Rei sudah tertidur lelap di kamarnya. "Fyuh, akhirnya dia tenang juga.." Ucap Vei yang daritadi terus menemani Rei dari pulang sekolah hingga sampai ke rumah. "Maaf ya Rei.. gara-gara kakak, kamu jadi harus ngalamin ini semua.." Gumam Vei dengan hati yang penuh rasa bersalah.
Setelah itu, ia menatap langit yang berwarna biru agak oranye. Sayang sekali, Vei tidak akan bisa menikmati langit yang indah itu untuk lebih lama lagi karena sisa waktunya hanya sekitar satu bulan lagi.
...Â
"VEI, VEI, KAMU LIHAT REI ENGGAK?" Ibu Vei membangunkan Vei dengan wajah yang tampak gelisah. "Hoahhmm.." Vei pun bangun dari tidurnya. Ternyata, dia ketiduran di dekat jendela, "Ada apa, bu?" Sang ibu mulai meneteskan air mata, "Rei enggak ada Vei.. dia tiba-tiba hilang begitu saja" Ucapan sang ibu dilanjutkan dengan tangisan yang keras.
"Apa? Yang benar? Kok bisa Rei yang tadi sedang tertidur hilang begitu saja?" Batin Vei. "Ibu sudah coba cari di sekitar rumah? Atau taman? Atau sekolah mungkin?"
"Ayah sudah mencari di sekitar perumahan tapi tidak ada tanda-tanda Rei.." Kata ibu dengan suara yang terisak. Vei berlari keluar dari rumah. "Veii! Mau kemana?" Suara ibu dihiraukannya.
"Tidak, tidak, tidak! Kalau terjadi sesuatu pada Rei, bagaimana dengan ayah dan ibu? Rei, kamu kemana?" Pikir Vei yang tangisannya sudah tak tertahankan. Air matanya yang terjatuh dari pipinya berkilauan di bawah cahaya matahari yang berwarna oranye kekuningan.
Vei membelalakkan mata, "REII!" Teriaknya begitu melihat sosok adik laki-laki nya di tengah teman-teman yang kelihatan sepantaran dengan adiknya itu. Begitu bocah laki-laki yang di sekitar Rei menyadari keberadaan dari Vei, mereka bergegas kabur menjauh. "Kakak??"
"Rei! Kok kamu tiba-tiba menghilang dari rumah sih?" Keluh Vei yang sedang mengatur napasnya yang terengah-engah. "Kakak.. maaf, teman-teman menyuruhku bertemu dengan mereka di jembatan ini." Balas Rei pelan. "Apa? Kenapa? Kenapa kamu mendengarkan mereka? Bukankah mereka mengganggu mu?" Vei tidak paham dengan kelakuan sang adik.
"Mereka menyuruhku mengambilkan topi Marvel yang tersangkut disitu" Laki-laki berusia 10 tahun itu mengarahkan jarinya ke sebuah topi bundar berwarna biru muda yang tersangkut di papan reklame. "Mustahil! Mereka hanya mengerjaimu, Rei. Mana mungkin kamu bisa mengambil topi yang nyangkut di papan yang tingginya 2 meter itu!" Balas Vei dengan nada yang cukup kesal.
"Tapi kak, kata mereka kalau aku mengambilkan topinya, mereka tidak akan menggangguku lagi" Mohon Rei kepada Vei dengan mata yang berbinar-binar. "Tapii.. gimana caranya kamu mau ngambilin topi temenmu itu yang nyangkut disitu?" Keluh sang kakak.