Mohon tunggu...
M Siddiq Prayoga S
M Siddiq Prayoga S Mohon Tunggu... Jurnalis - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harmoni Retorika dan Dakwah

15 Juni 2024   17:45 Diperbarui: 15 Juni 2024   17:46 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harmoni Retorika dan Dakwah: Seni Berbicara dalam Penyebaran Agama

Dibuat oleh :

Syamsul Yakin dan Siddiq Prayoga

Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

   Hubungan antara retorika dan dakwah sangat erat. Retorika merupakan seni berbicara, sementara dakwah adalah upaya mengajak melalui komunikasi lisan. Dakwah yang disampaikan dengan bahasa yang indah dapat memukau pendengar atau mad'u. Inilah yang disebut dakwah billisan.


   Retorika mencakup komunikasi verbal, baik lisan maupun tulisan. Dalam dakwah, terdapat bentuk dakwah billisan dan bilkitabah (melalui tulisan). Dakwah tidak hanya dilakukan dengan berbicara, tetapi juga melalui tulisan.

   Selain itu, retorika juga mengenal komunikasi nonverbal, baik tatap muka maupun virtual. Dalam dakwah, ini disebut dakwah bilhal, yang bisa dilakukan secara online maupun offline. Retorika mengenal bahasa tubuh dan gerakan tubuh, yang dalam dakwah diterjemahkan sebagai menyampaikan keteladanan atau menjadi role model.

   Retorika telah berkembang dari seni berbicara menjadi ilmu berbicara, demikian juga dakwah yang berkembang dari aktivitas agama menjadi kajian ilmiah. Retorika yang awalnya merupakan warisan budaya, kini telah berkembang menjadi ilmu yang sistematis, logis, dan dapat diverifikasi, begitu juga dengan dakwah.

   Tujuan retorika adalah menyampaikan pesan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Demikian pula pesan dakwah yang terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak bisa disampaikan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Bahkan, tujuan retorika dan dakwah, dalam batas tertentu, sama-sama bersifat edukatif.

   Dalam konteks tujuan persuasif, dakwah memiliki metode seperti bilhikmah, ceramah, dan diskusi yang harus disampaikan dengan kelembutan.

   Pengembangan retorika mensyaratkan penggunaan bahasa yang baku, berdasarkan data dan riset. Syarat yang sama berlaku dalam dakwah, baik billisan, bilkitabah, maupun bilhal, terutama dengan mempertimbangkan pendengar yang semakin kritis dan rasional.

   Aristoteles dalam retorika memperkenalkan pathos, logos, dan ethos. Para dai juga harus memiliki ketiganya, baik secara intelektual maupun spiritual. Namun, dalam konteks pathos, ekspresi emosi para dai bukanlah sekadar retorika.

   Dalam berdakwah, menguasai retorika verbal dan nonverbal sangat penting. Sebaliknya, dalam beretorika, disarankan untuk memasukkan konten dakwah, baik akidah, syariah, maupun akhlak. Dakwah tanpa retorika akan lumpuh, dan retorika tanpa muatan dakwah akan menjadi kosong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun