Senada dengan kekecewaan kami bertiga, pada Rabu, 4 Maret pekan lalu, ada Surat Pembaca di Koran Rakyat Maluku yang juga memuat keluh kesah warga seputar perbaikan kawasan Mardika dan Batu Merah Pantai, terutama jalan-jalan berlubang. Abjan Soleman yang mengirim surat pembaca itu, mencurigai pemerintah kota sengaja melakukan pembiaran terhadap kondisi terkini kawasan Mardika yang karut-marut. Menurutnya, sudah hampir 15 tahun, berganti tiga periodeWali Kota Ambon, dari dua periode MJ Papilaja hingga menjelang akhir periode pertama Richard Louhenapessy, kondisi mutakhir kawasan Mardika dan Terminal Batu Merah tetap memprihatinkan, terkesan dibiarkan sebagai slum area. Abjan juga menyayangkan sikap para sopir angkot yang bungkam, padahal kondisi jalan berlubang itu merugikan mereka, terutama kerusakan sparepart kendaraan.
[caption id="attachment_373142" align="aligncenter" width="560" caption="Bahu kiri Pasar Mardika yang sesak dgn motor karena kekurangan lahan parkir. Angkot di kawan ini pun sulit bergerak karena ruang jalan yang sempit | Dok Pribadi "]
Untuk menambah daya gedor isu ini, saya mengundang kawan-kawan aktivis pecinta lingkungan Kota Ambon berdiskusi virtual mengenai Pasar Tradisional Mardika. Sebagai pemantik diskursus, saya upload foto kondisi terkini di Pasar Mardika lengkap dengan caption yang menohok ke inti diskusi. Alhamdulillah, banyak informasi yang berhamburan dalam diskusi itu, mulai dari gerakan bersih-bersih sungai, lingkungan kota, dan pasar tardisional, kemudian masalah laten kesadaran membuang sampah, hingga usulan untuk membentuk lokasi binaan.
Tindakan nyata sudah dilakukan KPA Lestari di Kota Ambon yang bergerak ke sejumlah sekolah SD untuk mengampanyekan kesadaran membuang sampah. Gerakan edukatif semacam ini, perlu didukung pihak manapun yang berkepentingan dengan kebersihan kota, terutama Pemerintah Kota Ambon. Selain itu, suka duka para aktivis ini dalam gerakan sadar kebersihan, tidaklah sedikit. Suatu kali, tutur Opa Rudi dalam diskusi kami; ada seorang relawan yang sewaktu membersihkan sampah di sungai, tanpa diduga diguyur sapah yang dibuang warga. Nahasnya, sampah itu membenam di muka sang relawan. (Sabar ya bung.hehehe). Adapun kendala dari gerakan nirlaba seperti ini, tentulah mentok pada pendanaan. So, jawaban dari masalah klasik ini hanya satu, metamorfosa gerakan. Pegiat gerakan harus mengandalkan kolektivitas, kreativitas, dan kemitraan. Intinya, gerakan literasi "persampahan" di Kota Ambon mesti dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan massif.hehehe
[caption id="attachment_373145" align="aligncenter" width="461" caption="Kegiatan bersih-bersih lingkungan oleh Opa Rudi, tukang ojek, pecinta alam, LSM, mahasiswa, dan TNI yang turun ke laut dan jalan | Dok. Opa Rudi "]
[caption id="attachment_373144" align="aligncenter" width="414" caption="Kegiatan kampanye cinta lingkungan dan kesadaran membuang sampah yang dilakukan KPA Lestari di sekolah-sekolah SD di Kota Ambon | Dok. Fathur Lestari Kwairumaratu"]
Dalam bayangan saya, andaikan kawasan pantai Mardika dan Batu Merah yang membentang kurang lebih dua kilo meter ini lebih ditertibkan lagi, maka zona ini bisa disulap menjadi kawasan wisata. Tak kalah indah, kawasan ini menyajikan panorama teluk Ambon paling lengkap. Ke mana pun kita membuang mata, di situ kita tertumbuk beragam pesona, mulai dari ojek teluk yang mondar-mandir, kapal-kapal kargo yang berlabu bebas, berbaris-baris gunung di seberang teluk, juga bisa icip-icip beberapa kuliner khas Ambon.
Akhirnya, sebelum saya kehilangan lukisan mega merah di langit barat teluk Ambon, saya pun berpamitan, berkeliling sekali lagi, menikmati landscape sore Kota Ambon Manise. Saya janji, suara kecil Pak TS akan saya aumkan lewat social blog. Sudah saatnya, pengawasan dan kritisisme terhadap pembangunan daerah, dimulai dari warga. [SR] #AmbonBersih #SaveMardika
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H