Tentu saja saya masih butuh. Dari awal saya tidak bilang kalau saya tidak butuh uang. Coba scroll tulisan ini ke atas. Baca lagi benar-benar!.
Tapi.... tadi katanya menulis di sini tidak pasti dapat uang? Lalu, apa? Mengapa masih menulis di Kompasiana?
Entahlah.....
Bagaimanapun setiap kegiatan itu akan ada sisi baik dan sisi buruknya. Termasuk pula dalam kegiatan menulis. Tidak hanya di Kompasiana ini.Â
Hendaknya kita mesti pandai-pandai menghitung, kalau masih ada sisi baiknya maka tak ada salahnya untuk terus menulis. Sebaliknya, bila ternyata lebih banyak mudhoratnya, maka tak ada alasan untuk terus melanjutkan kegiatan yang bisa membawa kerugian, termasuk kerugian yang paling kecil atau samar sekalipun, misalnya kerugian "perasaan".  Maksud saya, perasaan yang akan bisa terlena, terbuai, sehingga porsi waktu kita buat mengingat Nya, buat mengingat anak dan istri/suami menjadi terkorbankan  dari sebab "kesibukan" kita menulis tadi. Â
Untuk disadari, kegiatan menulis ini adalah kegiatan yang paling banyak menyita waktu, pikiran dan perasaan dibandingkan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Â Jangan dikira menulis ini dimulai saat jejari kita menari di atas tombol keyboard, tapi sesungguhnya kesibukan itu sudah berlangsung jauh sebelum itu, kesibukan di alam pikiran dan perasaaan si penulis. Bahkan meski tulisan itu sudah selesai di-upload, tetap saja sibuk memikirkan tulisan tadi. Â Maka dampaknya, akan terlupakanlah yang lain. Â Begitulah.
Maka, bila kegiatan menulis itu  mulai  nampak "membahayakan  jiwa", tak ada salahnya untuk tidak lagi menulis, setidak mengurangi kegiatan menulis. Dan itu akan sangat tergantung sekali kepada kemampuan kita "melihat".  Tergantung kualitas "mata ketiga" kita, yang dengan mata ketiga itu akan nampak apa yang baik apa yang buruk, mana yang benar mana yang salah.Â
Lalu mengapa masih terus menulis?.
Ya, tadi sudah saya terangkan. Â Karena masih ada sisi baiknya maka tak ada salahnya untuk terus menulis. Baik, menjalin hubungan dengan sesama penulis di sini. Saling bertegur sapa. Berbagi pengalaman atau pengetahuan. Baik, Â menjalin hubungan dengan pembaca Kompasiana, yang siapa tahu "merasa" rindu (baca;perlu) Â dengan tulisan kita atau mendapat manfaat dari cerita yang kita bagikan di Kompasiana ini. Â
Dan... setidaknya, dengan menulis di Kompasiana, uneg-uneg kita (ide, keluhan, kemarahan, dan segala macam pikiran ataupun perasaan) dengan mudah tersalurkan. Tidak terpendam terlalu lama di dalam kepala atau dada. Maka, inilah manfaat terbesar dari Kompasiana, sebagai  wadah buat kita "memuntahkan" pikiran dan perasaan!. Dan itu baik bagi kesehatan. Untuk itu, kita, penulis di sini, layak berterimakasih kepada Kompasiana.Â
Terimakasih Kompasiana!.Â