Dalam kepanikan, aku mencoba menyelamatkan ikan kecil itu sebelum mati. Namun, belum sempat aku memungutinya, petugas rumah sakit datang mencengkeram lenganku. Aku berteriak-teriak karena cengkeram tangannya sangat kuat dan menyakitiku. Tiba-tiba, aku merasakan tusukan jarum menembus dagingku. Tubuhku mendadak lemas dan mataku seperti berkunang-kunang. Samar-samar aku melihat Emily mengambil pecahan kaca dari balik tirai kamar mandi. Setelahnya, pandanganku gelap.
Aku terbangun dengan wajah menghadap ke langit-langit kamar. Sekian lama terdiam, aku menyadari kalau ini bukanlah kamarku---entah di mana. Perasaanku seperti sedang sekarat, kepalaku pening, badanku pegal. Mungkin ini adalah tidur terburukku sepanjang aku mengalami tidur.
"Apa yang terjadi?"
"Kamu mencuri dan melakukan perbuatan yang tidak pantas." Seorang perawat menyahut.
Aku telah lupa kejadiannya. Ketika tubuhku mulai pulih, aku justru teringat seseorang. Ya, Emily. Ke manakah dia?
Tepat di hari keempat puluh dua, aku merapikan diri. David berjanji akan datang menjemputku. Sambil menunggu kedatangannya, aku berjalan-jalan mengitari kamar-kamar rumah sakit.
Setiap kali mendengar teriakan pasien, aku berharap itu Emily, tetapi tidak satu pun dari mereka yang merupakan Emily. Sungguh, aku merindukannya. Aku mencarinya kembali. Mungkin saja dia sudah ada di kamarnya lagi.
Benar saja. Emily sudah ada di kamarnya. Dari lubang persegi berjeruji besi di daun pintu, aku melihatnya tidur di atas dipan.
"Emily! Emily!" panggilku berbisik.
Emily tidak menyahut.Â
Aku lalu mendorong pintunya yang ternyata tidak terkunci.