Harmoni Retorika dan Dakwah: Seni Berbicara dalam Penyebaran Agama
Dibuat oleh :
Syamsul Yakin dan Siddiq Prayoga
Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
  Hubungan antara retorika dan dakwah sangat erat. Retorika merupakan seni berbicara, sementara dakwah adalah upaya mengajak melalui komunikasi lisan. Dakwah yang disampaikan dengan bahasa yang indah dapat memukau pendengar atau mad'u. Inilah yang disebut dakwah billisan.
  Retorika mencakup komunikasi verbal, baik lisan maupun tulisan. Dalam dakwah, terdapat bentuk dakwah billisan dan bilkitabah (melalui tulisan). Dakwah tidak hanya dilakukan dengan berbicara, tetapi juga melalui tulisan.
  Selain itu, retorika juga mengenal komunikasi nonverbal, baik tatap muka maupun virtual. Dalam dakwah, ini disebut dakwah bilhal, yang bisa dilakukan secara online maupun offline. Retorika mengenal bahasa tubuh dan gerakan tubuh, yang dalam dakwah diterjemahkan sebagai menyampaikan keteladanan atau menjadi role model.
  Retorika telah berkembang dari seni berbicara menjadi ilmu berbicara, demikian juga dakwah yang berkembang dari aktivitas agama menjadi kajian ilmiah. Retorika yang awalnya merupakan warisan budaya, kini telah berkembang menjadi ilmu yang sistematis, logis, dan dapat diverifikasi, begitu juga dengan dakwah.
  Tujuan retorika adalah menyampaikan pesan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Demikian pula pesan dakwah yang terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak bisa disampaikan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Bahkan, tujuan retorika dan dakwah, dalam batas tertentu, sama-sama bersifat edukatif.
  Dalam konteks tujuan persuasif, dakwah memiliki metode seperti bilhikmah, ceramah, dan diskusi yang harus disampaikan dengan kelembutan.
  Pengembangan retorika mensyaratkan penggunaan bahasa yang baku, berdasarkan data dan riset. Syarat yang sama berlaku dalam dakwah, baik billisan, bilkitabah, maupun bilhal, terutama dengan mempertimbangkan pendengar yang semakin kritis dan rasional.
  Aristoteles dalam retorika memperkenalkan pathos, logos, dan ethos. Para dai juga harus memiliki ketiganya, baik secara intelektual maupun spiritual. Namun, dalam konteks pathos, ekspresi emosi para dai bukanlah sekadar retorika.
  Dalam berdakwah, menguasai retorika verbal dan nonverbal sangat penting. Sebaliknya, dalam beretorika, disarankan untuk memasukkan konten dakwah, baik akidah, syariah, maupun akhlak. Dakwah tanpa retorika akan lumpuh, dan retorika tanpa muatan dakwah akan menjadi kosong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H