Malam dingin, di sebuah kafe kecil di sudut kota, terdengar sepasang manusia bernama Arkana Raka dan Chatarina Alina yang sedang menjalani rutinitas mereka setiap akhir pekan: berbincang, bercengkrama sambil menikmati udara sejuk malam hari. Mereka menjalani hubungan tanpa status (HTS) selama hampir enam bulan lamanya. Sejak awal, mereka sepakat untuk bersikap biasa saja tanpa ikatan yang menjerat, tanpa drama, hanya sebagai teman belaka untuk berbagi dan menciptakan kisah.
"Aku ra mau terjebak komitmen dulu..." ucap Alina lirih sambil terus mengaduk secangkir moccacino panas tanpa mau memandang iris hazel milik orang di depannya, yang sedari tadi menatap Alina dengan intens. "Aku juga..." sahut Raka. Deru nafas yang berat terdengar ketika Raka menjawab keinginan Alina. "Kita jalani aja dulu, ya?" lanjut Raka, senyum tipis yang dingin terukir di bibirnya, sambil masih terus memandang Alina yang sendu.
Seiring berjalannya waktu, mereka semakin dekat. Alina menikmati setiap perhatian kecil dari Raka yang mampu membuatnya terbuai. Entah hanya dengan berpegangan tangan, jalan-jalan, jajan, dan banyak lagi, perlakuan kecil Raka mampu membuat Alina tersanjung. Namun, lama-kelamaan, perasaan Alina mulai berubah.
Suatu sore, saat mereka berbincang ringan di kafe kecil langganan mereka, Raka tiba-tiba berkata bahwa ia akan pergi berlibur dengan teman-teman kantornya.
"Liburan? Sama siapa aja?" tanya Alina sambil menyesap kopinya.
"Oh? Sama Hanna, sama anak-anak yang lain juga sih," jawab Raka santai.
Hanna. Ketika nama itu terucap dari mulut Raka, entah kenapa seperti ada kerikil yang memenuhi dada Alina, sesak rasanya. Alina tahu betul bahwa Hanna adalah teman kantornya Raka, dan Raka sering bercerita tentang kesehariannya di kantor bersama Hanna. Entahlah, rasa sesak, sakit, cemburu, marah, dan kesal mulai menggerogotinya.
"Kamu deket po sama Hanna?" tanya Alina, mencoba terdengar santai meski jelas terlihat bahwa ia sedang terbakar api cemburu. Sudut bibirnya sedikit berkedut, jemari lentiknya mencengkeram kuat daun cangkir yang sedang digenggamnya.
"B aja tuh, why does it matter?" jawab Raka santai sambil mengedikkan bahunya.
Alina terdiam. Dalam hatinya, ia bertanya, kenapa aku baper? Kita cuma HTS juga, kan?
Beberapa hari kemudian, Raka mengirim foto liburannya di pantai bersama teman-teman kantornya. Salah satu foto yang dikirim Raka menampilkan momen di mana Raka terlihat tertawa lepas bersama Hanna, ekspresi yang bahkan tak pernah Alina lihat selama ini. Alina tak bisa lagi membendung api cemburu yang membara di hatinya. Dengan emosi yang menggebu, ia segera merogoh ponselnya dan menghubungi Raka untuk mengungkapkan semua yang menyumbat hatinya.