Menyoal Perbedaan
Idealnya, gerakan akademisi semestinya disambut baik seluruh pihak dari mulai rakyat biasa hingga penguasa untuk dijadikan rem pengingat sekaligus referensi mencerahkan. Tetapi sebagaimana sudah mentradisi di dunia demokrasi, bahwa di balik setiap aksi selalu menimbulkan reaksi. Artinya, fenomena gerakan, sekalipun berasal dari akademisi yang dihormati sekalipun tentu tak terlepas dari pro dan kontra.
Rasminto (2024) dalam tulisannya di kolom Detik misalnya, ia mengkritisi bahwa sisi ketidaksepakatannya terdapat pada ketidaksukaannya apabila sivitas akademik menebar aroma perpecahan dan benih-benih kepanikan di kalangan masyarakat. Â Sudah semestinya menjunjung tinggi tradisi ilmiah dan bukannya kagetan dan partisan pada kelompok tertentu.
Pernyataan di atas banyak terbantahkan oleh ragam pendapat, misalnya dikemukakan Jannus TH Siahaan (2024) di kolom Kompas, hanya karena ada kesamaan isu dan narasi dengan paslon tertentu, bukan berarti ada kesamaan politik. Justru yang dilakukan akademisi berangkat dari wujud tanggung jawab moral dan intelektualnya, sayangnya ini seperti sulit ditangkap oleh penguasa di musim yang penuh nuansa politis ini.Â
Akademisi Tetaplah Akademisi
Akademisi tetaplah akademisi, yang peran dan kehadirannya dituntut untuk selalu menyuarakan kebenaran, di musim apapun, di musim politik sekalipun. Â Sentuhan akademisi sangat dibutuhkan, baik kepada rakyat untuk memahami kejelasan suatu isu secara intelek maupun kepada penguasa untuk meneguhkan kembali eksistensi demokrasi sebagaimana mestinya.
Seyogyanya, aksi petisi tidak dimaknai 'mempermalukan', 'menggulingkan', maupun kosakata yang memicu tendensi negatif lainnya. Kritik mereka semestinya disambut dan dilindungi negara. Bukan sekedar membiarkan akademisi hanya bersuara semata, tanpa menelan dengan seksama apa yang menjadi masukan berharga mereka sebagai upaya menjaga marwah demokrasi.
Sayangnya, musim politik memang selalu memicu banyak celah untuk berburuk sangka. Jikasanya semua dalam satu kepentingan, kepentingan untuk menjaga demokrasi yang lebih baik semata, maka tentu tidak akan ada yang menyangkal bahwa suara akademisi adalah suara rakyat, yang memanggil segenap bangsa Indonesia, tak peduli apakah itu rakyat maupun pejabat. Mereka hanya menjalankan apa yang menjadi tugas mereka: menyuarakan kebenaran dan memastikan rel demokrasi yang sedang berjalan senantiasa on the track di jalur kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H