Haris merapatkan tubuhnya, lalu memelukku erat. "Aku tidak ingin memberatkanmu."
"Nyatanya, kamu sudah memberatkan pikiranku."
"Sekali lagi, maafkan aku, Suzan.
Aku akhirnya memahami bahwa persoalan hubungan pernikahan ini bukan sekadar tentang cinta, melainkan bagaimana seharusnya kami sebagai pasangan menanggalkan pagar pemikiran masing-masing yang justru membuat aku dan dia tidak bisa saling memahami. Seharusnya, baik Haris maupun aku, bisa mengatasi permasalahan secara bersama-sama, bukan saling menjauh dan meninggalkan satu sama lain---dan itu kesalahan fatal kami.
Ini tentang kegagalan komunikasi verbal, tentang penyampaian keinginan-keinginan dengan cara yang salah---dan kami berdua mengakuinya. Meski masing-masing telah saling mengecewakan, kami masih memiliki harapan ke depan. Komitmen awal yang telah dibangun sebelum menjajaki kehidupan bersama semestinya tidak begitu saja mudah untuk dihancurkan. Sebuah upaya memperkokoh hubungan ini membuat kami tersadar tentang kemenangan bersama, bukan menyerah pada kekalahan. Peristiwa demi peristiwa ke depan yang berbeda tentu akan kembali muncul dan membutuhkan pertahanan yang jauh lebih besar. Maka kami harus siap.
"Belum terlambat untuk kita memulai kembali, bukan?" Aku memandang wajahnya, tersenyum dan mengangguk untuk pertanyaannya.
---
-Shyants Eleftheria, Life is an journey-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H