[caption caption="idzeat com kompasians"][/caption]
Benyu mendapati berita di kompas dan detik yang memberitakan tentang perlu tidaknya penonaktifan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, semua orang yang merasa ahli berpendapat dengan argumentasinya masing-masing, bahkan Refly Harun yang katanya ahli di bidang hukum tata negara juga membenarkan posisi Ahok, ini sudah menjadi biasa dalam tatanan politik di Indonesia, siapa yang di rasa dekat dengan penguasa, maka dia akan di dekati oleh para ahli-ahli pengamat.
Jika yang berkomentar para ahli pengamat dan para ahli pengomentator menurut benyu itu biasa, karena ujungnya hanya cari perhatian saja, namun menjadi menarik jika yang mengatakan komentar dan pendapatnya adalah dua pejabat tinggi negara, satu menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo dan satu Jaksa Agung M Prasetyo.
Mendagri mengatakan berkeyakinan atas posisi Ahok saat ini, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memiliki banyak sekali multitafsir. inilah yang menjadi alasan utama Mendagri belum menonaktifkan Ahok sampai sekarang.dan Mendagri juga menunggu tuntutan Jaksa atas Ahok.
Di sisi lain jaksa Agung mengatakan, posisi Ahok aktif atau tidaknya bukan tergantung dari tuntutan jaksa,
Jadi, kalau Mendagri mengatakan "nanti kita tunggu tuntutan jaksa', sesungguhnya bukan tuntutan jaksa. Tapi putusan hakim yang benar," Jaksa bisa menuntut misalnya dengan Pasal 156 huruf a, tapi hakim putuskan yang lain. Jadi bukan bergantung pada tuntutan jaksa, tapi tuntutan hukumnya seperti apa. Jadi, kalau yang diyakini hakim terbukti 156 a atau 156 saja," Jaksa Agung M Prasetyo.
Polemik Ahok ini memang sulit dan rumit, benyu tidak akan membahas kenapa sulitnya dan kenapa rumitnya, biar sobat mengartikan sendiri, Pertanyaan dari gedung DPR-RI seperti dari Fraksi PKB Gerindra, PKS, dan PPP, yang mempertanyakan mengapa Mendagri tidak juga menonaktifkan ahok karena statusnya saat ini adalah terdakwa dalam kasus penodaan agama sudah jelas, jawabnya adalah Mendagri berpegang pada pendapat multitafsir Undang-undang. dan jaksa Agung juga sudah jelas tergantung pada vonis hakim nanti.
Dalam hal ini benyu berpendapat Mendagri bingung, karena dengan adanya argumentasi dari Mendagri yang seperti itu maka tersirat bahwa Mendagri tidak berani mengambil keputusan terkait status ahok, karena tidak tahu harus memutuskan seperti apa, jadi argumentasi yang tepat adalah multitafsir Undang-undang pemerintahan daerah Nomor 23 tahun 2014. jika bicara multitafsir maka sudah sulit untuk di bahas.karena multitafsir berarti banyak arti, juga bisa takut bersalah dalam meng'artikan. Â
Dan tentang pendapat jaksa Agung yang mengatakan penonaktifan Ahok tergantung hakim adalah benar untuk membela pernyataan Mendagri yang sedang bingung dengan multitafsir undang-undang, jadi benyu berpendapat, inilah hubungan yang kompak antar pejabat tinggi negara. jika ada kolega pejabat yang sedang bingung bagaimana harus bertindak, maka pejabat lainya yang terkait harus menolong atas kebingungan pejabat itu.
Namun apa kata publik tentang status ahok.? itu yang benyu bayangkan, coba sobat lihat, ini yang akan memberikan kepastian untuk layak dan tidaknya penonaktifan Ahok itu siapa jika ada dua pejabat tinggi Negara yang satu bingung tentang multitafsir undang-undang, yang satu lagi mengatakan menunggu vonis dari hakim. menurut benyu argumentasi mereka berdua itu sangat tidak elegan, mengapa tidak mencari argumentasi yang lebih baik ya, ah... apa mungkin mereka tidak bisa menemukan argumentasi yang lebih baik, karena terkadang orang kalau sedang bingung akan di terpa kebingungan terus-menerus, hingga apa yang di katakan menjadi membuat bingung..
Begini sobat,..Pasal 183 ayat (1) UU Pemda pada dasarnya mengatur dua hal, yaitu waktu pemberhentian kepala daerah yang berstatus terdakwa dan tindak pidana yang menyebabkan kepala daerah tersebut diberhentikan sementara. ingat sobat, cuma sementara. tidak seterusnya.okay.
Presiden memang bisa dituduh melanggar UU. Karena UU sudah tegas bahwa kepala daerah yang bisa diancam dengan ancaman pidana dengan batas bawah ancaman 5 tahun sebagai terdakwa harus diberhwntikan sementara," ujar Irmanputra Sidin kepada Tribunnews.com, tanpa benyu kurangi sedikitpun pernyataan ini.
Irman mengatakan pandanganya bahwa secara hukum dan bukan berkaitan dengan politik, sangat tidak mungkin status ahok yang saat ini adalah terdakwa dalam kasus penodaan Agama tidak di nonaktifkan. apakah yang di lakukan ahok tidak berpotensi memecah belah bangsa,? lihatlah demo yang merepotkan keamanan dan stabilitas negara, apakah ini tidak cukup di jadikan referensi, atau masih mengatakan multitafsir.?
Ada banyak pakar hukum yang bergelar profesor, sebut saja pakar Hukum Pidana UGM Eddy Hiariej, Profesor Barda Nawawi Arief, Deny Indrayana, mereka mempunyai posisi dan pendapat hukum yang sama, bahwa Ahok semestinya diberhentikan sementara. Apakah pendapat mereka itu yang salah dan keliru ya sobat.?
Okelah..anggap saja pendapat para ahli hukum itu salah atau tidak tepat, sekarang kita lihat pendapat dari Prof Mahmud MD yang lebih bijak, Mahfud menyarankan jika Ahok hendak di pertahankan sebagai Gubernur, maka Presiden harus berani menerbitkan Perpu.
Menurut Undang-undang, Pasal 83 ayat 1 jelas seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa itu diberhentikan sementara. Nggak ada pasal lain yang bisa menafikan itu. Kalau memang Ahok ini dipertahankan juga ya cabut dulu pasal itu agar tidak melanggar hukum. Presiden boleh mencabut pasal itu dengan perppu, dengan hak subjektifnya." Prof Mahfud MD.
Apakah pendapat Prof Mahfud MD itu masih buat bingung Mendagri  dan Jaksa Agung,? biar mereka tidak bingung Presiden terbitkan Perpu. baiklah oh baiklah...huhahuha.
Salam bingung
Dari benyu si kura-kura baik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H