Akan tetapi, satu hal yang tidak dapat dipungkiri, misalnya, di dunia maya, perilaku pencarian validasi masih saja menyasar ke orang-orang yang haus akan hal itu.
Sehingga keinginan mereka untuk terus diakui akan membesar meski kesenangan yang mereka dapatkan tidak menjamin kepuasan jangka panjang.
Fakta yang terjadi, kita sering melihat seseorang menjadi marah ketika dirinya tidak mendapat pengakuan yang menurutnya pantas ia dapatkan.
Atau, ketika seseorang mengetahui bahwa banyak yang tidak menyukainya atau bahkan membencinya meski dalam beberapa kasus, penghinaan tidak berarti mengarah pada kekerasan.
Kaum Stoa (sebutan untuk orang-orang penganut aliran Stoikisme) telah lama menunjukkan bahwa kita tidak bisa mengendalikan pendapat orang lain dan bahwa hal-hal yang tidak bisa dikendalikan itu faktanya berubah-ubah.Â
Itu artinya, makin kita menghargai hal-hal di luar kendali, makin sedikit kendali yang kita miliki.Â
Sekeras apa pun usaha untuk menyangkalnya, kita akan selalu dipertemukan dengan orang-orang yang tidak menyukai kita, yang tidak tahu berterima kasih, yang menyebarkan permusuhan, yang penuh kebencian, jahat, menghakimi dan perilaku buruk lainnya. Jadi, hal terbaik adalah menghadapinya tanpa harus bersikap emosional.
Memang, kita sering menjadi kesal terhadap orang-orang tersebut dan kadang-kadang kita menghabiskan waktu seharian memikirkan hal- hal buruk yang mereka katakan.Â
Namun, mari kita pahami kutipan quote dari seorang filsuf Stoic, Epictetus:Â
"Ketika orang lain menyalahkan dan membenci kita atau ketika orang tersebut mengatakan sesuatu yang merugikan kita, kita dekati saja jiwa orang yang malang itu, tembuslah ke dalamnya, dan lihatlah seperti apa ia. Maka kita akan menemukan bahwa tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan pendapat orang itu tentang kita."
Menghadapi orang-orang yang berperilaku buruk terhadap kita tidak harus membuat kita terpuruk.Â