Mohon tunggu...
Sibthi Alfiatunimah
Sibthi Alfiatunimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa gini-gini aja hehe

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Intervensi Psikoedkasi pada Kepatuhan Berobat Individu dengan Skizofrenia

9 November 2023   17:52 Diperbarui: 9 November 2023   17:57 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Banyak yang belum mengetahui mengenai gangguan mental skizofrenia, gangguan tersebut sering ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang , delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi. Gejala- gejala negative yang dialami antaralain avolition (turunnya minat dan dorongan), berkurangnya hasrat untuk berbicara serta memperlihatkan ekspresi datar yang dapat berdampak pada hubungan personal terganggu (Strauss, et al 1994; Arif 2006:3) (dalam Sulung & Foresa, 2018). 

Belum diketahui dengan pasti apa penyebab dari gangguan skizofrenia, akan tetapi terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya skizofrenia, seperti faktor biologi, faktor biokimia, faktor genetika dan faktor genetika. WHO (2016) mencatat terdapat 21 juta orang terkena gangguan skizofrenia, angka kematian lebih tinggi 8 kali dari angka kematian penduduk pada umumnya. 

Individu yang mengidap skizofrenia setelah melakukan perawatan di rumah sakit dan melakukan rawat jalan dirumah pada taun berikutnya akan sering mengalami relaps atau kambuh disebabkan oleh individu tersebut yang tinggal bersama keluarga yang hostilitas menujukkan kecemasan yang berlebihan, protektif terhadap pasien, terlalu mencampuri dan suka mengkritik (Amir, 2013: 180).

Upaya pencegahan kekambuhan ini, diperlukan kepatuhan dari pasien untuk senantiasa menjaga serta mempertahankan kesehatan jiwanya, harus melakukan kepatuhan kontrol atau rawat jalan dan mengikuti program terapi atau pengobatan yang diberikan petugas kesehatan. 

Pasien dengan diagnosis skizofrenia membutuhkan perawatan yang komprehensif, yakni perawatan medis guna menghilangkan gejala, terapi (psikologis) membantu mereka untuk beradaptasi dengan konsekuensi atau dampak dari gangguan tersebut, dan layanan sosial untuk mereka dapat kembali hidup di masyarakat dan menjamin mereka dapat memperoleh akses untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.  Perawatan yang diberikan kepada pasien skizofrenia adalah terapi biologis seperti terapi obat. Hal ini perlu adanya kesepakatan oleh pasien dan keluarganya dengan memberikan pemahaman melalui intervensi psikoedukasi (Stuart & Laraia, 2007).

Psikoedukasi adalah salah satu cara intervensi, baik untuk keluarga maupun klien yang merupakan bagian dari terapi psikososial. Psikoedukasi memiliki tujuan guna menambah pengetahuan mengenai gangguan jiwa sehingga diharapkan menekan angka kekambuhan dan meningkatkan fungsi keluarga. Hal ini dapat tercapai dengan cara edukasi tentang penyakit, cara mengatasi gejala, dan kemampuan yang dimiliki keluarga. 

Seperti penelitian yang dilakukanSulung & Foresa, (2018) mengenai Efektivitas Intervensi Psikoedukasi Terhadap Kepatuhan Berobat Pasien Skizofrenia. Dengan desain penelitian menggunakan rancangan Quasi eksperimental with control group design. Prosedur penelitian responden dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok eksperimen diberikan intervensi psikoedukasi dan kelompok kontrolchanya diberikan pandidikan kesehatan. 

Hasilnya rata-rata responden kelompok eksperimen memperlihatkan nilai kepatuhan berobat yang tinggi karena mendapatkan perlakuan intevensi psikoedukasi. Kedua kelompok responden memiliki varians yang sama. pada Uji Levene diperoleh nilai p=0,538 (p>0,05) yang berarti varians kedua kelompok sama. Untuk Uji T-Test Independen diperoleh nilai p=0,0005 (<0,05) Sehingga disampaikan bahwa intervensi psikoedukasi efektif terhadap kepatuhan berobat. 

Kepatuhan berobat yang tinggi ini berpengaruh terhadap proses perkembangan kesehatan pasien. Kebanyakan pasien yang tidak mematuhi program pengobatan akan mengalami kekambuhan, sementara pasien yang patuh berobat akan memperoleh perkembangan kesehatan yang signifikan dan menjadi lebih kooperatif. 

Kepatuhan berobat tidak hanya dari segi kepatuhan minum obat, tetapi juga kepatuhan pasien untuk kontrol teratur ke puskesmas serta mendapatkan konseling tentang kesehatan khususnya kesehatan jiwa. Kepatuhan untuk meminum obat adalah hal paling penting bagi pasien skizofernia dinilai dari enam prinsip yakni benar pasiennya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara pemberiannya, benar waktunya dan benar pendokumentasinnya. 

Sedangkan dari hasil kelompok kontrol mendapatkan nilai rerata yang rendah dikarenakan hanya diberikan pendidikan kesehatan dan informasi umu mengenai skizofrenia. Kepatuhan berobat dapat dinilai dari sejauh mana pasien menjalankan pengobatan sesuai dengan instruksi dari dokter atau petugas kesehatan di puskesmas. Patuh tidaknya pasien dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga terhadap pengobatan yang dijalani. Pendidikan kesehatan yang diberikan disini hanya bersifat umum. 

Pelaksanaan intervensi psikoedukasi pertama dengan melakukan penjelasan mengenai penyakit skizofrenia, yang mampu meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tetang pengertian penyakit skizofrenia, penyebabnya, tanda dan gejalanya, pengobatan serta penanganannya. Kedua dijelaskan tentang kekambuhan dan kepatuhan minum obat. Pada sesi ini pengetahuan keluarga akan semakin meningkat setelah diberikan intervensi psikoedukasi. Sesi ketiga diberikan psikoedukasi tentang komunikasi yang efektif dan mekanisme koping keluarga. Keempat dijelaskan mengenai manajemen stress dan metode relaksasi sehingga pasien dan keluarga mampu untuk mengelola. 

Proses intervensi psikoedukasi memiliki jangka waktu yang berbeda-beda. Sebagian sesuai dengan waktu yang direncanakan yakni 30 menit, tetapi lebih dari 50% responden membutuhkan waktu yang lebih lama yakni 45-60 menit. Pasien skizofrenia memperoleh psikoedukasi sudah mengidap skizofrenia lebih dari 10 tahun, sehingga pelaksanaan psikoedukasi lebih maksimal dan tepat sasaran. Pelaksanaan psikoedukasi juga bergantung pada usia dan jenis kelamin. Responden perempuan lebih kooperatif dan aktif, sedangkan responden laki-laki cenderung lebih banyak diam dan kurang berminat menanggapi materi yang diberikan selama psikoedukasi. Responden yang usia dewasa menuju lansia juga mengalami kesulitan dalam menangkap penjelasan yang disampaikan. 

Pemberian informasi yang lengkap tentang apa yang terjadi pada pasien skizofrenia serta bagaimana cara perawatannya dapat meningkatkan pengetahuan keluarga sehingga kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia juga lebih meningkat. Pemberian motivasi dan dorongan kepada keluarga juga dapat mengurangi perasaan cemas dan khawatir keluarga pasien. Sehingga dapat disimpulkan intervensi psikoedukasi efektif terhadap kepatuhan berobat individu dengan skizofrenia. 

Referensi:

Sulung, N., & Foresa, N. (2018). Efektivitas Intervensi Psikoedukasi Terhadap Kepatuhan Berobat Pasien Skizofrenia. REAL in Nursing Journal, 1(1), 1-11.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun