Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengapa Keterikatan Emosional Membuat Kita Sulit Meninggalkan Situasi Buruk?

3 Oktober 2024   18:35 Diperbarui: 3 Oktober 2024   18:41 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum, kita cenderung bertahan dan enggan melepaskan apa yang kita miliki sebab masih berharap keadaan akan membaik. Misalnya, kita enggan menyerah dan terus bekerja di lingkungan yang beracun, atau mempertahankan pertemanan dan hubungan berbahaya, meskipun kita berkali-kali berusaha mengubah cara orang lain memperlakukan kita. Namun, ada kalanya kita perlu bertanya pada diri sendiri: Apakah situasi ini layak dipertahankan?

Menjauh sering kali dianggap sebagai keputusan menyerah atau gagal, padahal bisa jadi itu adalah pilihan terbaik. Meninggalkan sesuatu yang merugikan bisa menjadi kelegaan, meski sulit untuk melakukannya. 

Keputusan untuk menjauh memang tampak sederhana, tetapi sebenarnya rumit karena dipengaruhi oleh ketakutan dan keterikatan kita. Intinya, kita harus bertanya: "Apakah situasi ini baik untuk saya, atau sudahkah waktunya untuk mengambil langkah menjauh?" Pertanyaan ini sederhana, tetapi jawabannya sering kali sulit ditemukan.

Mengapa Kita Sulit untuk Menjauh

Banyak orang menganggap menjauh adalah tanda kelemahan. Namun, menariknya, orang yang diuntungkan oleh kehadiran kita biasanya ingin kita bertahan. Mengapa? Karena menjauh adalah satu-satunya cara untuk melepaskan mereka dari kekuasaan atas diri kita. Ini adalah tindakan kekuatan, menandakan kemampuan kita untuk berkembang tanpa bergantung pada orang lain. Dengan mundur, kita menunjukkan kemandirian kita dan memperkuat posisi negosiasi.

Meskipun demikian, banyak orang kesulitan untuk pergi karena merasa terlalu terikat pada apa yang telah ditinggalkan. Alasan mengapa kita merasa sulit untuk menjauh dari suatu situasi adalah keterikatan. Keterikatan membuat kita enggan berpisah, bahkan ketika hal yang ingin kita tinggalkan telah menjadi beban. Ironisnya, benda atau hubungan yang mengikat kita ini bahkan bisa berupa sesuatu yang belum kita miliki. Misalnya, kita mungkin sangat menginginkan persahabatan tertentu, sehingga setiap hari kita memikirkan bagaimana menjaga hubungan tersebut, meskipun hubungan itu mungkin sudah tidak lagi sehat.

Saat kita terikat, baik itu pada ide masa depan, sesuatu di masa kini, atau kenangan masa lalu, kita akan kesulitan untuk melepaskannya. Keterikatan ini berlaku untuk segala hal: benda, hubungan, hewan, bahkan gagasan. Melalui keterikatan, hal-hal ini memiliki kuasa atas kita, dan mereka yang tahu tentang keterikatan kita bisa memanfaatkan kekuatan tersebut.

Misalnya, jika seorang teman tahu bahwa kita sangat bergantung pada persahabatan dengannya, dia tahu posisinya kuat. Karena kita begitu terikat dengan ide memiliki sahabat yang akrab, kita mungkin sulit untuk meninggalkan hubungan itu, bahkan jika kita diperlakukan buruk. Kita cenderung mengabaikan "cacat" dalam hubungan tersebut karena takut kehilangan.

Keterikatan dalam Hubungan Beracun dan Ketakutan Akan Ketidakpastian

Keterikatan juga menyebabkan kita kesulitan untuk menjauh dari hubungan beracun. Jika seseorang, entah itu teman, pasangan, atau kolega, terus-menerus menyakiti kita, tetapi kita merasa sangat terikat, maka menjauh menjadi tantangan besar. Melarikan diri dari hubungan tersebut berarti kita tidak hanya meninggalkan rasa sakit, tetapi juga kehilangan seseorang yang selama ini kita anggap penting. Bahkan, orang yang membuat kita merasa bersalah karena ingin menjauh, bisa makin memperkuat keterikatan tersebut. hal itu pada akhirnya membuat kita merasa kian sulit untuk keluar.

Alasan lain mengapa sulit untuk menjauh adalah ketakutan akan ketidakpastian. Kita khawatir tentang apa yang mungkin terjadi jika kita meninggalkan situasi yang sudah akrab. Apa yang akan terjadi di sisi lain? Apakah kita akan lebih bahagia atau justru lebih sengsara?

Kita mungkin membenci pekerjaan kita, tetapi apakah ada sesuatu yang lebih buruk menanti kita jika kita berhenti? Kita mungkin terjebak dalam pernikahan yang buruk, tetapi bukankah hidup kita akan berantakan jika kita berpisah?

Ketidakpastian tentang masa depan ini sering kali cukup menakutkan untuk membuat kita terjebak dalam situasi yang tidak sehat. Kita takut meninggalkan yang sudah kita kenal untuk sesuatu yang tidak pasti.

Jadi, Kapan Harus Pergi Menjauh?

Menentukan kapan waktunya untuk pergi memang tidak mudah. Jawaban atas pertanyaan ini bersifat subjektif, tergantung pada banyak faktor. Filsuf Stoik, Epictetus, memberi perumpamaan yang dapat membantu: Bayangkan ada asap di rumah. Jika asapnya sedikit dan rumah masih bisa ditinggali, tidak apa-apa untuk tetap tinggal. Namun, jika asapnya terlalu banyak hingga menjadi bahaya, mungkin saatnya untuk pergi.

Perumpamaan ini adalah metafora yang kuat untuk memutuskan kapan kita harus menjauh dari situasi berbahaya. Namun, dalam praktiknya, menentukan apa yang dimaksud dengan "terlalu banyak asap" bisa sulit. Terkadang, bahaya yang dihadapi sangat jelas, seperti dalam kasus kekerasan fisik. Namun sering kali, situasinya lebih kompleks, sehingga kita kesulitan untuk melihat apakah sudah waktunya untuk pergi.

Bagaimana Mengidentifikasi "Asap" Itu?

Mari kita beralih sejenak dari filsafat dan menggunakan konsep ekonomi untuk memperjelas analogi ini. Salah satu caranya adalah dengan membuat daftar pro dan kontra dari tetap berada dalam situasi tertentu, apakah itu pekerjaan, hubungan, atau tempat tinggal. Ini dikenal sebagai analisis biaya-manfaat. Manfaatnya mungkin alasan awal kita masuk ke dalam situasi tersebut, seperti kenyamanan, kebahagiaan, atau rasa aman.

Namun, seiring waktu, "biaya" seperti ketidaknyamanan, tekanan mental, dan resiko kesehatan mungkin mulai muncul. Jika biaya ini lebih besar dari manfaatnya, kita bisa menyimpulkan bahwa terlalu banyak "asap" di dalam rumah. Dalam hubungan pertemanan, misalnya, jika terus-menerus dikhianati, ditinggalkan, atau direndahkan, mungkin saatnya untuk menjauh meskipun ada kenangan indah yang pernah terjadi.

Kekeliruan Sunk Cost dan Biaya Peluang

Sering kali, meskipun jelas bahwa biaya sudah lebih besar dari manfaat, kita tetap berada dalam situasi tersebut. Mengapa? Salah satu alasannya adalah kekeliruan sunk cost---keyakinan bahwa karena kita sudah menginvestasikan banyak waktu, emosi, atau sumber daya dalam hubungan atau situasi tersebut, kita harus bertahan, walaupun jelas-jelas tidak menguntungkan lagi.

Misalnya, seseorang mungkin bertahan dalam hubungan persahabatan yang tidak sehat karena sudah berteman sejak lama. Namun, investasi masa lalu ini sudah "tenggelam" dan tidak bisa diambil kembali. Mengakui kekeliruan sunk cost dapat membantu kita memutuskan berdasarkan apa yang baik untuk masa kini dan masa depan, tanpa terbebani oleh apa yang telah hilang.

Konsep ekonomi lain yang relevan adalah biaya peluang. Setiap waktu yang kita habiskan dalam hubungan yang beracun adalah waktu yang tidak kita habiskan untuk sesuatu yang lebih baik. Dengan tetap berada dalam situasi berbahaya, kita bukan hanya kehilangan kebahagiaan, tetapi juga peluang untuk menemukan kebahagiaan di tempat lain.

Mungkin di luar sana ada persahabatan yang lebih sehat dan bermakna, atau lingkungan yang lebih mendukung. Jika kita tetap terjebak, kita mengorbankan potensi manfaat ini. Jadi, alih-alih hanya bertanya, "Apa risikonya jika saya pergi?" kita juga harus bertanya, "Apa risikonya jika saya tetap tinggal?"

Mengambil Lompatan Kepercayaan

Terakhir, kita harus ingat bahwa saat kita meninggalkan sesuatu, kita juga berjalan menuju sesuatu yang baru. Meskipun ketidakpastian bisa menakutkan, dunia ini penuh dengan peluang. Kita tidak harus merasa terjebak dalam "asap" yang menyesakkan. Ada banyak rumah dengan udara bersih di luar sana, dan kita hanya perlu berani untuk mencarinya.

Alan Watts pernah berkata, "Tidak ada kehidupan yang berharga tanpa risiko." Jadi, meskipun kita tidak tahu apa yang menanti di depan, bukankah lebih baik mengambil risiko daripada tetap terperangkap dalam situasi yang membuat kita menderita?

Meninggalkan keterikatan memang sulit, tetapi dengan memahami mekanisme yang mendasari keterikatan tersebut---mulai dari ketakutan akan ketidakpastian hingga kekeliruan sunk cost---kita dapat mulai melihat situasi dengan lebih jernih. Ketika asap di dalam rumah sudah terlalu banyak, mungkin saatnya untuk mencari udara yang lebih segar di luar.

--- 

Shyants Eleftheria, Osce te Ipsum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun