Ada sesuatu di balik dinding apartemen ini. Ia selalu bersembunyi. Setiap detik, ia seperti jarum yang menyusup ke dalam kulitku. Tajam, dingin, mengganggu. Setiap kali aku menarik napas, udara rasanya seperti lumpur menebal, lalu membenamkanku. Ia kian dekat, terlalu bising, bahkan berteriak-teriak. Mata yang tidak terlihat sedang mengawasi gerak-gerikku. Ia memantau. Ia menunggu. Aku bisa merasakannya, setiap detik di sini adalah ancaman.
Aku hidup di antara keheningan yang mengancam dan bisikan yang meracau. Ia mengikutiku. Dan, aku tahu sesuatu akan terjadi.
Praank! Gelas di meja dapur terhempas, jatuh. Pecahannya tergeletak berserakan seperti serpihan ingatan yang tidak akan bisa kubawa kembali. Pecahan kaca, berkilauan, tajam, seperti diriku. Aku terpaku memandangnya. Ada sesuatu di sana. Serpihan-serpihan itu seperti berbicara, menyuruhku memungut mereka satu per satu. "Sesuatu yang buruk akan terjadi!" Begitu kata-kata mereka.
Aku berjongkok, tanganku gemetar menjumput pecahan-pecahan itu. Potongan demi potongan, lebih kecil, lebih halus, kusatukan ke dalam kertas. Kertasnya berbisik, "Cepat... cepat, jangan sampai kau terluka!"
Aku memasukkan semuanya ke dalam kantong plastik hitam. Tempat sampah di dapur sudah penuh---seperti selalu penuh, seakan-akan hidupku di sini pun adalah membuang sampah yang tidak pernah habis. Aku langsung membawanya ke luar, ke tempat pembuangan umum di lantai bawah. Beres.
Lalu aku bertemu seseorang. Pak Haris.
"Jauhi dia, jauhi dia, bahaya!" bisikan itu langsung menyerang. Ia seperti semburan yang menusuk-nusuk di telingaku, lalu menusuk-nusuk masuk kepalaku.
Pak Haris berdiri di sana, memegang ponsel. Wajahnya ramah---terlalu ramah. Namun, aku tahu, dia terlibat dalam sesuatu yang besar, sesuatu yang kotor. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa tahu, tetapi aku tahu.
Langkahku terhenti saat Pak Haris mendekat. Wajahnya berseri-seri dan tersenyum, senyum yang sangat manis. Semua orang di apartemen ini menganggapku aneh, kecuali dia. Pak Haris selalu baik kepadaku.
"Lama tidak kelihatan, Jono. Sibukkah sekarang?" tanyanya. Suaranya ringan.