Adagium lama tentang "Cinta itu dari mata turun ke hati," nampaknya tak lagi relevan buat sekelompok profesional di balik dapur Kompasiana yang memang hampir tiap bulan dikirimi aneka camilan dan buah tangan dari kompasianer di berbagai daerah, bahkan dari luar negeri: Australia, Jerman, dll. Pokoknya, sebagian kecil kerjaan kami tersita hanya untuk ngabisin camilan.Â
Dari sanalah, keakraban dengan Kompasianer kian terintimasi. Pokoknya, "Cinta itu dari perut menjalar ke hati. Dari hidangan, cinta pun tersaji sejati."Â Setidaknya, itu yang saya rasakan ketika menukangi Kompasiana sepanjang 2012 hingga 2014.
Saat itu, formasi Admin Kompasiana (selanjutnya, ditulis Admin K) masih diisi para penggawa senior: Kang Pepih Nugraha selaku pendiri Kompasiana, Mas Isjet selaku Chief Operating Officer (COO), ada Mas Nurullah yang akrab kami sapa Uyuy (COO Kompasiana saat ini), Nisa, Melati Suciani, dan tentu saja Mas Robert yang saban hari nggojlok saya supaya jadi Admin K yang andal, terutama untuk mendedah isu-isu politik dan pekerjaan teknis Kompasiana lainnya.
Tjiptadinata (Pak Tjip) & Bunda Roselina yang sudah akrab dikenal sebagai Grand Master Reiki dalam Perkumpulan Reiki Indonesia.
Selepas saya mulai dipercaya mengkurasi, mengedit, & menyeleksi tulisan Kompasianer yang layak nangkring pada kolom Headline (HL) yang bergengsi itu, dari sana pula perlahan tapi pasti saya mulai kenal sejumlah penulis senior nan beken yang langganan HL, di antaranya Pak Thamrin Dahlan dengan motto menulisnya: Penasehat, Penakawan, Penasaran; Â ada Pak Ajinatha, seorang professional Art Director untuk RCTI & SCTV sekaligus pemerhati politik lewat kacamata seni; dan tak kalah keren tentulah PakAwal mula saya kenal Pak Tjip, pastilah karena tulisan-tulisan beliau yang deras mengalir hampir setiap hari, bahkan terkadang saya keheranan musabab beliau terlampau rajin menulis. Saya juga jadi bingung, tulisan mana dari sekian banyak artikelnya yang harus saya prioritaskan HL terlebih dahulu, saking semuanya bagus.
Dari bejibunnya tulisan Pak Tiip pula, saya jadi tahu apa itu Reiki dan sangat penasaran bagaimana praktik terapi diri sekaligus pengobatan tradisional ala Tibet ini bisa sedekimian impactful dan cukup tenar di Indonesia.Â
Saya berangan-angan bisa berjumpa Pak Tjio dan Bunda Rose untuk "ngalap berkah" alias minta ditularkan ilmunya supaya saya juga bisa sehat bugar seperti keduanya sekalipun usia terus menanjak angkanya.
Alhamdulillah, "pucuk dicinta ulampun tiba." Tanda-tanda awal bakal jumpa muka dengan Pak Tjip mulai nampak dari seringnya camilan yang dikirim khusus buat Admin K setiap kali duo sejoli romantis ini menapaki jejak di Jakarta usai kembali dari Australia.Â
Admin K kebanjiran coklat, ciki, permen, dan masih banyak lagi gift kecil-kecilan yang bikin kami "rebutan".Â
Maklum, kami para Admin K tuh jarang jajan karena terlalu sibuk mengkurasi artikel, rapat mingguan, mengelola komunitas Kompasiana, meladeni komplain Kompasianers (K-ers) tercinta, menengahi "pertikaian" para K-ers, menangani somasi yang dilayangkan ke Kompasiana, hingga mengirim "surat cinta" buat mereka yang bandel melanggar Terms and Conditions.
Seiring waktu yang membersamai nasib perkawanan kami ke masa depan, hubungan Admin K dengan Pak Tjip boleh dibilang semakin akrab. Tak terbilang berapa kali Admin K kopdaran dengan Pak Tjip dan Bunda Rose, mulai dari makan enak di The Duck King Senayan City & beberapa traktiran lain di luar itu. Pokoknya, Pak Tjip itu, sayang banget dengan Admin K karena selama ini kami tak lelah dengan profesional mengkurasi tulisan-tulisan beliau, bahkan berhasil membujuk Bunda Rose untuk nulis juga di Kompasiana.
Kami begitu menghargai para penulis senior, tapi itu bukan berarti kami pilih kasih atau memberi panggung spesial untuk mereka di Kompasiana. Bagi Admin K, seperti yang diajarkan Kang Pepih; profesionalitas itu nomor wahid, merawat kualitas artikel itu prioritas, dan silaturahim dengan K-ers itu niscaya.Â
Satu lagi, Admin K dituntut menyediakan kuota kesabaran ekstra untuk meladeni kerandoman K-ers yang kadang tidak hanya komplain melalui email tapi disambanginya juga kami sampai ke akun medsos pribadi. Dan dari prinsip itulah, Admin K dapar belajar banyak dari Kompasianer yang memang hebat-hebat.
Kembali ke Pak Tjip, traktiran itu tak sekadar ajang kopdar dengan admin tapi beliau menyalurkan banyak ilmu, termasuk menerapi kami para Admin K. Jadi suatu kali, Admin K dengan formasi lengkap diundang Pak Tjip untuk makan siang di sebuah restoran bebek andalan beliau, dan tak tanggung-tanggung, kami pakai satu ruang besar lantaran sehabis makan itu ada sesi terapi Reiki.
Saat sesi terapi tiba, kami yang sudah kenyang ini mulai bersiap-siap mengikuti serangkaian instruksi, termasuk mengecek energi masing-masing dari kami. Pak Tjip mulai meminta setiap orang berdiri santai menghadapnya dengan jarak 1 meter, lalu telapak tangan kami diarahkan ke beliau layaknya adegan adu ilmu dalam.hehehe. Tiba giliran saya, Pak Tjip sedikit kaget.Â
Pasalnya, energi saya sudah beliau rasakan dari jarak 2-3 meter waktu itu. Mungkin karena penasaran, beliau melempar tanya; Mas Shulhan pernah belajar energi tenaga dalam? Dengan pelan saya mengangguk sekaligus heran karena saya sudah tidak pernah lagi olahraga bela diri tenaga dalam hampir 6 tahun lamanya.Â
Saya pun becerita tentang ini ke Pak Tjip dan akhirnya energi saya itu kembali dibuka atau mungkin dinetralisir dengan tujuan kesehatan dan kelapangan berpikir.
Alhamdulillah, tak lama berselang dari sana, saya memang merasakan efek positif Reiki. Meskipun saya juga yakin bahwa itu bukan satu-satunya efek Reiki, tapi perubahan itu nyata adanya lantaran sayya merasa lebih fresh, pikiran tak gampang kalut, lebih tenang & penyabar, lebih getol kerja, dan mulai lebih rajin belajar untuk persiapan studi ke Amerika Serikat.Â
Efek positif ini pun kembali saya sampaikan ke Pak Tjip secara sekilas ketika kami berjumpa lagi di Istana Negara di Medan Merdeka dalam rangka Silaturahim Kompasianer dengan Presiden Indonesia Joko Widodo pada 2015 silam.
Dari sana, saya juga disuguhi cerita inspiratif lainnya oleh Pak Tjip tentang perjuangannya berobat sampai ke Tibet dengan penuh lika-liku hingga akhirnya belajar dan menguasai Reiki. Baginya, praktik Reiki yang dilakukannya itu merupakan balas budi untuk kemanusiaan karena Pak Tjip sendiri telah diberi kesehatan dan kembali dianugerahi kehidupan yang penuh arti selepas sakit dan sejumlah turbulensi hidup yang pernah dilaluinya.Â
Tak cuma itu, menebar Reiki adalah bagian dari artikulasi cinta kasih yang selama ini ditunjukkan Bunda Rose dengan sabar, tabah, & penuh suka cita menjalani hidup bersama Pak Tjip. Makanya tak heran, keduanya semakin hari semakin mesra dan tentulah lebih lengket dari perangko. Pokoknya, bikin iri kami para sejoli muda.
Pak Tjip juga cerita bahwa dari Reiki, dia telah berhasil mengembalikan kehidupan positif banyak orang, mulai dari tukang roti yang bangkrut sampai kembali sukses, dan tentu saja saya yang terbantu  lebih fokus mengejar cita-cita studi ke Amerika.Â
Lagi, Alhamdulillah, akhirnya saya berhasil melanjutkan studi Master saya di Washinggton D.C., dan Insya Allah pada Agustus 2025 nanti saya akan kembali melanjutkan PhD (S3) ke Amerika Serikat dengan memboyong keluarga kecil saya. Mohon doanya ya, Pak Tjip dan Bunda Rose.
Dari Pak Tjip, saya belajar betapa pentingnya Mental Juang dalam mengarungi haru-biru kehidupan, betapa fundamentalnya peran seorang Kawan Juang dalam melalui setiap etape kehidupan, dan betapa krusialnya arahan seorang Mentor Juang tuk meningkatkan probabilitas kesuksesan di masa mendatang. Tentunya tak lupa bahwa "Cinta bisa dimulai dari perut menjalar ke hati. Dan dari hidangan, cinta pun tersaji sejati."
Sekali lagi, bagi saya, Pak Tjip tak sekadar Kompasianer senior yang telah ansih menerima penghargaan Kompasianer of the Year 2014 saja, tapi memang benar-benar inspirasi dan mentor juang itu sendiri. Terimakasih Pak Tjip dan Bunda Rose untuk setiap kata yang menginjeksi mental saya untuk terus tumbuh dan berdaya.
Akhir kalam, selamat merayakan kesejatian cinta dan pertemanan, sampai kapanpun!
Salam dari Ananda,
Shulhan Rumaru
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H