Mohon tunggu...
Shopiah Syafaatunnisa
Shopiah Syafaatunnisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Minat dengan isu pendidikan dan agama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Religiusitas dan Media Sosial

26 Juni 2023   06:51 Diperbarui: 26 Juni 2023   07:00 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital ini, permasalahan semakin kompleks. Ia bisa dihadirkan bahkan dari dunia yang sifatnya maya. Hanya karena maya, bukan berarti tidak terikat dengan nilai dan etika. Inilah yang sesungguhnya perlu diberi pemahaman yang lugas kepada para pengguna media sosial yang kini digunakan hampir seluruh kalangan dan usia.

Sesungguhnya akar permasalahan dari problematika yang marak terjadi di media sosial adalah pudarnya karakter religius. Tak sedikit problem ini mencuat di kalangan publik figur hingga pejabat. Ironinya, peran netizen yang umumnya dipraktikan anak muda kerap keluar dari batasannya. Belum lagi rentannya hoaks, cyberbullying, hingga penggunaan yang bisa berdampak menjadi pribadi anti sosial.

Sopan santun yang sudah tak lagi diindahkan, menunjukan potret tergerusnya akhlak yang tak hanya terjadi di dunia nyata, tapi juga maya. Pendidikan karakter yang selama ini digaungkan sepertinya belum menyentuh ranah media sosial yang saat ini berseliweran mengundang tanya para pemerhati pendidikan. B

ahwa zaman yang semakin maju menuntun semakin banyak PR yang harus dilakoni sebagai konsekuensinya. Harapannya, penanaman pendidikan karakter harus bisa menyentuh seluruh lini kehidupan manusia yang adaptif dengan zaman yang semakin dinamis.

Entah karena minimnya pemahaman mereka mengenai penggunaan media sosial yang bijak, ataukah salah mengambil panutan dalam bermedia sosial. Andaikata mereka dibekali karakter religius, permasalahan dunia maya sedikit banyak akan dapat teratasi.

Pemanfaatan Kurikulum
Saya rasa, prahara media sosial perlu menjadi bahan perhatian pemerintah untuk dimasukan ke dalam substansi kurikulum. Peserta didik perlu diberi pemahaman bahwa baik dunia nyata maupun maya, keduanya tetap kehidupan sebenarnya yang baik buruknya harus mampu dipertanggung jawabkan.

Yang tak kalah penting adalah pemahaman mengenai adab dan etika yang cakupannya semakin luas dan kompleks. Hendaknya kurikulum membidik terbentuknya karakter religius peserta didik yang tak hanya berfokus di dunia nyata semata. 

Ia perlu beradaptasi dengan era digital, sebab hampir seluruh peserta didik masa kini adalah pengguna aktif media sosial. Kiranya mata pelajaran PAI maupun mapel lainnya yang bersangkutan dapat dioptimalkan untuk menjawab indikator ini.

Media sosial tak bisa disepelekan walau sifatnya maya. Betapa banyak problem yang berakhir ke ranah hukum hanya karena permasalahan maya. Betapa banyak perselisihan besar yang disulutkan dari yang sifatnya maya. 

Artinya, penggunaan media sosial ada ilmunya yang wajib dipelajari. Kurikulum bisa mengatasinya dengan menyuguhkannya melalui gambaran cerita hingga perincian adab yang akan membekali para peserta didik di era digital ini.

Kurikulum saat ini bisa dimanfaatkan untuk menenamkan karakter religius peserta didik dalam bermedia sosial. Bagaimana caranya mereka merasa diawasi oleh Tuhan. 

Bagaimana caranya mereka memahami bahwa bermedia sosial pun ada pertanggung jawabannya. Dan bagaimana caranya mereka memiliki kesadaran bahwa hakikatnya mereka terikat dengan adab dan etika dimanapun mereka berada, baik nyata maupun maya. Jikasanya semua peserta didik menyadari ini, maka tentu akan berimbas pada penggunaan media sosial yang semakin bijak.

Membentuk Karakter Religius
Peran keluarga sebagai madrasah pertama dituntut beradaptasi dengan era digital. Penggunaan gadget pada anak perlu mendapat pengawasan yang ketat dari orang tua. Diantara problem yang rentan dialami mereka adalah masuk ke ranah media sosial tanpa ada arahan dan bimbingan.

Di sinilah letak pentingnya peran orang tua yang mendasari cara mereka menggunakan gadget yang baik dan benar. Anak yang sudah dibekali karakter religius oleh orang tuanya akan lebih mudah menginternalisasi nilai dan penguatan yang disampaikan oleh gurunya. Teori pendidikan ini sudah lazim kita dengar seperti yang dilontarkan Zakiah Daradjat maupun tokoh pendidikan lainnya.

Dan yang tak kalah penting adalah keteladanan. Baik orang tua maupun guru, mereka adalah role model. Anak-anak akan meniru gelagat mereka, termasuk ketika bermedia sosial. Karakter religius akan terbentuk bila keduanya berhasil menjadi panutan. Sesungguhnya bekal religius sedari dini adalah langkah antisipasi yang paling efektif untuk mengatasi ragam permasalahan yang muncul di ranah media sosial.

Peran sebagai Teman
Tak bisa dipungkiri, anak muda banyak yang berkiblat pada idola mereka di media sosial yang mereka anggap asik dan menarik. Tanpa bekal pendidikan yang kuat, banyak karakter buruk yang dasarnya adalah keliru menginterpretasikan idola tanpa adanya sikap selektif. Jika lingkungan keluarga dan sekolah mereka dapat berperan menjadi teman, maka hal yang tak diinginkan tersebut dapat diantisipasi.

Orang tua misalnya, bila tak dekat dengan anak, tak bisa menjadi teman baik bagi anak, jangan sampai anak menumpahkan pelariannya pada idola mereka di media sosial yang tak bertanggung jawab. Banyak kita dapati, idola anak muda seringkali bukanlah panutan yang baik, meski mereka mampu mengambil hati para generasi muda saat ini.

Menjadi orang tua yang menyenangkan dan guru yang disenangi adalah teori yang banyak terlupakan. Era ini bahkan menuntut peran itu lebih besar, sehubungan konflik yang merambah hingga media sosial sebagai tamparan keras bagi pendidikan kita.

Anak yang kurang pengawasan, bahkan merasa tidak nyaman dengan lingkungan yang seharusnya menginterpretasikan pendidikan yang baik, maka kesalahan tidak sepenuhnya bersumber dari peserta didik. 

Saat mereka menemukan zona nyaman di peta lingkungan yang salah, karena mereka tidak menemukan sosok idola di tengah lingkungan yang membesarkan mereka selama ini. Tak heran bila idola di media sosial seringkali membuat mereka terpukau dan membentuk karakter yang menjauhkan mereka dari pribadi berpendidikan.

Berbicara karakter religius, bahwa karakter ini mungkin bagi anak yang sudah terlanjur salah jalan akan tampak menjemukan sehingga sukar mendapatkan tempat. Maka sudah menjadi tugas orang tua dan guru untuk menghilangkan persepesi itu. 

Mengayomi anak membutuhkan skill, apalagi anak zaman sekarang yang bisa dengan mudah mengikuti tren yang asik dan menarik. Karakter religius yang telah tumbuh akan bisa menjadi filter dari panorama tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun