Semua anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan, Hal tersebut sudah terjamin dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 pasal 9 ayat 1 yang berbunyiÂ
Bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya
Namun pada faktanya, bunyi hukum tersebut belum dapat diaktualisasi dengan baik. Masih banyak sekali penerus bangsa yang tidak dapat mengenyam pendidikan, terutama anak-anak di pelosok negeri ini. Banyak orang beranggapan itu terjadi karena perekonomian orangtua mereka tidak memadai. Tidak sedikit di antara kita yang menyalahkan pemerintah karena kurang bijaknya dalam pemerataan pendidikan di seluruh penjuru negeri ini.
Dua alasan di atas tidak salah. Tetapi menurut saya pribadi, alasan utama banyak anak yang tidak dapat pendidikan seperti di perkotaan dikarenakan sedikitnya dari kita yang mau berbagi secara sukarela kepada mereka, Berbagi yang saya maksud seperti berbagi ilmu, semangat, dan motivasi. Dengan sedikit saja bantuan dari kita untuk pendidikan di pelosok negeri ini, dapat mendorong lebih semangat anak bangsa untuk menggapai cita-citanya.Â
Oleh karena itu, daripada saya hanya meratapi nasib mereka tanpa tindakan nyata, maka saya berinisiatif untuk mengikuti kegiatan sosial yang mendukung pendidikan di Indonesia. Saya mengikuti program Smart Center yang diadakan komunitas 1000 Guru Bali di salah satu sekolah dasar (SD) di Tabanan, Bali.
BELAJAR SAMBIL BERMAIN
Saya mengikuti program 1000 Guru Bali pada tanggal 08 September 2018. Dalam kegiatan ini saya berkesempatan untuk mengajar kelas IV di SDN 2 Tegaljadi, Tabanan. Saya tidak mengajar sendirian, karena Saya ditemani dua rekan saya bernama kak Esti dan kak Intan selaku koor pengajar kelas empat.
Kami bertiga mengajar pelajaran Bahasa Inggris dengan materi kosakata benda-benda yang ada di dalam dan di luar kelas, dan saya sendiri mengajar kosakata benda di dalam kelas. Metode pengajaran yang kami gunakan waktu itu adalah  flash card, sebuah media kartu belajar yang efektif dengan dengan grafis beserta keterangan kata-katanya. Menurut saya pribadi, metode pengajaran tersebut salah satu cara agar anak-anak mudah mengerti materi yang disampaikan.Â
Melalui metode games tersebut, saya dapat melihat dan merasakan kalau mereka lebih enjoy untuk menerima pembelajaran. Tidak ada tekanan sama sekali. Selain edukatif, anak-anak juga bisa lebih akrab dengan teman sekelasnya. Secara tidak langsung, games yang dimainkan menuntut mereka untuk bersosialisai dengan teman kelompoknya untuk mencapai tujuan yang sama (menjawab pertanyaan yang benar).
HAL YANG DIRASAKAN
Satu kata yang mewakili perasaan saya waktu itu, yaitu bahagia. Melihat antusias anak-anak dalam belajar membuat hati saya bergetar. Memang terlihat berlebihan, tetapi itulah faktanya. Apalagi di saat anak-anak memahami apa yang kita sampaikan, rasanya wow banget sampai susah dijelaskan dengan kata-kata. Senyum dan tawa mereka masih terekam jelas dalam ingatan.Â
Biasanya saya merasa bahagia setelah mendapat sesuatu. Namun untuk kali ini saya merasa bahagia setelah memberi sesuatu. Pemberiaan saya memang tidak sebesar jasa guru sesungguhnya. Bahkan saya perlu lebih banyak belajar lagi untuk mengajar anak-anak. Belajar lagi untuk pendekatan kepada anak SD, metode pengajaran, dan lainnya mengenai pendidikan. Saya mengakui hal kecil yang saya lakukan masih kurang. Tetapi saya meyakini dengan hal kecil yang diberikan setidaknya dapat bermanfaat untuk anak-anak SDN 2 Tegaljadi Tabanan.
MENDAPAT Â TEGURAN
Selain mendapatkan kebahagiaan batin, saya juga mendapatkan teguran yang membuat lebih mensyukuri hidup yang ada. Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa masa sekolah dulu tidak sesemangat anak SD yang saya ajarkan ini. Bahkan, saya tidak memanfaat waktu sekolah dengan belajar yang baik.
Sempat merasa bersalah kepada Tuhan. Saya ditakdirkan hidup di tengah keluarga yang mampu, tetapi saya tidak mensyukurinya. Â Dulu seringkali saya membalas hasil jerih payah orangtua dengan bermalasan-malasan, sering bermain, dan sebagainya. Alhasil, pencapaianku semasa sekolah tidaklah maksimal. Saya baru menyadari kesalahanku menjelang masuk perguruan tinggi negeri. Walau telat menyadarinya, Tuhan tetap memberiku kesempatan untuk menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi negeri di Bali.
Tetapi, yang lalu biarlah berlalu. Hal buruk yang saya lakukan dulu, saya jadikan pelajaran untuk ke depannya. Saya sangat bersyukur, melalui kegiatan 1000 Guru Bali ini saya semakin sensitif mengenai pendidikan.Â
Itulah yang bisa saya sampaikan melalui tulisan ini. Saya menulis bukan sekadar berbagi pengalaman, tetapi ada harapan terselubung untuk ke depannya. Saya berharap semakin banyak pemuda dan pemudi  Indonesia yang juga peduli dengan pendidikan untuk seluruh anak bangsa. Tidak hanya sekedar mengkritik mengenai sistemnya, tetapi juga memiliki tindakan nyata untuk mengatasinya.
Editor: Septa Kurnia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H