Mohon tunggu...
Shulhan Rumaru
Shulhan Rumaru Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Aksara

Penikmat Aksara

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mau Kalahkan Ahok di Pilgub Jakarta? Ini Syaratnya!

23 Maret 2016   07:30 Diperbarui: 23 Maret 2016   09:59 4272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika tak menggunakan jalan haram itu, maka setiap kandidat harus pandai mempersuasi pemilih sesuai kriteria atau tipologi pemilih yang ada di Jakarta. Saya meminjam data riset Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia, bahwa terdapat tiga karakter pemilih dalam Pilkada DKI Jakarta. Dari 7 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT), terdapat 2 juta orang atau 28 persen pemilih kritis, di mana tipe pemilih ini melihat kapabilitas calon pemimpin berdasarkan gagasan dan rekam jejak. Pemilih setia (loyalis) mencapai 3 juta orang atau sekitar 42,5 persen. Sedangkan 2 juta sisanya termasuk katagori pemilih transaksional dan tradisional.

Artinya, kalau ingin menang di Pilgub DKI, berarti harus mendekati pemilih rasional (rational voter) dan pemilih loyalis (pemilih kritis) sebab jumlah kedua tipologi pemilih ini sangat dominan di Jakarta. Kedua pemilih ini secara mendasar akan melihat rekam jejak kandidat dan indikator kinerja yang baik, bukan janji-jani manis yang sulit diukur implementasi pasca pemilu. Di sinilah bedanya Jakarta dengan daerah lain yang didominasi pemilih tradisional, bahwa di luar retorika politik, jurus-jurus political marketing-nya harus berbasis data. Cagub yang banyak menyajikan kontroversi dan sensasi di ruang publik, akan mudah digerus dalam persaingan.

  • Benefit of Office (keuntungan dalam kekuasaan)
    Setiap kandidat maupun partai politik harus menjaga faktor satu ini, terkait fragmentasi kekuatan dalam Pilkada. Kalau ingin mengalahkan Ahok dalam Pilgub DKI kali ini, syarat mutlaknya adalah head to head.

    Sayangnya, saat ini skenario Cagub DKI kemungkinan akan lebih dari 2 pasangan calon. Pertama, skema pencalonan melalui jalur independen yang sudah diambil Ahok. Kedua, lewat skema jalur partai politik atau koalisi partai politik, di mana PDIP dengan modal 28 kursi di DPRD DKI jelas berpotensi mengusung calon sendiri. Begitupun Gerindra, dengan modal 15 kursi, otomatis mekanisme koalisi partai tengah untuk mengusung calon sendiri menjadi pilihan rasional. Jika ini yang terjadi, tentu Ahok paling diuntungkan. Semakin banyak kandidat maka basis konstituen kompetitor akan terpecah.

    Selanjutnya, faktor ini juga akan menunjang kandidat terpilih selama masa jabatan, sebab negosiasi di parlemen menjadi penting untuk memuluskan program-program yang mesti mendapat restu para birokrat parlemen.

  • Masalah Ahok
    [caption caption="Foto diadopsi dari Kompas.com"]

    [/caption]Saat ini, masih terbuka peluang bagi Ahok untuk dipinang partai politik sehingga pilihan independen masih bisa berubah. Hal ini hanya menunggu pinangan PDIP atau gabungan partai tengah. Kalau skema ini tak terwujud, maka dengan skema independen yang didukung 1-2 parpol, Ahok akan dirundung sedikit masalah yang cukup berat di awal-awal:

    Pertama, soal syarat jumlah dukungan KTP. Berdasarkan UU 8/2015 Pilkada, syarat jumlah dukungan minimal KTP yang harus terkumpul untuk calon perseorangan di daerah yang memiliki penduduk 6-12 juta (seperti DKI) adalah 7,5 persen. Namun pasal ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusannya, MK mengatur bahwa syarat dukungan calon perseorangan harus menggunakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilu sebelumnya, bukan jumlah keseluruhan masyarakat di suatu daerah. Maka, jumlah KTP yang harus dikumpulkan Ahok adalah 7 juta dikali 7,5 persen, yaitu sekitar 525 ribu KTP.

    Walaupun sebelumnya Teman Ahok berhasi mengumpulkan 77 ribu KTP tapi itu mesti diulang untuk pasangan calon sesuai dengan syarat UU No 8 Tahun 2015. Hal ini yang menjadi celah di mana kalau syarat ini tidak terpenuhi, maka Pilkada DKI bisa jadi dihelat tanpa Ahok.

    Kedua, struktur pemenangan independen yang belum mapan, dan cenderung sporadis. Di Indonesia, kultur tim pemenangan yang kuat itu baru ada di tubuh partai politik, sedangkan independen masih belum mapan. Pilkada DKI 2012 lalu, Faisal Basri yang dinilai sebagai salah satu Cagub potensial pun KO oleh Jokowi-Ahok karena salah satu faktor krusial adalah tim pemenangan yang mampu mengomodifikasi kandidat menjadi layak jual, penangan konflik pemilu di lapangan, mengamankan kemenangan, dan terpenting menjalankan strategi-strategi pemenangan yang mutlak dilakukan seperti strategi political marketing dll.

    Ketiga, Cost of Entry (biaya pertrungan). Saat ini, Teman Ahok punya omset 3 Milyar hasil penjualan merchandise yang sebenarnya masih sangat minim untuk ongkos pertarungan di level DKI Jakarta. Sementara, Ahok sendiri sangat menghindari politik transaksional di mana dia tidak akan mau membayar mahar ataupun menerima ongkos politik dari pihak ketiga yang transasksional nantinya. Kalau begini, maka masalahnya menjadi cukup rumit.

    Setidaknya, tiga persoalan Ahok di atas menjadi rahasia umum yang bisa “direcoki” kandidat lain kapanpun jua. Tapi sayangnya, dari beberapa kandidat yang tengah gencar digadang-gadang dalam bursa Cagub DKI saat ini, pun cenderung memiliki persoalan yang sama pelik bahkan lebih, terutama menyoal skema kontestasi lewat partai pengusung maupun partai pendukung atau perseorangan.  Karena itu, pekerjaan berat bagi kandidat lain dalam fase pemanasan ini, masih panjang dan terjal. Kalau saat ini ada kandidat yang PEDE memenuhi syarat-syarat di atas, peluang Anda mengalahkan Ahok sedikit lebih terbuka! (SR)

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Politik Selengkapnya
    Lihat Politik Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun