Bahkan di dalam apartemen ini, bahaya selalu mengintai. Ada malam ketika listrik padam, lalu bisikan itu memperingatkan aku agar tidak keluar kamar. Aku mendengar suara-suara langkah dari koridor, seseorang menggedor pintu tetangga. Tidak lama kemudian, aku tahu ada perampokan besar-besaran di gedung ini. Semua yang keluar dari kamar malam itu dijadikan sandera, tapi aku? Aku tetap aman karena ia memberitahuku untuk tetap tinggal.
Aku tahu lebih banyak dari yang orang-orang pikirkan. Bahaya selalu ada, bersembunyi di tempat-tempat yang tidak terlihat oleh orang lain. Bisikan itu selalu benar. Dunia ini penuh kebohongan dan kegelapan yang hanya aku yang bisa melihatnya. Mereka, orang-orang itu, tidak akan pernah mengerti.
"Dengar Jono, yang nyata adalah apa yang ada di depanmu," kata dokter Suzanah lagi, suaranya tenang, mungkin karena sudah lima puluh tahunan, "bukan apa yang kamu dengar di dalam kepalamu," lanjutnya.
Yang nyata? Apa yang dokter tahu tentang kenyataan? Dia tidak hidup dalam dunia yang penuh dengan ancaman tersembunyi, ketika setiap orang bisa menjadi musuh. Aku menatap dokter Suzanah. Apakah aku harus mempercayainya? Mungkin.
Jadi, untuk kali ini, aku mengalah. Aku mencoba mengabaikan bisikan itu. Aku mencoba menjalani hariku tanpa mendengarkannya sebab Pak Haris tidak mungkin jahat. Dia orang baik. Dia hanya pria tua yang kesepian, begitu orang-orang bilang. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa aku mungkin salah, mungkin bisikan-bisikan itu salah kali ini.
Selama beberapa minggu, aku berhasil. Bisikan itu melemah, tenggelam. Aku merasa lebih ringan, lebih bebas. Orang-orang di sekitar apartemen mulai menatapku tanpa rasa takut atau aneh. Aku mulai percaya bahwa mungkin, mungkin saja, aku bisa hidup normal seperti mereka, bukan pengidap Skizotipal lagi.
Namun, ternyata bisikan itu tidak sepenuhnya pergi. Malam itu, ia kembali dan dunia kembali bising.
Keributan di luar jendela apartemenku tiba-tiba memecah keheningan. Sirine polisi, langkah-langkah tergesa-gesa. Aku terbangun dengan perasaan tak menentu, seperti ada sesuatu yang sedang terjadi---sesuatu yang salah. Aku berlari ke jendela, menengok ke luar, ke arah kerumunan yang mulai berkumpul. Polisi? Aku keluar, turun ke lantai bawah. Orang-orang berkerumun, berbisik-bisik.
Di tengah kerumunan itu, aku melihat Pak Haris.
Dia berdiri di sana, terborgol, wajahnya terlihat bingung. Polisi mengapitnya di kedua sisi, menyeretnya ke mobil. Wajah yang tadinya selalu ramah itu kini berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih gelap. Seperti topeng yang terlepas.
Sial! Aku tahu bahwa selama ini aku benar. Bisikan-bisikan itu benar. Ia mencoba memberitahuku, teapi aku yang tidak mau mendengarkannya. Aku menatap Pak Haris, mataku terbuka lebar, jantungku berdetak-detak. Dunia berputar. Salah satu penghuni memberitahuku kalau Pak Haris terlibat dalam sesuatu yang besar. Pencucian uang. Astaga!