"Tapi Ibu butuh bantuanmu di rumah. Pekerjaan banyak. Ibu sedang membungkus barang-barang dengan plastik. Ibu butuh kau di sini."
Aku baru sadar bahwa sejak beberapa hari kemarin, Ibu memiliki kebiasaan yang bisa dibilang aneh. Dia membungkus hampir semua barang di rumah dengan plastik. Meja, kursi, televisi, bahkan remote dan perabot kecil lainnya dibungkusnya dengan plastik bening. Ketika kutanya mengapa dia melakukan hal itu, jawabannya, supaya tidak repot bersih-bersih. Memang, rumah kami kecil dan tidak memiliki tempat untuk menyimpan barang-barang, tetapi apa yang dilakukan itu justru merepotkan dirinya sendiri.
"Ini malam minggu, Bu. Sesekali aku ingin bersantai di luar, bersosialisasi dengan teman-temanku. Aku juga butuh ruang untuk diriku sendiri," jelasku.
Aku berharap Ibu akan paham bahwa usiaku sudah tiga puluh tahun. Selama ini, aku terlalu sibuk bekerja, ditambah pula harus merawatnya di rumah.
Aku pernah menawarkan seorang pembantu untuk Ibu. Paling tidak, ada seseorang yang menemaninya di rumah ketika aku bekerja atau sedang berurusan di luar, tetapi dia menolak. Ibu bilang, dia lebih baik sendiri. Ibu tidak begitu suka kalau ada orang lain di rumah, rikuh. Selain itu, Ibu bilang gaji pembantu mahal. Bisa-bisa gajiku habis hanya untuk membayar mereka, padahal pekerjaan pembantu tidak rapi-rapi dan tidak bersih-bersih amat. Mungkin karena sedari dulu kami tidak terbiasa memiliki pembantu. Semua pekerjaan, Ibu yang mengerjakan---tapi itu dulu.
Apa hendak dikata, susah melawan Ibu yang keras kepala. Jika membantah sedikit, sudah dianggap durhaka. Mau tidak mau, meski lelah, akulah yang harus turun tangan membersihkan rumah setelah pulang bekerja. Meski demikian, aku tidak pernah meminta Ibu ikut bekerja, sebab aku pun tidak ingin sakitnya kian parah.
"Sebaiknya, Ibu fokuskan saja pada kesehatan Ibu. Jangan melakukan hal-hal yang tidak penting," kataku.
Maksudku, supaya Ibu lebih banyak beristirahat karena aku hanya khawatir dengannya, tetapi dia malah tersinggung dengan ucapanku.
"Kau pikir semua yang aku lakukan ini tidak ada artinya! Aku hanya minta kau di sini malam ini saja. Aku sendirian, tidak ada yang peduli!"
Ibu mulai meracau lagi seolah-olah apa yang kulakukan selalu salah di matanya. Inilah yang membuatku kesal minggu-minggu ini.
"Aku hanya pergi sebentar, Bu. Nanti pulang-pulang, aku akan membereskan semua."