---
Seorang penulis tidak ada salahnya mengapresiasi kualitas karyanya sendiri karena ini dapat menjadi sumber dorongan yang kuat.Â
Terkadang, seorang penulis justru meragukan dirinya sendiri. Dia menulis satu paragraf, lalu berhenti dan menganalisis atau meragukan hasilnya.
Nah, bagaimana seorang penulis dapat menghilangkan keraguan diri dan menentukan sendiri apakah tulisan yang dihasilkannya itu sudah bagus?
Kebenaran yang Menyesatkan
Semua orang adalah penulis yang buruk ketika baru mulai menulis. Ini hal yang lumrah. Jadi, bersyukurlah bahwa setidaknya kamu sudah menulis. Kebanyakan orang hanya bermimpi menulis, tetapi kamu benar-benar telah melakukannya---itu sudah luar biasa.
Namun, ada semacam keyakinan yang menyesatkan bahwa seorang penulis harus menjadi sempurna sejak awal. Kebanyakan orang belajar menyusun kata dan kalimat di sekolah dari guru Bahasa yang hanya peduli dengan tata bahasa.Â
Itulah mengapa orang-orang seakan-akan mendapatkan gagasan kaku bahwa tulisan hanya bagus jika tata bahasanya benar. Tata bahasa mungkin adalah ilmu menulis, tetapi seni menulis berbeda dan bahkan melampaui ilmu tata bahasa.
Ironisnya, di sekolah, beberapa guru sering kali kurang memiliki kepekaan kreatif terhadap bidang tulis menulis. Sebagai contoh, siswa yang melakukan kesalahan patut diberi hukuman menulis atau membaca.Â
Akibatnya, terlalu banyak siswa yang akhirnya menganggap bahwa kegiatan menulis atau membaca sebagai bentuk hukuman, padahal seharusnya membaca dan menulis adalah bentuk kegembiraan untuk siswa.
Hal ini tidak bermaksud mengkritik guru yang lebih berfokus pada rencana pelajaran atau ujian standard daripada terhadap siswa itu sendiri, tetapi menyarankan para guru untuk mengambil setiap kesempatan untuk mendorong anak-anak menulis kapan pun mereka bisa.Â
Mereka mungkin tidak mendapatkan dorongan itu di sekolah, jadi mereka harus mendapatkannya dari guru. Jika menerima dorongan seperti itu, mereka mungkin akan menjadi penulis yang lebih baik di kemudian hari.
Tulisan bagus bukanlah "satu kali selesai"
Biasanya, usaha pertama dalam menulis yang justru menghasilkan tulisan buruk disebabkan terlalu banyak penulis baru yang memiliki harapan menulis "satu kali selesai". Banyak dari penulis yang mengira usaha pertama mereka adalah usaha terakhir.Â
Mereka tidak memahami bahwa draf pertama hanyalah draf kasar pertama. Jadi, kecil kemungkinan sebuah naskah akan bagus sampai penulis melakukan beberapa revisi untuk memperbaikinya.
James Michener, novelis Amerika terkenal di abad ke-20, memahami ini. Dia berkata, "Saya bukan penulis yang sangat baik, tetapi saya penulis ulang yang luar biasa."
Menulis bukanlah tentang menulis itu sendiri, melainkan tentang menyempurnakan karya dengan menulis ulang hingga sebaik mungkin. Analoginya seperti berlian.Â
Ketika ditambang, berlian hanyalah batu seperti yang lainnya, tetapi berlian kasar dipotong dan dipoles hingga menjadi sesuatu yang unik dan berharga.Â
Draf pertama dari buku atau artikel apa pun hanyalah berlian kasar. Maka, supaya bagus, penulis perlu mengedit dan memolesnya, tanpa pengecualian.
Intinya di sini adalah bahwa tulisan buruk yang penulis buat akan menjadi lebih baik seiring waktu. Kamu tidak bisa menulis dengan baik sampai kamu menulis omong kosong terlebih dahulu dan kemudian memperbaikinya.
Penulis fiksi ilmiah berkulit hitam, Octavia E. Butler, berkata, "Anda tidak mulai menulis hal-hal yang bagus. Anda mulai menulis omong kosong dan mengira itu hal yang bagus, dan kemudian secara bertahap Anda menjadi lebih baik." Itulah sebabnya salah satu sifat paling berharga adalah ketekunan.
Mengukur tingkat keterampilan menulisÂ
Untuk mengukur tingkat keterampilan menulis, tingkat keobjektifan penilaian perlu diperhatikan. Misalnya, teman atau kerabat yang menilai tulisanmu, ketika mereka mengatakan itu bagus, apakah kamu kemudian percaya?
Misalnya, ibumu memberitahukan bahwa tulisanmu bagus, kendatipun kamu merasa tulisanmu tidak bagus, atau teman yang iri mungkin mengatakan bahwa tulisanmu buruk.Â
Jadi, meminta teman dan kerabat membaca karyamu mungkin bukan merupakan cara yang baik untuk mengetahui apakah tulisan kamu bagus atau tidak.
Kamu mungkin berpikir penerimaan naskah oleh penerbit besar adalah tanda tulisan yang bagus. Namun, penerimaan semacam itu tidak membuktikan apa-apa.Â
Penerbit telah menerima banyak buku yang ditulis dengan buruk, bahkan sangat buruk lagi. Bisa jadi naskah tulisanmu bagus, tetapi perusahaan penerbitan menolak, dan bisa jadi itu tidak ada hubungannya dengan kualitas tulisanmu.
Novel "Gone with the Wind," yang menjadi dasar filmnya, ditolak oleh 40 penerbit. Buku pertama JK Rowling tentang "Harry Potter" ditolak oleh 12 penerbit berbeda. Jadi, mungkin penerbit besar bukanlah yang terbaik untuk menentukan apakah tulisanmu dikategorikan bagus atau tidak.
Nah, ada satu cara untuk mengetahuikualitas tulisanmu. Ini bukan hal yang berlebihan untuk mengetahui kualitas tulisan, melainkan sekadar menguji estetika. Â Mengapa demikian? Karena semua penulis memiliki satu karakteristik utama, yaitu, mereka mampu memikat pembacanya.
Sebenarnya, pesona tulisan didefinisikan sebagai "perasaan kesenangan" atau "kegembiraan yang besar". Seorang penulis dikatakan baik, yaitu ketika mampu mengubah keadaan mental pembaca. Bukankah itu adalah tujuan utama dari semua penulis, baik penulis fiksi maupun non-fiksi?
Seorang penulis ingin membawa pembaca ke tempat yang berbeda dalam pikirannya. Ketika penulis memiliki kekuatan untuk membawa pembaca secara mental atau emosional dari tempat mereka berada ke tempat yang diinginkan, dia telah mencapai keahliannya sebagai penulis.
Kamu mengetahui telah menjadi penulis yang baik dengan menggunakan kriteria ini, yakni hari ketika kamu mulai memesona diri sendiri dengan tulisanmu sendiri.Â
Kamu membaca satu halaman dan berkata, "Astaga, ternyata saya mampu menulis ini!" Hasilnya, setelah memesona diri sendiri seperti itu, kamu memiliki kekuatan untuk mempesona orang lain.
Jadi, bekerjalah untuk meningkatkan keterampilan menulismu sehingga bisa melakukannya. Selamat menulis!
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H