Mohon tunggu...
Yai Baelah
Yai Baelah Mohon Tunggu... Pengacara - (Advokat Sibawaihi)

Sang Pendosa berkata; "Saat terbaik dalam hidup ini bukanlah ketika kita berhasil hidup dengan baik, tapi saat terbaik adalah ketika kita berhasil mati dengan baik"

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tafsir Puisi, Antara Teks dan Konteks

3 April 2019   06:26 Diperbarui: 3 April 2019   07:50 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Menafsirkan puisi, hati-hati,  bukan berarti tidak percaya atau takut salah, tidak. Bukan begitu maksudnya. Tapi ketika kita sampai pada puncak perdebatan atas perbedaan penafsiran pada satu objek (puisi), maka mestilah kita mengalah  dan menyerahkannya kepada yang mencipta. Bertanya misalnya, seandainya yang punya masih ada di dunia. 

Atau, biarkanlah ia menjadi misteri, seandainya dianya sudah tiada atau ternyata yang punya tidak berkenan menjelaskannya. Ambil saja sisi baiknya. Gitu ajah koq repot!. 

Hahahhahaha. Begitulah,  bila Allah sang Maha Pencipta menghendaki seorang mendapatkan kebaikan dari pesan yang terkandung dalam suatu puisi atau syair para orang suci sebagaimana syair-syair ulama masa lalu, menjadi semacam siraman rohani, tentang  hakikat dan hikmat,  maka itu mudah saja, seketika. Bla bla bla! Maka sang pembaca tercerahkan!.

Saya hendak mengatakan, semua  orang boleh berpuisi, semua orang sah-sah saja menafsirkan puisi. Masalah bisa atau indah berpuisi, itu tergantung pikiran dan perasaannya. Masalah tepat dan  bermanfaat tafsirannya, itulah keuntungannya.      

C. Kasus Yang Terjadi

Pada bab ini saya akan mencoba memaparkan beberapa kasus yang saya alami terkait praktek penafsiran puisi, terhadap beberapa puisi yang di unggah di Kompasiana. Puisi (karya) dari beberapa kompasianer, termasuk karya saya sendiri salah satunya. 

Puisi Apriani Dinni, Zaldy Chan, Puhid Akhidiyat Septana, tak sengaja mengusik Yai untuk ditelisik. Tak bermaksud mengusik  apalagi mengobrak-abrik yang punya puisi, tapi memang puisinya bikin asyik. Pun bermuatan kritik itu adalah otokritik yang boleh jadi identik dengan teman "se-fanatik".  

Namun, dengan beberapa pertimbangan sendiri, bab ini, berkenaan kasus puisi, penafsiran dan analisanya, yakni beberapa puisi yang coba ditafsir sebagai contoh kasus  dan  juga bab kesimpulan,  nantinya  akan saya publish,  ditulis dan akan dikemukakan pada artikel selanjutnya. Insyaa Allah.

Seorang kritikus sastra dengan semangat berapi-api memberikan penilaian dan penafsiran atas suatu puisi, padahal hanya Tuhan dan si Pembuat Puisi yang mengerti dan mengetahui apa makna tersembunyi dari puisi yang dia kreasi

Bersambung....   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun