Seiring waktu yang membersamai nasib perkawanan kami ke masa depan, hubungan Admin K dengan Pak Tjip boleh dibilang semakin akrab. Tak terbilang berapa kali Admin K kopdaran dengan Pak Tjip dan Bunda Rose, mulai dari makan enak di The Duck King Senayan City & beberapa traktiran lain di luar itu. Pokoknya, Pak Tjip itu, sayang banget dengan Admin K karena selama ini kami tak lelah dengan profesional mengkurasi tulisan-tulisan beliau, bahkan berhasil membujuk Bunda Rose untuk nulis juga di Kompasiana.
Kami begitu menghargai para penulis senior, tapi itu bukan berarti kami pilih kasih atau memberi panggung spesial untuk mereka di Kompasiana. Bagi Admin K, seperti yang diajarkan Kang Pepih; profesionalitas itu nomor wahid, merawat kualitas artikel itu prioritas, dan silaturahim dengan K-ers itu niscaya.Â
Satu lagi, Admin K dituntut menyediakan kuota kesabaran ekstra untuk meladeni kerandoman K-ers yang kadang tidak hanya komplain melalui email tapi disambanginya juga kami sampai ke akun medsos pribadi. Dan dari prinsip itulah, Admin K dapar belajar banyak dari Kompasianer yang memang hebat-hebat.
Kembali ke Pak Tjip, traktiran itu tak sekadar ajang kopdar dengan admin tapi beliau menyalurkan banyak ilmu, termasuk menerapi kami para Admin K. Jadi suatu kali, Admin K dengan formasi lengkap diundang Pak Tjip untuk makan siang di sebuah restoran bebek andalan beliau, dan tak tanggung-tanggung, kami pakai satu ruang besar lantaran sehabis makan itu ada sesi terapi Reiki.
Saat sesi terapi tiba, kami yang sudah kenyang ini mulai bersiap-siap mengikuti serangkaian instruksi, termasuk mengecek energi masing-masing dari kami. Pak Tjip mulai meminta setiap orang berdiri santai menghadapnya dengan jarak 1 meter, lalu telapak tangan kami diarahkan ke beliau layaknya adegan adu ilmu dalam.hehehe. Tiba giliran saya, Pak Tjip sedikit kaget.Â
Pasalnya, energi saya sudah beliau rasakan dari jarak 2-3 meter waktu itu. Mungkin karena penasaran, beliau melempar tanya; Mas Shulhan pernah belajar energi tenaga dalam? Dengan pelan saya mengangguk sekaligus heran karena saya sudah tidak pernah lagi olahraga bela diri tenaga dalam hampir 6 tahun lamanya.Â
Saya pun becerita tentang ini ke Pak Tjip dan akhirnya energi saya itu kembali dibuka atau mungkin dinetralisir dengan tujuan kesehatan dan kelapangan berpikir.
Alhamdulillah, tak lama berselang dari sana, saya memang merasakan efek positif Reiki. Meskipun saya juga yakin bahwa itu bukan satu-satunya efek Reiki, tapi perubahan itu nyata adanya lantaran sayya merasa lebih fresh, pikiran tak gampang kalut, lebih tenang & penyabar, lebih getol kerja, dan mulai lebih rajin belajar untuk persiapan studi ke Amerika Serikat.Â
Efek positif ini pun kembali saya sampaikan ke Pak Tjip secara sekilas ketika kami berjumpa lagi di Istana Negara di Medan Merdeka dalam rangka Silaturahim Kompasianer dengan Presiden Indonesia Joko Widodo pada 2015 silam.
Dari sana, saya juga disuguhi cerita inspiratif lainnya oleh Pak Tjip tentang perjuangannya berobat sampai ke Tibet dengan penuh lika-liku hingga akhirnya belajar dan menguasai Reiki. Baginya, praktik Reiki yang dilakukannya itu merupakan balas budi untuk kemanusiaan karena Pak Tjip sendiri telah diberi kesehatan dan kembali dianugerahi kehidupan yang penuh arti selepas sakit dan sejumlah turbulensi hidup yang pernah dilaluinya.Â
Tak cuma itu, menebar Reiki adalah bagian dari artikulasi cinta kasih yang selama ini ditunjukkan Bunda Rose dengan sabar, tabah, & penuh suka cita menjalani hidup bersama Pak Tjip. Makanya tak heran, keduanya semakin hari semakin mesra dan tentulah lebih lengket dari perangko. Pokoknya, bikin iri kami para sejoli muda.