Mohon tunggu...
Michael Siahaan
Michael Siahaan Mohon Tunggu... Jurnalis - Berpikir, bekerja, bersahaja.

Apa guna membaca tanpa menulis?

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pancasila di Antara Zaskia, Sahat, dan MPR

23 April 2016   13:34 Diperbarui: 23 April 2016   14:06 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sifat masyarakat kita ini dipaparkan dengan baik oleh kalimat singkat dari peneliti Ito Prajna-Nugroho dalam bukunya, Fenomenologi Politik – Membongkar Politik Menyelami Manusia. Menurut Ito, yang dikaitkan dengan fenomenologi Edmund Husserl, kegiatan “berpikir” terkait erat dengan “bertanya”. Jadi, seorang baru bisa dianggap sungguh-sungguh berpikir ketika dia mampu bertanya. Dengan begitu dia bisa menyibakkan realitas.

Nah, ketika masyarakat tidak pernah mempertanyakan kelakuan anggota majelis yang terhormat, artinya kita, sebagai bagian dari masyarakat, juga tidak pernah berpikir. Tidak pernah berpikir bahwa perbuatan menyamakan Pancasila sebagai pilar itu salah. Tidak pernah berpikir bahwa dasar negara adalah selamanya dasar negara, dasar dari segala keputusan negara.

Pancasila sebagai dasar negara, adalah acuan semua kebijakan pemerintah yang keseluruhannya tentu ditujukan untuk kepentingan rakyat. Pancasila adalah dasar negara, “senter” negara ketika negeri merangkak dalam malam. Itulah Pancasila, karna itulah dia tidak mengatur kehidupan pribadi, seperti yang dicekcoki Orde Baru Soeharto kepada kita selama berpuluh tahun.

Pancasila adalah satu kesatuan dari lima sila yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Duta Pancasila hanya satu: pemerintah, bukan Zaskia Gotik! Penunjukan Zaskia Gotik sebagai duta oleh MPR juga sudah masuk dalam usaha pengkerdilan Pancasila, sesuatu yang dijalankan secara masif oleh rezim Suharto sejak tahun 1966.

Jadi ketika Zaskia, Sahat dan MPR berbicara tentang Pancasila, mungkin kita sudah dapat mengambil kesimpulan, siapa yang sebenarnya musang berbulu domba.

***0***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun