Sayang sekali, Jason tidak bisa lama bermain gitar. Jason harus kehilangan seluruh kemampuannya pada usia 19 tahun (1990) karena terjangkit penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis atau Lou Gehrig) yang menyebabkan Jason lumpuh total. Organ tubuh Jason mati tahun demi tahun, saat ini Jason hanya sanggup menggerakkan matanya. Padahal beberapa tahun sebelumnya Jason masih mampu mengerakkan jari kirinya dan menulis lagu melalui komputer dan menghasilkan album "Perspective". Rencananya Jason akan menulis lagu lagi dengan menggunakan teknologi komputer Macintosh, di mana Jason dapat menggerakkan mousekomputer dengan gerakan matanya. Mungkin inilah sejarahnya di mana seorang gitaris dapat menulis lagu dengan gerakan matanya. Dapat Anda bayangkan betapa berbakatnya Jason dan betapa tingginya semangat Jason dalam menulis karya musiknya.
Layaknya banyak orang besar, masa lalu Jason ibarat hadiah terbaik dari semesta untuk mengembangkan dirinya. Dari awal karirnya sampai saat ini keluarga Jason bukanlah keluarga yang mampu, sehingga saat ini pun, sang ayah harus melukis dan menjual karya lukisannya untuk menanggung biaya perawatan Jason. Semua itu membentuk Jason bukan sebagai anak lemah, karena telah terbiasa berjuang sejak kecil. Selain itu, sejak Jason kecil, ayahnya adalah seorang penggemar Bob Dylan yang sangat mempengaruhi musik Jason. Ayah Jason dan paman Jason juga seorang pemain gitar klasik yang baik, sehingga Jason menguasai permainan klasik Segovia.
Jason menyukai musik klasik, ia memiliki buku 24 Caprice Niccolo Paganini dan selalu menggunakan sebagai latihan. Jason menerima acoustic/electric guitar Takamine pertama dari ayahnya pada usia 12 tahun, lalu ia tampil untuk sekolahnya dan sekolah lainnya. Pada usia 13 tahun, guru sekolah Jason sangat kagum dengan permainan dan bakat Jason, kemudian memintanya untuk memimpin sebuah Jazz Ensemble. Tepat pada usia 14 tahun Jason menghabiskan semua waktunya untuk berlatih dan meramu komposisi musik dia sendiri. Waktu itu Jason juga sempat belajar teknik arpeggio secara mendalam dengan Dave Creamer. Pada usia 16 tahun, permainan dan teknik Jason telah mencapai tingkat yang sangat tinggi.
Akhirnya Jason mencoba mengirim demo rekaman 45 menitnya ke produser Mike Varney (bos Shrapnel Records). Jason memainkan 2 karya Niccolo Paganini (klasik) dan 2 lagu blues. Sebagian besar dari rekaman tersebut hanyalah improvisasi di chord yang sederhana, tetapi Jason memainkan teknik counterpoint dengan menggunakan volume gitarnya. Menurut Jason teknik ini adalah ide yang konyol, tetapi justru Mike Varney menganggap itu adalah ide yang cemerlang.
Tidak lama setelah itu Mike Varney menemukan Marty Friedman di bar, Jason disuruh menghubungi Marty. Akhirnya Jason datang ke rumah Marty di San Fransisco dan bermain (jam session) setiap harinya. Mereka sangat banyak memainkan blues dan selalu memainkan harmoni yang menyatukan musik mereka berdua. Marty dan Jason saling belajar satu sama lainnya. Pada tahun itu juga Marty Friedman dan Jason Becker membentuk group band pertama mereka "Cacophony" yang mengegerkan dunia gitaris shredder. Album pertama mereka adalah "Speed Metal Symphony" dan album keduanya adalah "Go Off!". Di kedua album tersebut, orang dapat menyaksikan betapa hebat kemampuan memadukan kedua warna musik yang mereka miliki, Marty dan Jason masih dapat saling mengiringi dan menjaga harmoni permainannya dalam kecepatan yang tinggi.
Cacophony sendiri banyak membuat konser terutama di negara Jepang. Jason bahkan sempat mendemonstrasikan permainan dalam membawakan lagu "Eruption" (karya Van Halen) yang cukup sulit, dengan menggunakan satu tangan kiri sembari tangan lainnya memainkan yoyo. Marty dan Jason memang kompak, sebelum album "Go Off!" diluncurkan, mereka juga sama-sama merilis album solo, Jason Becker dengan solo album "Perpetual Burn" dan Marty dengan solo album "Dragon's Kiss". Setelah menyelesaikan tour "Go Off!", Marty dan Jason memutuskan untuk solo karir dan mencari band yang mengangkat nama mereka. Ketika "David Lee Roth" (ex-vokalis Van Halen yang bersolo karir) memilih gitaris barunya, Jason menunjukkan bahwa ia mampu memainkan sekian banyak lagu Van Halen dengan gaya dia sendiri seperti Hot For Teacher, Yankee Rose dan Skycraper.
Akhirnya, kedua gitaris itu menemukan grup band mereka, Marty berhasil terpilih sebagai gitaris group band thrash yang bergengsi: "Megadeth" dan Jason berhasil terpilih sebagai gitaris "David Lee Roth" (ex-vokalis Van Halen) menggantikan posisi gitaris besar, Steve Vai. Sejak saat itu nama Marty dan Jason menjadi besar, berbagai majalah gitar terkemuka di USA seperti Guitar World, Guitar Practising Musician, Guitar Player dan lainnya memuji kemampuan bermain mereka. Bersama David Lee Roth, Jason mengisi seluruh gitar utama di album "A Little Ain't Enough". Jason semakin menjadi sorotan di dunia gitar dan mulai tour bersama group bandnya David Lee Roth.
Lalu tibalah awal prahara itu, pada saat berusia 19 tahun,ketika Jason tengah merekam lagublues Bob Dylan "Meet Me In The Morning", tiba-tiba Jason merasakan tangan kanannya semakin melemah dan nyaris tidak dapat digerakkan. Akhirnya lagu blues ini dimainkan dengan whammy bar[2]-nya tanpa menggunakan vibrato bending[3] sama sekali. Lemahnya tangan kanan Jason bahkan menyebabkan dia tidak dapat meneruskan tour bersama group bandnya David Lee Roth. Tidak disangkanya setelah di-check, Jason terkena penyakit lumpuh ALS yang menyebabkan semua urat syaraf Jason berhenti berfungsi.
Selama 6 tahun lebih Jason lumpuh sehingga tidak dapat memainkan gitarnya lagi, hanya jari kirinya yang dapat digerakkan. Jason tidak dapat berjalan, makan maupun berbicara. Kendati demikian, hal yang luar biasa masih mampu dia lakukan. Jason yang sudah hampir lumpuh total tersebut berhasil menulis lagu berkat tangan kirinya yang masih dapat menggerakkanmouse komputer. Itu berarti Jason menulis lagu dengan pikirannya tanpa menyentuh gitar kesayangannya. Tak lama kemudian Jason mengeluarkan album solonya yang kedua berjudul "Perspective". Berhubung Jason sendiri tidak dapat memainkan gitarnya di album "Perspective" ini, maka permainan gitar Jason diganti oleh gitaris country rock yang cukup terkenal bernama Michael Lee Firkins dibantu oleh teman-teman lainnya. Walaupun pada album ini Jason hanya menulis dengan pikirannya bukan berarti hasil karyanya tidak berkualitas lagi. Anda bisa simak sendiri karya Jason yang sangat rumit di album ini dengan judul "Seranna" dan "End Of The Beginning".
Setiap lagunya mencerminkan semangat dalam diri (innerfire) Jason Becker untuk hidup/sembuh kembali. Dengan tegas Jason menuliskan di cover album "Perspective", bahwa penyakit ALS hanya dapat melumpuhkan organ tubuh dan suaranya tetapi tidak dapat melumpuhkan pikiran dan musiknya. Tahun demi tahun telah berlalu, penyakit Jason semakin parah dan kini Jason hanya dapat menggerakkan bola matanya. Namun Jason masih belum putus asa, ayah Jason memutuskan untuk menggunakan teknologi komputer Macintosh yang didesain khusus untuk orang cacat. Dengan menggunakan perangkat Macintosh ini, Jason dapat menggerakkan mouse komputer dengan gerakan matanya!
Jason Becker (tengah) diapit Richie Koetzen (ex gitaris Poison dan Mr. Big) di kiri dan Steve Lukather (gitaris Toto) di kanan.
Direncanakan album ketiganya akan ditulis dengan gerakan mata Jason. Dapat Anda bayangkan betapa tingginya semangat Jason memperjuangkan musiknya. Banyak sekali gitaris terkenal seperti Eddie Van Halen, Marty Friedman, Paul Gilbert, Vinnie Moore, dll yang salut terhadap perjuangan Jason dan mengunjungi rumahnya. Akhirnya salah satu fans Jason mengajukan ide kepada Amy Becker (kakak ipar Jason) untuk membuat sebuah album tribute untuk Jason Becker. Ide ini ternyata berjalan dengan baik, keluarga Jason menghubungi perusahaan-perusahaan rekaman yang bersedia men-sponsori rekaman ini dan gitaris-gitaris yang bersedia membantu project album tribute ini[4].
Dalam waktu 3 bulan, perusahaan rekaman "Lion Music" menyetujuinya. Marty Friedman sebagai sahabat dan pasangan Jason dalam group band Cacophony menjadi gitaris pertama yang menyetujui ide album tribute ini. Ternyata hasilnya di luar dugaan, artis-artis terkenal berikut ini bersedia membantu rekaman tribute ini secara sukarela: Eddie Van Halen, Marty Friedman, Paul Gilbert (ex-Mr.Big), Vinnie Moore, Kee Marcello (ex-Europe), Joe Lynn Turner (ex-Deep Purple dan ex-vokalis Yngwie Malmsteen), Neil Zaza, Anders Johansson (ex-Yngwie Malmsteen), Chris Poland (ex-Megadeth), Jeff Watson (ex-Night Ranger), Stephen Ross, James Byrd, Matt Bissonette, Mark Boals, Ron Thal, Joy Basu, Alex Masi, Lars Eric Mattsson, James Kottak, Ron Keel, Ted Poley, Stevie Salas, Jeff Pilson, ,Phantom Blue, dll. Album tribute ini selesai dan diluncurkan pada hari ulang tahun Jason tgl 22 Juli 2001.
Melampaui Eksistensi, menemukan Esensi
Itulah sekelumit kisah Jason Becker. Dan kisah itulah yang membuat saya yakin bahkan bergenerasi-generasi lagi, Jason akan tetap menjadi musisi yang mampu menginspirasi banyak orang. Kisahnya mengajak kita menyadari bahwa ada kekuatan luar biasa yang membuat seseorang tak akan berhenti menggeluti suatu hal yang dilibati dengan cinta. Kekuatan itu ibarat nyala dalam diri yang tak akan pernah mati walau apapun keadaan yang membatasi tubuh. Tubuh Jason Becker memang hampir tak lagi berfungsi. Namun kebesarannya sebagai musisi tak terbatasi tubuh yang ia miliki. Di sinilah saya mencoba merenungkan lebih dalam kredo filsafat eksistensialis, yaitu ‘Eksistensi mendahului esensi’.
Kelahiran setiap orang di dunia, pada dasarnya adalah semacam keterlemparan ke dalam tubuh yang tak pernah bisa kita pilih sebelumnya. Tubuh dengan warna, ukuran, kombinasi sel, dan pernik-pernik yang sifatnya niscaya. Tubuh itulah yang kemudian menjadi eksistensi seseorang. Namun, seperti juga diajarkan dalam banyak filsafat kuno dan religi, di setiap eksistensi itu selalu ada esensi yang mengikuti. Esensi inilah yang sebenarnya mesti ditemukan manusia, karena di situ letak ‘fitrah’ dari masing-masing diri.
Ketika manusia mampu menemukan esensi tersebut, maka pada dasarnya ia sudah melampaui kebertubuhannya yang fana. Ia masuk ke dalam sesuatu yang agung, mulia, atau bisa pula kita sebut sesuatu yang ‘Ilahiah’, yang sebenarnya sejak awal sudah ada dalam diri. Sesuatu yang Ilahi dalam diri ini memampukan seseorang melampaui keterhentian oleh keterbatasan dari tubuh yang selalu terjerat antara ruang dan waktu. Bahkan, sesuatu yang Ilahiah dalam diri inilah alasan bagi manusia untuk hidup. Persis di sinilah kita bisa merenungkan kalimat Nietzche: “Dia yang tahu mengapa dirinya hidup, akan dapat menjawab semua pertanyaan bagaimana mesti hidup”. Itulah yang bisa kita lihat pada sosok seorang Jason Becker.
Ngomong-ngomong tentang sesuatu yang Ilahi yang mampu membawa manusia melampaui keterbatasan tubuhnya, saya juga teringat kalimat dari Thomas Carlyle: “Hanya ada satu kuil di alam semesta…dan itu adalah tubuh manusia”. Barangkali, Yang-Ilahi bukan berada di kuil-kuil pemujaan yang mengajarkan kerajaan di atas sana, namun bersemayam jauh di dalam diri kita masing-masing. Ia ibarat nyala dalam diri yang jika kita temukan akan terus-menerus membakar semangat kita untuk hidup…Ya,karena memang itulah Jawaban mengapa saya harus hidup.
Semoga Anda menemukan Jawaban itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H