Mohon tunggu...
Michael Siahaan
Michael Siahaan Mohon Tunggu... Jurnalis - Berpikir, bekerja, bersahaja.

Apa guna membaca tanpa menulis?

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pancasila di Antara Zaskia, Sahat, dan MPR

23 April 2016   13:34 Diperbarui: 23 April 2016   14:06 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kesimpulan nomor 9 pada putusannya , MK menegaskan bahwa dasar tidak sama dengan pilar. “Ibaratkan sebuah bangunan besar maka pilar-pilar bangunan tersebut berada di atas dasar, dengan demikian dasar menjadi pijakan utama atau rujukan utama dari pilar-pilar di atasnya.”

Sementara nomor 10 menyebutkan, “Bahwa istilah pilar tidak pernah dikenal dalam khidupan berbangsa dan bernegara sejak Indonesia diproklamasikan dan baru muncul sejak disosialisasikan oleh MPR RI periode 2009 s/d 2014.” Selanjutnya MPR memutuskan “demikian menjadi jelas kedudukan Pancasila adalah sebagai dasar negara yang tidak sejajar dengan UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Yang terjadi kemudian, seperti acara pelawak Tukul yang dilarang dan timbul kembali dengan nama yang sama ditambah kata “Bukan”, MPR kembali mempromosikan empat pilar dengan nama “empat pilar MPR RI” atau “empat pilar saja”, dengan substansi yang sama dengan sebelumnya. Sosialisasi pun terus dilancarkan.

Anggota dan pimpinan MPR terus melakukan proyek “jalan-jalan” untuk mempromosikan “empat pilar”, yang masih saja memasukkan Pancasila di dalamnya. Mungkin ratusan juta sampai miliaran rupiah dikeluarkan satu tahun untuk mempromosikan kegiatan atas empat pilar yang ilegal itu.

Padahal, dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai), Sukarno menyebut Pancasila sebagai dasar falsafah atau "Philosofische grondslag" dari Indonesia.

“’Philosofische grondslag’ itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi,” kata Bung Karno ketika itu.

Pancasila sebagai dasar negara kemudian disebut dengan jelas dalam pembukaan UUD 1945 alinea yang disahkan pada 18 Agustus 1945.

Sekarang tibalah kita pada inti persoalan. Mari kita jabarkan sedikit. Zaskia Gotik, dalam kapasitasnya sebagai orang yang memang dibayar untuk menghibur, bisa kita yakini tidak memiliki maksud tertentu memanfaatkan Pancasila untuk kepentingan dirinya sendiri, untuk mengambil keuntungan pribadi. Dengan mengatakan “bebek nungging”, dia tidaklah mendapat apa-apa kecuali tawa dari penonton, itupun penonton bayaran.

Lalu Sahat. Pemuda asal Sumatera Utara ini berhasil membuktikan bahwa Indonesia belum akrab dengan “satire”. Coba cek saja satu-satu “Pancagila”-nya Sahat, semua terasa masuk di akal, bukan? Kalau kita masih punya mata hati, apa yang ditulis Sahat adalah rangkuman dari ungkapan hati rakyat yang ditindas, diinjak-injak oleh kekuatan modal dan kekuasaan. Menolak apa yang dikatakan Sahat, berarti bangsa Indonesia secara gamblang mengingkari keadaan negerinya sendiri.

MPR? Proyek “empat pilar” itu sudah berjalan sejak 2012, berarti umurnya sudah menjelang empat tahun. Selama itu, mereka telah melakukan sosialisasi sebanyak ratusan kali, sesuatu yang tentunya menghabiskan dana rakyat yang tidak sedikit. Semua biaya ditanggung negara, mulai hotel berbintang, transportasi, makan, minum, sampai jalan-jalan, termasuk untuk para wartawan yang lazim diikutkan.

Walau MK sudah melarang Pancasila masuk dalam empat pilar, mereka tetap menjalankannya dengan “sepenuh hati”. Semua diam, entah karena tidak tahu, tidak mau tahu, atau karena mau tidak mau pura-pura tidak tahu karena sudah disusupi kepentingan. Ketika Zaskia dan Sahat, yang tidak merugikan negara dan rakyat sepeserpun harus ditangkap polisi, kenapa proyek MPR ini bisa berjalan dengan lempang selama bertahun-tahun? Bukankah dengan memasukkan Pancasila dalam empat pilar berarti mengingkari Pancasila sebagai dasar negara, dasar dari seluruh hukum legal di negeri ini? Dan itu berarti merendahkan Pancasila?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun