Selamat Hari Guru pada seluruh Guru di dunia, khususnya di negeri tercinta Indonesia.
Tulisan ini, adalah artikel pertama saya dan sebenarnya mungkin hanya semacam diary atau curhatan yang seolah ditampilkan dalam bentuk artikel, ya... mungkin sekalian belajar menulis artikel. Jadi apapun yang tertulis dan terkandung didalamnya secara mutlak berlaku untuk saya sendiri, bisa dibilang ini diary tapi berbagi rasa siapa tahu ada yang punya unek-unek sama sehingga bisa saling bersilaturahmi antar unek-unek yang ada.
Secara umum ucapan Selamat Hari Guru ini saya sampaikan bukan hanya dikhususkan untuk para Guru yang memang berprofesi sebagai Guru, namun seluruh pengajar yang ada baik itu yang berprofesi Guru atau hanya sekedar ibu rumah tangga yang memberikan pendidikan bagi anak-anaknya.
Memang di dalam KBBI disebutkan bahwa Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar, disebutkan pula bahwa kelakuan murid (orang bawahan) selalu mencontoh guru (orang atasan). saya bukanlah ahli bahasa, namun hanya kadang sering menarik kesimpulan sendiri yang menurut saya pribadi itu logis dan bagi saya Guru adalah seorang pengajar, jadi seorang ibu rumah tangga pun yang mengajari anak-anaknya juga termasuk guru, begitu juga dengan para atasan disuatu perusahaan atau industri yang membimbing bawahannya.
seperti yang kita tahu bahwa pendidikan selalu update, ilmu dan wawasan selalu terbarukan sehingga untuk mendukung itupun sudah bukan rahasia umum lagi bahwa balistung (Baca Tulis Hitung) saat ini menjadi seperti makanan pokok yang harus ditanamkan pada anak-anak  terutama diusia prasekolah, karena memang tuntutan dunia saat ini begitu ketat dan tinggi. Namun untuk mengejar itu kita pun ada baiknya tidak melupakan bahwa anak-anak tetaplah anak-anak dan manusia tetaplah manusia. hmmm....lalu apa hubungannya balistung dengan melupakan jati diri manusia? dan apa sih yang sebenarnya mau ditulis ini?.
tentang balistung, sebenarnya adalah sebagian kecil dari pendidikan namun penting. nah.. di lingkungan saya tinggal, yang kebetulan seperti tinggalnya nenek moyang jaman dulu yang sering dikenal dengan sebutan "nomaden" alias berpindah-pindah tempat tinggal dari satu tempat ke tempat lainnya dan kebetulan juga ternyata secara tidak sengaja terwariskan dari orangtua kepada saya.
Kembali lagi ke lingkungan saya tinggal, balistung ini sudah dianggap oleh sebagian orangtua seperti prosesor yang harus terpasang pada sebuah CPU dimana yang memasang adalah tukang CPU atau ahli IT. kenapa saya ibaratkan begitu? karena memang sebagian orangtua merasa balistung hanya bisa diajarkan oleh orang yang telah memiliki ijazah sarjana pendidikan (red. guru), sebagian besar melupakan peranan orangtua sebagai guru bagi anak-anaknya dimana peran guru ini bukan hanya masalah moral namun juga hal penting lainnya seperti balistung.
Mereka mengajarkan balistung, namun mengajarkan kembali apa yang sudah diajarkan oleh sekolahnya. maksudnya gimana ya? kan sudah tentu orangtua mengajarkan kembali apa yang diajarkan guru-guru anak mereka di sekolahnya? ada yang salah?
Tidak, tidak ada yang salah tentang itu, justru itu sangat bagus.
Namun  yang saya sayangkan adalah caranya, sebagian kecil seakan melupakan bahwa manusia bukanlah robot dan anak-anak memiliki jiwa anak-anak, dimana mereka punya hak untuk bermain dan bersenang-senang dan merekapun memiliki orangtua untuk menjadi teman dalam bersenang-senang menikmati dunianya sebagai anak-anak. selain itu tak jarang pendidikan anak prasekolah seperti TK, telah memberlakukan pekerjaan rumah bagi muridnya yang berhubungan dengan balistung, khususnya membaca dan menulis, namun PR berbentuk membaca dan menulis. lah....emang mau bentuk gimana lagi? tulisannya semakin gak jelas, hehehe
Lanjut curhatannya ni,
Jika diperhatikan, sebenarnya sudah banyak juga para orang tua yang memiliki kurikulum sendiri dalam mendidik anak-anak mereka, namun tak sedikit juga yang tak acuh dan kemudian mempercayakan sepenuhnya pada pihak lain namun ketika hasilnya tidak sesuai expectasi justru si anak malah menjadi korban mental. selain itu sudah banyak juga guru yang memiliki teknik mendidik atau mengajar menyesuaikan dengan psikologi anak yang memanusiakan manusia dan menganggap bahwa anak-anak adalah anak-anak.
Dan kembali ke balistung, sebenarnya paling pas diserap pada usia sekolah dasar (namanya saja sekolah dasar), ya seperti jaman dulu (bukan berarti gak mau maju ya, hehe)
Ah...lama-lama berputar-putar menjadi semakin kacau tulisannya, hehe
Langsung aja deh,
Begini, dalam hal pra pendidikan dasar saat ini, banyak yang terjebak pada balistung sehingga tak sedikit yang mengurangi jatah waktu bermain anak bersama keluarga, dan..... banyak orangtua yang begitu sibuk sehingga waktu bermain dengan anak sangat sedikit. bermain dalam konotasi positif nya bukanlah sekedar bermain tanpa makna dan tanpa hasil, jika orangtua telah menyiapkan kurikulum bagi anak-anaknya sejak awal maka cara bermain mereka mengandung unsur pendidikan.
Tidak semua anak memiliki karakter yang sama, ada yang hanya cukup dengan duduk manis dikenalkan dengan huruf dan cara membacanya langsung mengerti dan paham namun ada pula yang justru dengan duduk mereka akan sama sekali tak paham apa yang diajarkan dan justru lebih paham ketika mengenal huruf sambil bermain bola atau sambil bermain tanah di kebun.
Oleh karena tidak semua orangtua merasakan jenjeng pendidikan yang tinggi atau bahkan tidak merasakan jenjang pendidikan sama sekali, membuat tugas guru yang berprofesi sebagai guru agak semakin berat, karena bukan hanya sekedar mengajarkan balistung namun juga mengajarkan pada mereka sesuai dengan kondisi psikologisnya. yang anak-anak yan dengan caranya anak-anak, yang kutu buku yan dengan caranya kutu buku, yang hyperaktif ya dengan caranya sendiri.
Semakin gak tau kemana kan tulisannya, karena yang nulis saja bingung, hehe. karena semakin tidak jelas berarti langsung diakhiri saja deh....namanya juga belajar nulis, mohon maaf kalau tulisannya kacau dan ada yang merasa tersinggung. sekali lagi ini hanya tulisan diary ya, hehe, jadi mohon jangan tersinggung.
Sebagai penutup diary artikel ini, ada sedikit unek-unek tentang PR pada pendidikan usia dini dan prasekolah.
Jika memang harus ada PR untuk mempersiapkan mereka dalam menghadapi usia sekolah. alangkah baiknya PRnya berbentuk seperti membuat sebuah cerita pengalaman, bisa pengalaman bermain atau liburan atau apa yang dilakukan selama hari libur.
Jika dititik beratkan pada persiapan membaca atau menulis, bisa diberi tugas seperti "selama liburan tulis huruf/kata yang ditemui di perjalanan" yang intinya bagaimana selama libur atau dirumah, sang anak memiliki waktu berkualitas dengan keluarganya. karena anak-anak akan berhenti menjadi anak-anak setelah berubah fase menjdai remaja begitu pula ketika dewasa. cukup sepertinya kita lihat orang dewasa yang bertingkah seperti anak-anak, tidak perlu ditambah lagi, hehe.....
intinya,
SELAMAT HARI GURU
semoga semakin milenial
semakin memanusiakan manusia
semakin berkualitas dalam mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas
semakin banyak menginspirasi
semakin banyak pula melahirkan generasi yang bermoral dan beretika
SELAMAT HARI GURU
PAHLAWAN yang tak pernah ragu
jadilah Pahlawan selalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H