Kita tentu pernah merasakan cinta bukan? Mungkin sebagian dari kita mengibaratkan cinta bak aroma manis bunga-bunga di musim semi. Cinta membuai kita ke alam bawah sadar seolah-olah berada di taman Firdaus yang wangi semerbak---dan kita tidak ingin keluar dari sana selamanya. Mencintai dan dicintai membuat kita seperti melayang-layang di atas pelangi---indah.
Namun, di balik keindahan asmaraloka, faktanya ada juga orang-orang yang membenci perasaan cinta. Alih-alih membuat bahagia, cinta bagi mereka merupakan sebuah rasa yang justru harus dihindari sebab mereka mungkin termasuk orang-orang yang takut jatuh cinta. Nah, lho, kedengarannya aneh bukan? Psikologi menjelaskan bahwa kondisi perasaan tersebut dikenal dengan istilah "Philophobia".
Philophobia atau takut jatuh cinta merupakan masalah nyata yang bisa jadi pengidapnya orang-orang di sekitar kita. Mereka yang memiliki jenis ketakutan ini sering mengalami perasaan luar biasa ketika jatuh cinta. Hal ini menyebabkan mereka menjadi gugup dan cemas secara tidak normal dan akhirnya mereka melarikan diri sejauh-jauhnya. Maksud melarikan diri di sini bukan tentang orang-orang yang memiliki masalah komitmen atau masalah kepercayaan---itu hal yang berbeda. Perbedaannya seperti ini: Kita asumsikan bahwa Anda mulai berkencan dengan seseorang. Pada awalnya, dia menunjukkan minat kepada Anda, tetapi tiba-tiba dia menjauhkan dirinya dari Anda. Ketika berhadapan dengan komitmen, dia memiliki respons melawan atau lari dan sulit menjelaskan tentang perilakunya tersebut. Dia bahkan mungkin berbohong atau menyangkal mencoba membuat Anda bingung. Namun, dia tetap berkeinginan menjaga hubungan terlihat santai, asal tidak menjurus ke arah yang lebih serius. Maka, kemungkinan itu adalah dia takut akan komitmen (Gamophobia) dan bukan takut jatuh cinta (Philophobia)---dia mungkin hanya gugup dan tidak yakin tentang dirinya sendiri. Â
Berdasarkan penelitian, pengidap Philophobia cenderung menghindari orang lain dan sering gugup dalam interaksi sosial. Orang dengan Philophobia terkadang dapat berkeringat secara tidak normal; mengalami peningkatan detak jantung; dan mungkin merasa mual ketika berhadapan dengan seseorang yang memberi perhatian khusus. Jadi, jika orang yang fobia komitmen mungkin masih bisa mengatasi perihal hubungan intim mereka dan dapat bertahan langgeng, seseorang dengan Philophobia justru akan menghindari sesuatu, seperti berbicara dengan Anda, meski mereka menganggap Anda menarik.
Akan tetapi, penderita Philophobia hanya menunjukkan tanda-tanda kecemasan dalam keadaan tertentu. Kemungkinan gejala gangguan kecemasan sosial yang ditunjukkan tidak mengarah ke masalah  yang terkait dengan kecemasan itu sendiri. Fakta yang sering terjadi, para ahli mengklaim bahwa Philophobia mungkin terkait dengan Disinhibited Social Engagement Disorder (DSED): Jenis gangguan hubungan sosial yang terjadi pada remaja dan anak-anak berusia di bawah delapan belas tahun. Gangguan ini sering mencegah mereka membentuk ikatan terlalu dalam dengan teman sebaya mereka. DSED sendiri biasanya merupakan hasil dari trauma masa kecil atau kelalaian pengasuhan. Di dunia modern, orang tua sibuk mencari nafkah sendiri, berkelahi dengan pasangan di depan anak-anak, atau berada dalam dunia sendiri terlalu lama sehingga kebutuhan anak-anak sering terabaikan. Anak-anak mendambakan kasih sayang dan ketika mereka tidak mendapatkannya: mereka menjauh. Mereka mulai menghindari interaksi sosial dan berpikir bahwa membangun hubungan hanya akan membuat mereka sakit. Meskipun kedengarannya tidak rasional bagi sebagian orang, nyatanya mereka sebenarnya hanya berusaha menghindari lebih banyak rasa sakit.
Faktor lain yang menarik pada orang yang menderita Philophobia ialah kemungkinan hubungan cinta yang gagal di masa lalu. Mereka tidak mau melakukan lompatan spiritual untuk menemukan cinta. Mereka bahkan percaya bahwa jika mereka terlalu dekat dengan seseorang, mereka akan terluka. Menurut mereka hubungan itu merupakan lingkaran setan tanpa akhir dan membuat mereka takut. Ketakutan itu menguasai mereka sehingga menjadi penyendiri. Buruknya lagi, makin ketakutan dan makin menghindari sumbernya, fobia makin kuat. Kedengarannya mengerikan. Bayangkan, memiliki ketakutan membuat mereka berhenti berteman dan berhenti memiliki hubungan erat hanya karena takut jatuh cinta.
Lantas, pertanyaan kita, apakah mereka yang memiliki Philophobia akan terus melajang? Jawabannya tidak juga karena tergantung individunya. Meski memilih untuk tidak memiliki ikatan apa pun dengan dunia luar, tetapi mereka mungkin memilih berjalan di jalan yang berbeda. Maksudnya, mereka mungkin ingin merasa dicintai dan melompat dari satu hubungan ke hubungan lainnya. Orang-orang ini bahkan mungkin memiliki banyak pasangan, tetapi mungkin tidak terbuka kepada salah satu dari mereka pada tingkat yang lebih dalam. Jadi, sebenarnya haruskah mereka khawatir? Nah, pertanyaan itu sulit dijawab.
Pertanyaan selanjutnya, apakah ada cara untuk mengobati Philophobia? Ya. Meski fobia ini tidak termasuk ke dalam Manual Diagnostik dan Statistik (DSM), yang berarti sangat tidak mungkin dokter dapat membantu mengatasi masalah ini, tetapi psikolog bisa---asal memiliki pengetahuan yang cukup tentang riwayat sosial, medis, dan psikiatri mereka. Â
Perawatan biasanya melalui terapi atau perubahan gaya hidup---tergantung pada seberapa parah fobia mereka. Karena ini adalah ketakutan yang tumbuh ketika seseorang mengasingkan diri, mereka akan didorong untuk mendekati sumber ketakutannya dalam hal interaksi dan hubungan sosial. Ini tidak boleh dilakukan secara impulsif, artinya ada banyak cara untuk mengurangi kesenjangan antara pengidap Philophobia dan sumber ketakutan. Informasi mengatakan bahwa salah satu terapi yang paling efektif membantu orang-orang mengatasi fobia mereka adalah terapi perilaku kognitif atau dikenal sebagai Cognitive Behavioral Theraphy (CBT)---salah salah satu jenis psikoterapi yang digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kejiwaan, termasuk stres, depresi, dan gangguan kecemasan. Prosedur CBT membantu individu untuk mengidentifikasi jenis ketakutan dan sumber ketakutan sehingga perlahan tapi pasti mengubah sistem kepercayaan dan pikiran negatif terkait sumber ketakutannya. Â
Ketika gejala Philophobia muncul, maka penting untuk memahami sumber fobia untuk menghilangkan rasa takut. Prosesnya bertahap dan mereka diajarkan untuk menerima rasa sakit sebagai pengalaman belajar. Ini membutuhkan waktu lama karena tidak akan terjadi dalam satu malam. Itulah mengapa pentingnya bersabar. Individu perlu menempatkan diri melalui beberapa hipotesis mengenai konsep hubungan pribadi. Mereka bisa membayangkannya di kepala mereka bagaimana hubungan itu akan berjalan. Mereka perlu berpikir logis dan bertanya pada diri sendiri: "Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah saya baik-baik saja dengan ini? Bagaimana jika hubungan berhasil? Melakukan ini secara konstan selama beberapa bulan akan membantu mereka mengembangkan pandangan positif terhadap hubungan percintaan.
Pilihan lain, yang telah disebutkan di atas adalah perubahan gaya hidup---bukan perubahan besar, melainkan perubahan kecil seperti menambahkan meditasi, latihan pernapasan, dan relaksasi ke dalam rutinitas harian mereka. Meditasi akan membantu mereka tetap fokus dan menenangkan saraf; latihan pernapasan akan membantu mereka mengatasi kecemasan; relaksasi dapat digunakan untuk menempatkan mereka ke dalam kerangka berpikir yang positif juga. Perubahan gaya hidup ini mungkin terkesan subjektif karena setiap orang memiliki cara berbeda untuk bersantai, seperti membaca novel, menonton film, atau mendengarkan musik, bahkan sebagian orang lebih menyarankan untuk memperdalam spiritualisme.
Philophobia bukanlah sesuatu yang memalukan. Mereka kebetulan memiliki ketakutan irasional untuk jatuh cinta, tetapi dapat diatasi. Jika mengenal seseorang yang menghadapi masalah ini, kita sebisa mungkin bersikap baik kepadanya, membantu mengatasi rasa takutnya. Setiap orang berhak untuk bahagia dan menjadi lebih positif. Mereka mungkin terluka di masa lalu dan mengalami banyak rasa sakit. Jadi, katakan saja kepada mereka,"Jangan pernah menyerah pada diri sendiri. Secara bertahap kamu akan bangkit di atas ketakutan, seperti burung phoenix bangkit dari abu."*
---Â
-Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan-
*Referensi dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H