Hal ini selalu saya diskusikan ketika konseling, tetapi sebagian dari mereka menanggapinya dengan setengah hati. Bahkan ada beberapa yang dengan gamblang mengatakan "terserah bapak saja".
Karyawan seperti itu sudah tidak perduli dengan kenyamanan yang lebih, karena dengan kondisi mereka sebagai karyawan tetap yang diupah harian, mareka sudah nyaman dan tidak merasa perlu untuk meningkatkan prestasi. Gaji mereka asal naik setiap tahun, padahal itu kenaikan untuk mengantisipasi inflasi, mereka terima dengan senang.Â
Peningkatan Golongan Tidak Penting, Asal Tetap Bisa Asyik
Apalagi dengan adanya jaminan kesehatan dan tunjangan hari tua. Mereka merasa bahwa dengan menjadi karyawan tetap hidup mereka sudah aman dan nyaman, jadi buat apa melakukan yang lebih lagi.Â
Golongan? Mereka tidak perduli. Contohnya sistem di perusahaan tempat saya bekerja, dibuat sangat jelas, setiap orang yang biasa-biasa saja akan lambat naik golongan. Sehingga bila satu level golongan ada 6 sub level (A, B, C, D, E dan F), maka hingga masuk usia pensiun karyawan "biasa-biasa" saja itu pasti tetap berada di kelompok golongannya.Â
Misalnya ketika masuk kerja ia di golongan 3A, maka bila rata-rata kenaikan sub golongan "karyawan biasa-biasa saja" adalah 5 (lima) tahun, ketika mencapai golongan 3F dia perlu bekerja selama 25 tahun dan pasti tak lama lagi sudah masuk usia pensiun. Tapi mereka tetap tidak perduli, bagi mereka tidak perlu berprestasi untuk naik ke golongan 4, 5 dan seterusnya, kalau mereka harus kehilangan kesenangan mereka sehari-hari.
Banyak Masalah, Yang Mempersulit Perusahaan
Selanjutnya, berikut berbagai pengalaman selama memimpin berbagai divisi yang bagi saya sangat mengganggu:
- karyawan bermasalah tidak bisa dipacu, karena sudah merasa nyaman, jadi malas bahkan tidak perduli dengan berbagai reward
- tidak mudah memberi sanksi karyawan bermasalah, karena adabagian/divisi yang tidak perduli, membiarkan karyawan bermasalah kerja seenaknya
- sulit mem-phk walau karyawan bermasalah karena berbagai aturan yang melindungi mereka
- perusahaan memilih membiarkan karyawan bermasalah daripada memecatnya dan berhadapan dengan pihak-pihak yang suka memaksakan kehendak
- karyawan bermasalah menjadi contoh buruk bagi karyawan baru, bahkan mereka berani membuli karyawan baru yang tidak berpihak mereka
- tuntutan karyawan bermasalah banyak dan suka mencari-cari masalah karena memang kerjanya lebih banyak menggosip
- karyawan yang berprestasi tidak nyaman sehingga keluar meninggalkan perusahaan akiabtnya karyawan bermasalah semakin menumpuk
- atasan yang ingin meningkatkan prestasi jadi stress dan membuat darah tinggi, bahkan bisa dibenci bila karyawan bermasalah apabila ternyata memiliki hubungan baik dengan salah satu pejabat
Tidak Sustain Risiko Bisnis Yang Mengancam
Kondisi ini sebenarnya bukan rahasia umum lagi. Semua pengusaha tahu itu, tapi pasrah dan ujung-ujungnya menaikan harga jual produk. Yang selanjutnya menurunkan daya saing. Perusahaan seperti ini tidak akan bertahan lama (sustain) karena tidak tahan menghadapi risiko bisnis dan fraud (Baca).
Investor baru tentu tidak mau mengalamai hal yang sama, maka tidak aneh bila mereka mempersyaratkan upah perjam. Semua itu bertujuan untuk lebih mudah memonitor produktivitas karyawan, dan ujungnya akan meningkatkan daya saing produk mereka serta membuat bisnis mereka sustain.
Mari Legowo Memberi Jalan Saudara Kita Lainnya
Oleh karena itu sebaiknya para karyawan zaman now legowo, dan mau berbuat baik dengan menerima apa yang sudah dirancangkan untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Yang ujungnya jelas membuka peluang kerja bagi para penganggur yang membutuhkan pekerjaan.Â
Perbuatan baik anda, dengan tidak turun ke jalan menjegal Undang-Undang Cipta Kerja, bahkan melakukan tindakan anarkis, pasti sangat dihargai dunia dan akhirat.
Kalau masih tidak puas juga, mari sebagai bangsa yang hidup di negara demokrasi bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konsittusi. Ingat hidup sebagai warga negara demokrasi bukan hanya menikmati hak untuk berdemo, tetapi juga menjalankan kewajiban sebagai rakyat yang bertindak dan berpikir demokratis.