-generasi belia aset masa depan Muhammadiyah. Tidak dipungkiri, hingga saat ini masih ada beberapa 'sesepuh' Muhammadiyah di daerah yang masih memiliki pandangan stereotip terhadap keberadaan komunitas muda pemikir ini di Muhammadiyah.Â
Gerakan pembaharuan pemikiran Islam di Muhammadiyah tidak boleh redup. Karena itu, seluruh warga Muhammadiyah penting untuk memahami dan menyadari bahwa gerakan pembaharuan pemikiran merupakan ruh Muhammadiyah dalam menjalankan visi dan misi dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Muhammadiyah tidak boleh menjadi bagian dari parodi kehidupan sosial umat akhir-akhir ini. Karena itu, Muhammadiyah tidak boleh lelah dalam melakukan pencerahan.
Dan, gerakan pencerahan Muhammadiyah bisa berjalan sepanjang masa manakala transformasi pengkaderan kaum intelektual tidak terputus oleh kepentingan-kepentingan politik sesaat. Kaderisasi kaum pemikir harus terus berjalan, menghasilkan kader-kader tangguh dan militan, yang tidak mudah goyah oleh godaan-godaan berbagai hal yang beraroma praktis-pragmatis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H