Kedua, Jokowi mencari formula kabinet yang minim risiko penentangan dari masyarakat. Sehingga, menjadi tak aneh kalau Jokowi kini mulai melirik anak-anak muda potensial untuk menduduki jabatan di kabinet. Mungkinkah? Ya, mungkin saja.
Ketiga, ada skema participative government, di mana masyarakat diajak aktif dalam pemerintahan. Menurut Guy Peter (2001), model ini berupaya memberi ruang pelibatan masyarakat dalam peningkatan kemampuan birokrasi dan pelayanan.Â
Model ini tentu hanya bisa direalisasikan jika Jokowi mampu membentuk kebinet kerja atau kabinet ahli (zaken cabinet) sebagaimana diharapkan banyak orang. Hanya saja, ini bisa menghambat lajunya tokoh-tokoh muda yang mungkin baru hanya cocok sebagai publik figur namun belum tepat menjadi pejabat publik.
Keempat, menyiapkan skema pemerintahan lima tahun ke depan. Yes, bukan Jokowi namanya kalau tidak berpikir jauh ke depan dengan melihat struktur peluang yang dimiliki masing-masing parpol. Bukan untuk membagi kue kemenangan, namun memperkuat efek besar di parlemen nanti jika dinyatakan menang dalam pilpres 2019 ini.
Kelima, menyiapkan tenaga profesional yang berintegritas untuk memimpin 5 tahun ke depan di bawah komando Jokowi sebagai kapten "kapal" bernama Indonesia.Â
Namun, lagi-lagi ini sangat ideal dalam membentuk zaken kabinet alias kabinet profesional. Mengapa? Sebab pastilah parpol punya jatah terkait posisi-posisi strategis seperti kementerian, sehingga kalaupun dipaksakan mungkin bisa 60:40 untuk formasi profesional dan orang partai.
Nah, kalau porsi pemerintahannya terdiri dari sebagian besar profesional yang ditambal dengan orang partai, maka zaken kabinet yang didambakan bisa saja terwujud. Mungkinkah?
Bisa jadi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H