Membaca cerita pendek itu sangat seru. Bayangkan, dengan cerita yang cukup singkat, pembaca seolah-olah masuk ke dunia lain. Pembaca seperti ikut merasakan sesuatu yang dirasakan oleh tokoh-tokoh dalam cerita, bahkan hingga merenungkannya setelah membaca.
Nah, pertanyaan yang sering kali muncul adalah bagaimana cerita pendek bisa begitu mengena perasaan? Ya, jawabannya tentu saja adalah adanya emosi cerita.Â
Emosi dalam cerita pendek itu bagaikan bumbu yang membuat masakan menjadi lezat. Tanpa emosi, mungkin cerita masih bisa dipahami, tetapi rasanya akan hambar dan kurang menggigit. Setiap kata, kalimat, dan paragraf punya peran penting untuk membangun koneksi emosional antara cerita dan pembaca. Di sinilah kemampuan penulis diuji.Â
Namun, bagaimana kita sebagai penulis mampu membangkitkan emosi pembaca dalam waktu yang singkat?
Ciptakanlah Tokoh Terkait
Perumpamaan tokoh dalam cerita pendek itu adalah sebagai tamu istimewa yang hanya memiliki sedikit waktu untuk membuat kesan mendalam bagi pembaca. Karena terbatasnya ruang untuk cerita pendek, penulis sebaiknya tidak perlu terlalu banyak dan berbelit-belit memperkenalkan tokoh, tetapi cukup memilih beberapa ciri utama yang langsung menggambarkan siapa tokoh di dalam cerita dan seberapa penting tokoh tersebut.
Sebagai contoh, narasi dalam cerpen "Sang Pemahat" oleh Budi Darma:
Ini dia, sang pemahat terkenal, Jiglong namanya, nama asli dari kedua orang tuanya di desa, bukan nama buatan setelah dia terkenal atau ingin terkenal. Dua gigi depan Jiglong sudah lama rontok, dan tidak pernah diperbaiki. Wajahnya memendam bekas luka-luka lama, yang juga tidak pernah diobati. Cara Jiglong berjalan biasa, tapi kalau diamat-amati akan tampak, dia agak pincang.
....Â
Berapa umur Jiglong tidak ada yang tahu, bahkan Jiglong sendiri pun tidak tahu. Dia lahir dari rahim seorang perempuan desa, buta huruf, dan tidak mempunyai pekerjaan kecuali kalau disewa untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar. Ayahnya, Sowirono namanya, sama dengan istrinya, buta huruf, tidak mempunyai apa-apa."
Kalimat-kalimat dalam cerita tersebut langsung membawa pembaca ke dalam kehidupan dan latar belakang sang pemahat, Jiglong, yang penuh dengan kesederhanaan dan kesulitan. Dengan deskripsi singkat tapi detail, pembaca segera memahami bahwa Jiglong adalah seorang yang terbentuk oleh kerasnya kehidupan di desa. Tidak hanya itu, gambaran fisik seperti gigi yang rontok, wajah dengan bekas luka, dan cara berjalan yang sedikit pincang, dapat menimbulkan rasa simpati dan keingintahuan tentang kehidupannya.
Bangunlah Sebuah Konflik
Penulis sebaiknya membuat konflik yang padat dan signifikan dan langsung tertuju ke inti karena tidak banyak ruang untuk bertele-tele. Konflik ini bisa berupa pergulatan batin tokoh, atau konflik dengan tokoh lain atau lingkungan.
Berikut adalah satu kalimat panjang yang memunculkan konflik tajam dari cerpen "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga" karya Kuntowijoyo:
Aku tidak tahu, mengapa aku masih bisa duduk di sini menikmati indahnya bunga-bunga, sementara di luar sana ada anak-anak yang menangis kelaparan, ada petani yang tanahnya dirampas, dan ada perempuan-perempuan yang dipaksa menjual tubuhnya---dan aku, dengan egoisme yang entah dari mana, merasa berhak untuk menikmati keindahan ini tanpa merasa bersalah.
Kalimat ini menunjukkan dengan jelas pergulatan batin tokoh utama yang berjuang menghadapi rasa bersalah karena menikmati sesuatu yang indah sementara orang lain menderita.
Memunculkan Ketegangan
Ketegangan juga penting dalam cerita pendek. Walaupun ceritanya singkat, ketegangan tetap bisa dibangun dengan cara yang efektif. Konflik yang meningkat secara alami akan membuat pembaca merasa terlibat dalam cerita.
Misalnya, dalam cerpen "Bunga Kering" karya Trisno Yuwono. Cerita ini penuh dengan ketegangan yang memuncak secara alami, terutama ketika tokoh utama merasa terjebak dan tidak berdaya dalam situasi yang menakutkan.Â
Dalam cerita tersebut, sang tokoh berhadapan dengan sosok misterius (seorang kakek) yang perlahan-lahan memperlihatkan sisi menyeramkan, sehingga ketegangan dan rasa takut semakin meningkat hingga puncaknya.
Ia menjangkau tangan kananku. Membungkuk, dan tanganku diciumnya. Aku tidak berdaya. Bunga itu dipindahkan ke tanganku. Aku menggenggamnya, seolah dalam impian.
Ia menarik tanganku dan aku mengikutinya. Di tangan kananku setangkai bunga. Ketika aku sempat menyadari, kulihat pintu pagar rumah tua itu. Pasti, dialah kakek itu! Ya, Allah! Aku menjerit sekerasnya. Teriakan itu tersumbat di kerongkonganku. Aku meronta. Ia memegangiku lebih kuat. Tertawa terkekeh. Aku meronta dan tertawanya yang serak itu alangkah kerasnya.
Deskripsikan secara Tajam
Deskripsi yang tajam bisa membantu membangun suasana emosional yang kuat. Penulis bisa menggambarkan pemandangan, suara, bau, atau tekstur dengan cara langsung mengarahkan pembaca pada suasana hati atau tema cerita.
Misalnya, dalam cerita pendek "Kado Sang Karib" karya Putu Wijaya, deskripsi tentang suasana malam yang sunyi dan rasa kesepian sangat mendukung tema persahabatan dan kehilangan yang menjadi inti cerita.Â
Malam makin tua, jalan-jalan makin sepi, orang-orang yang lalu-lalang sudah lama masuk ke dalam rumah. Hanya lampu-lampu jalan yang tetap tegak, memancarkan sinarnya yang lemah, seolah-olah siap mati kapan saja. Angin malam menyelinap pelan di antara pepohonan, membawa udara dingin yang menggigit tulang.
Selain itu, pilih deskripsi yang memiliki beban emosional. Artinya, deskripsi yang dipilih harus bisa menggambarkan situasi sekaligus menambah kedalaman emosi.Â
Sebagai contoh, dalam "Sepotong Senja untuk Pacarku" karya Seno Gumira Ajidarma, deskripsi tentang senja bukan hanya menggambarkan langit yang berubah warna, tetapi juga menggambarkan perasaan mendalam dari karakter yang sedang merenung.Â
Langit senja itu begitu indah, begitu lembut, begitu mesra, seperti kau, begitu manis. Senja adalah perpisahan hari dengan malam, seperti aku yang harus pergi dari hidupmu. Warna merah jambu itu seperti harapan yang tersisa, sebelum akhirnya padam di cakrawala.
Jagalah Irama yang Pas
Irama cerita dalam cerita pendek harus dijaga agar pembaca tetap terlibat dari awal sampai akhir. Irama yang terlalu cepat bisa membuat pembaca bingung, sementara irama yang terlalu lambat bisa membuat mereka bosan. Jadi, penting untuk menemukan keseimbangan yang pas.
Misalnya, pada saat-saat yang penuh emosi, kita bisa memperlambat irama sedikit agar pembaca punya waktu untuk meresapi momen tersebut. Namun, jangan sampai cerita terasa terlalu lambat sehingga kehilangan daya tariknya.Â
Contoh yang bagus ada dalam cerita pendek "Nyonya-Nyonya" karya Umar Kayam. Dalam cerpen tersebut, Umar Kayam memang memperlambat irama pada bagian-bagian yang penuh perasaan, terutama ketika tokoh utama, seorang wanita tua, merenungkan kehidupannya yang sudah berlalu. Suasana penuh refleksi dan perasaan mendalam tercipta melalui deskripsi kenangan masa lalu yang terasa pahit di masa tuanya.
Hari sudah sore. Matahari sebentar lagi tenggelam. Ia duduk terdiam, memandangi langit yang mulai redup. Pikiran-pikirannya melayang, mengingat waktu-waktu yang sudah jauh tertinggal di belakang.
Perubahan irama yang tiba-tiba juga bisa efektif untuk membangun ketegangan atau mengejutkan pembaca. Dalam cerita pendek "Dua Lelaki" karya Mochtar Lubis, perubahan cepat dari adegan tenang ke adegan yang penuh aksi menambah ketegangan dan membuat pembaca merasa terkejut dan tersedot ke dalam cerita.Â
Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar letusan tembakan. Lelaki itu terlonjak, seperti mendapat perintah yang tak terucapkan. Kakinya bergerak cepat, seolah tak ada lagi waktu untuk berpikir atau ragu.
Buatlah Dialog Realistis
Dialog dalam cerita pendek harus efektif dan padat makna. Setiap kata dalam dialog harus dipilih dengan hati-hati agar bisa mengungkapkan perasaan atau memajukan plot dengan efisien. Dialog yang tepat bisa membuat emosi karakter lebih terasa oleh pembaca.Â
Misalnya, dalam cerita pendek "Pelajaran Mengarang" karya Seno Gumira Ajidarma, dialog antara guru dan murid berhasil mengungkapkan kebingungan dan kritik sosial dengan sangat efektif.Â
"Ibu, apa saya boleh menulis tentang kemiskinan, seperti yang dilihat di kampung saya?"
Kalimat ini, meskipun singkat, memiliki kedalaman makna dan mengungkapkan ketegangan antara harapan sosial dan realitas kehidupan.
Momen Kejutan yang Mengesankan
Momen kejutan atau plot twist dalam cerita pendek bisa sangat efektif untuk memunculkan emosi mendalam dalam waktu yang singkat. Namun, perlu diingat bahwa twist tersebut harus terasa masuk akal dan tidak dipaksakan. Kejutan yang terlalu dipaksakan bisa merusak keseluruhan cerita.
Kejutan yang baik adalah yang membuat pembaca merinding setelah selesai membaca. Misalnya, dalam cerita pendek "Sang Penyair" karya Chairil Anwar.Â
Ketika aku melihat bayangan itu, perlahan aku menyadari, dia adalah diriku sendiri yang sedang sekarat.
Kalimat ini menggambarkan bagaimana tokoh utama menyadari bahwa bayangan yang ia lihat adalah representasi dari dirinya sendiri yang menghadapi kematian. Kalimat itu menambahkan lapisan emosional yang dalam pada cerita. Twist ini menciptakan momen refleksi dan ketegangan sehingga mampu menggugah pembaca untuk merenungkan makna hidup dan kematian.
Penutup yang Menggugah
Akhir cerita dalam cerita pendek sering kali menjadi elemen yang paling diingat oleh pembaca. Penutup yang menggugah emosi bisa membuat cerita pendek tetap hidup dalam ingatan pembaca, bahkan setelah mereka menutup halaman terakhir.
Penutup yang terbuka juga bisa memberikan dampak emosional yang kuat, seperti dalam cerita pendek "Sebuah Pintu Terkunci" karya Sapardi Djoko Damono. Akhir yang tidak sepenuhnya menyelesaikan konflik, tetapi justru membuka lebih banyak pertanyaan, bisa membuat pembaca terus merenungkan cerita tersebut.Â
Ia berdiri di depan pintu yang terkunci itu, dan sejuta pertanyaan terlintas di benaknya.
Secara keseluruhan, memunculkan emosi dalam cerita pendek adalah seni yang membutuhkan ketepatan dan kecermatan. Penulis bisa membuat cerita pendek yang kuat dan berkesan. Emosi yang dibangkitkan dengan baik akan membuat cerita pendek tidak hanya menarik, tetapi juga meninggalkan kesan bagi pembaca.
---Â
Shyants Eleftheria, Osce te Ipsum
Daftar pustaka:
Darma, Budi. "Sang Pemahat." Dalam Kumpulan Cerita Pendek Budi Darma.
Kuntowijoyo. "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga." Dalam Kumpulan Cerita Pendek Kuntowijoyo.
Trisnoyuwono. "Bunga Kering." Dalam Kumpulan Cerita Pendek Trisnoyuwono.
Wijaya, Putu. "Kado Sang Karib." Dalam Kumpulan Cerita Pendek Putu Wijaya.
Ajidarma, Seno Gumira. "Sepotong Senja untuk Pacarku." Dalam Kumpulan Cerita Pendek Seno Gumira Ajidarma.
Kayam, Umar. "Nyonya-Nyonya." Dalam Kumpulan Cerita Pendek Umar Kayam.
Lubis, Mochtar. "Dua Lelaki." Dalam Kumpulan Cerita Pendek Mochtar Lubis.
Ajidarma, Seno Gumira. "Pelajaran Mengarang." Dalam Kumpulan Cerita Pendek Seno Gumira Ajidarma.
Anwar, Chairil. "Sang Penyair."Â Dalam Kumpulan Puisi dan Cerita Pendek Chairil Anwar.
Damono, Sapardi Djoko. "Sebuah Pintu Terkunci." Dalam Hujan Bulan Juni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H