Mohon tunggu...
Shopiah Syafaatunnisa
Shopiah Syafaatunnisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Minat dengan isu pendidikan dan agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Suara Akademisi: Suara Rakyat

9 Februari 2024   23:42 Diperbarui: 9 Februari 2024   23:42 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyoal Perbedaan

Idealnya, gerakan akademisi semestinya disambut baik seluruh pihak dari mulai rakyat biasa hingga penguasa untuk dijadikan rem pengingat sekaligus referensi mencerahkan. Tetapi sebagaimana sudah mentradisi di dunia demokrasi, bahwa di balik setiap aksi selalu menimbulkan reaksi. Artinya, fenomena gerakan, sekalipun berasal dari akademisi yang dihormati sekalipun tentu tak terlepas dari pro dan kontra.

Rasminto (2024) dalam tulisannya di kolom Detik misalnya, ia mengkritisi bahwa sisi ketidaksepakatannya terdapat pada ketidaksukaannya apabila sivitas akademik menebar aroma perpecahan dan benih-benih kepanikan di kalangan masyarakat.  Sudah semestinya menjunjung tinggi tradisi ilmiah dan bukannya kagetan dan partisan pada kelompok tertentu.

Pernyataan di atas banyak terbantahkan oleh ragam pendapat, misalnya dikemukakan Jannus TH Siahaan (2024) di kolom Kompas, hanya karena ada kesamaan isu dan narasi dengan paslon tertentu, bukan berarti ada kesamaan politik. Justru yang dilakukan akademisi berangkat dari wujud tanggung jawab moral dan intelektualnya, sayangnya ini seperti sulit ditangkap oleh penguasa di musim yang penuh nuansa politis ini. 

Akademisi Tetaplah Akademisi

Akademisi tetaplah akademisi, yang peran dan kehadirannya dituntut untuk selalu menyuarakan kebenaran, di musim apapun, di musim politik sekalipun.  Sentuhan akademisi sangat dibutuhkan, baik kepada rakyat untuk memahami kejelasan suatu isu secara intelek maupun kepada penguasa untuk meneguhkan kembali eksistensi demokrasi sebagaimana mestinya.

Seyogyanya, aksi petisi tidak dimaknai 'mempermalukan', 'menggulingkan', maupun kosakata yang memicu tendensi negatif lainnya. Kritik mereka semestinya disambut dan dilindungi negara. Bukan sekedar membiarkan akademisi hanya bersuara semata, tanpa menelan dengan seksama apa yang menjadi masukan berharga mereka sebagai upaya menjaga marwah demokrasi.

Sayangnya, musim politik memang selalu memicu banyak celah untuk berburuk sangka. Jikasanya semua dalam satu kepentingan, kepentingan untuk menjaga demokrasi yang lebih baik semata, maka tentu tidak akan ada yang menyangkal bahwa suara akademisi adalah suara rakyat, yang memanggil segenap bangsa Indonesia, tak peduli apakah itu rakyat maupun pejabat. Mereka hanya menjalankan apa yang menjadi tugas mereka: menyuarakan kebenaran dan memastikan rel demokrasi yang sedang berjalan senantiasa on the track di jalur kebenaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun