Menurut sosiologi, pandangan manusia tentang hidup itu diibaratkan dengan cara mata lebah dan lalat melihat lingkungan. Mengapa demikian? Mari kita mengupas sedikit perbedaan pandangan itu berdasarkan perumpamaan kedua hewan tersebut.
Secara umum, kita mengetahui bahwa baik lebah maupun lalat, keduanya adalah jenis serangga. Hanya, kedua hewan ini memiliki makanan kesukaan yang berbeda.Â
Berdasarkan naluri dan penciuman, kemana pun perginya, lebah cenderung akan mencari bunga-bunga yang wangi, sedap, dan indah, sedangkan lalat lebih menyukai tempat yang bau, kotor, bahkan amis. Itulah sebabnya, lebah bisa menghasilkan madu yang manis yang sangat bermanfaat bagi manusia, sementara lalat selalu meninggalkan kuman dan penyakit  di mana pun ia berada.
Ketertarikan lebah atau lalat terhadap bunga atau kotoran itu tergantung dari perancangan mata masing-masing hewan tersebut oleh Allah Yang Mahakuasa.Â
Mata lebah memang dirancang untuk selalu melihat hal-hal yang indah dan wangi kendatipun ia berada di tempat pembuangan sampah yang jorok. Kebalikannya, mata lalat didesain hanya untuk  melihat hal-hal yang kotor dan bau meskipun ia berada di tempat yang wangi dan bersih.
Begitu jugalah sebenarnya cara pandang manusia sebagai mahluk yang paling tinggi derajatnya di muka bumi. Kita hidup di dunia yang sama, waktu yang sama, walaupun umur yang membedakan, tetapi cara kita memandang keadaanlah yang membedakan tingkat kesuksesan dan kebahagiaan diri sendiri.Â
Orang dengan pandangan buruk pasti akan membawa masalah di setiap solusi hidupnya. Artinya, orang dengan pandangan buruk meski diberi solusi apa pun, dia akan selalu mencari masalah, seperti halnya lalat yang selalu mencari sampah di setiap tempat. Â
Sebaliknya, orang dengan pandangan yang baik akan selalu mencari solusi di setiap masalah hidup, sama seperti lebah yang selalu mencari hal-hal bersih dan wangi.Â
Mata yang tidak baik itu timbul dari hati yang busuk atau buruk, sedangkan mata yang baik akan selalu menemukan hal-hal yang baik karena timbul dari hati yang baik pula.
Orang dengan mata lalat akan memandang orang lain dari satu keburukan, padahal bisa jadi orang lain itu memiliki seribu kebaikan; orang dengan mata lebah selalu memandang orang lain dengan satu kebaikan meski orang lain tersebut memiliki seribu keburukan.Â
Dengan demikian, biasanya, orang-orang yang berpandangan selayaknya mata lebah, mereka akan lebih cepat memaafkan seseorang karena mereka selalu tertarik dengan hal-hal yang bersih dan baik.
Sekarang, bagaimana cara pandang kita terhadap karunia yang Allah Swt berikan kepada kita? Apakah kita selalu memandang hal-hal buruk seolah-olah dunia tidak berpihak kepada kita atau kita selalu memandang hal-hal baik meski dihadapkan dengan hal yang tidak kita inginkan? Setiap karunia yang kita dapatkan, besar atau pun kecil, faktor penghasil perasaan bersyukur atau tidak, semua ditentukan oleh cara pandang kita.
Kita tidak akan pernah ada bahagia jika hidup selalu dipandang dengan mata lalat. Hidup yang hanya sementara ini seharusnya membuat kita memandang hidup sebagai karunia yang luar biasa.Â
Rezeki masing-masing manusia sudah diatur, maka bersyukurlah dengan apa yang kita dapatkan. Terkadang, kita sering memandang dengan mata lalat, yaitu yang kita lihat berupa tumpukan keburukan, ketidakpuasan, dan ketidaksenangan, padahal kita sedang berada di tengah keindahan dari ribuan kebahagiaan.Â
Mari kita memandang menggunakan mata lebah yang mampu selalu melihat kebaikan di tengah kehidupan yang menurut kita jauh dari harapan. Hidup adalah pilihan. Maka, apakah kita menggunakan mata lebah atau mata lalat, itu tergantung dari cara kita memandang kehidupan.
-Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H