Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Yuni Terlanjur Cinta Diam-Diam

28 Juni 2024   20:02 Diperbarui: 5 Juli 2024   17:54 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa? Pak Andi akan pergi?" tanya Yuni dengan suara bergetar saat mendengar berita itu dari teman kuliahnya.

"Ya, ini kesempatan baik, dong, untuk Pak Andi," jawab temannya dengan wajah datar, seolah-olah itu berita biasa-biasa saja.

Pak Andi ingin mengikuti proyek sastra di luar negeri yang berfokus pada penelitian interdisipliner tentang pengaruh budaya dalam karya sastra modern. 

Proyek ini melibatkan kolaborasi dengan penulis, kritikus sastra, dan akademisi dari berbagai negara untuk mengeksplorasi tema-tema seperti identitas, migrasi, dan globalisasi dalam sastra kontemporer.

Sebuah kabar bagus, tetapi Yuni tidak bisa menerima kenyataan. Pak Andi akan meninggalkan kampus dan tentu juga akan meninggalkannya. Bagaimana ia bisa semangat kuliah lagi?

Hari terakhir Pak Andi mengajar, hati Yuni teraduk-aduk, bercampur antara bahagia dan sedih. Ingin ia utarakan perasaannya, tetapi urung, sebab akan konyol sekali. Yuni akan tampak seperti mahasiswa bodoh yang mempermalukan dirinya sendiri. Tidak, ia tidak mau. Begitu-begitu, ia masih punya harga diri.

Ucapan selamat tinggal ia ucapkan kepada Pak Andi dengan senyum kecut yang dipaksakan. Sialnya, bukan ia seorang yang terpuruk hatinya, beberapa kaum hawa di kampus bahkan terlihat menitikkan air mata. 

Mereka berdiri di depan pintu kelas, menunggu giliran untuk mengucapkan salam perpisahan. Ada yang memberi hadiah kecil, ada yang sekadar meminta tanda tangan atau foto bersama. 

Melihat kenorakan mereka-mereka yang seperti itu, kesal pula perasaan Yuni karena harus berbagi kehilangan dengan banyak orang, padahal ia ingin menjadi satu-satunya yang merasakan kedekatan emosional dengan Pak Andi.

Setelah Pak Andi pergi, kelas kembali digantikan Pak Budi, dosen senior dengan kumis tebal dan suara serak-serak basah seperti penyiar radio. 

Tiap-tiap Pak Budi mengajar, gaya bicaranya menyerupai ceramah panjang yang penuh dengan nasihat hidup. Walaupun ilmu Pak Budi luas dan pengalamannya banyak, ada sesuatu yang hilang dari atmosfer kelas. Kelas lebih sunyi dan lebih sebagaimana menjalani kewajiban daripada kesempatan untuk memahami dunia sastra dalam rupa yang sesungguhnya. Sebab itulah Yuni merindukan Pak Andi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun