Setiap hari masyarakat Indonesia mengonsumsi informasi yang ada di dunia maya. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur kembali, mereka mengaktifkan gawai mereka untuk menyerap informasi yang ada.Â
Adanya informasi dapat membantu urusan personal dan juga profesional masyarakat. Dari hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indoneisa mencapai angka 215,63 juta jiwa atau sekitar 78,19% pada periode tahun 2022 hingga 2023.Â
Mayoritas dari jumlah tersebut (63,74%) berselancar di dunia maya selama 1-5 jam per hari, sementara  sisanya (22,44%) mengakses internet selama 6-10 jam dalam sehari.Â
Berdasarkan data tersebut, entah sudah berapa banyak informasi yang mereka terima setiap harinya. Bisa jadi ratusan ribu, atau bahkan jutaan informasi telah diserap oleh mereka.Â
Mungkin saking banyaknya, masyarakat seperti bukan lagi mengonsumsi, melainkan dicekoki dan dipaksa untuk menelan begitu banyaknya informasi yang ada. Namun, memang begitulah eranya sekarang, era informasi. Informasi adalah kebutuhan utama masyarakat di zaman ini, zaman digital.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa media sosial dan mesin pencari informasi seperti Google, merupakan pilihan utama masyarakat sekarang dalam mencari informasi.Â
Selain memang mudah diakses, kedua platform tersebut menyajikan informasi secara sederhana dan menarik sehingga cenderung gampang untuk dipahami oleh masyarakat.Â
Media sosial contohnya, informasi yang disajikan di platform tersebut umumnya tersedia dalam bentuk desain yang menggabungkan unsur audio dan visual. Masyarakat mengenalnya dengan istilah konten. Konten yang mengandung banyak informasi penting dan dikemas secara menarik diyakini mampu mendatangkan banyak pengguna media sosial.
Di era informasi seperti sekarang ini, konten mengambil peran yang begitu penting di tengah masyarakat Indonesia. Bisa dikatakan konten adalah kunci atau bahkan rajanya. Maksudnya, konten yang bagus secara langsung maupun tidak langsung mampu mempengaruhi seseorang dan bahkan banyak orang, baik itu pemikirannya, suasana hatinya, atau bahkan perilakunya.Â
Konten yang berpengaruh besar tentunya memiliki dampak dan manfaat yang besar pula. Hal itu bisa terjadi, kembali lagi, karena muatan informasi yang disampaikan ditambah dengan cara penyajiannya.Â
Oleh karena itu, banyak masyarakat yang berbondong-bondong untuk menjadi pembuat konten alias content creator. Anak muda, orang tua, pekerja kantoran, pedagang, orang dari kota, hingga orang dari desa, mereka saat ini memiliki profesi sampingan sebagai content creator.Â
Usia, pekerjaan utama, latar belakang, tak menjadi penghalang dan batasan bagi mereka untuk membuat konten di media sosial. Semua orang bisa membuat konten, dan semua orang bisa jadi content creator.
Fenomena saat ini adalah content creator berkembang begitu pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan media digital. Konten yang dibuat alhasil menjamur di berbagai bidang, salah satunya dunia pendidikan.Â
Ini juga lah yang mengakibatkan guru andil dalam dunia perkontenan ini, alias menjadi content creator juga. Ada guru yang menyempatkan waktunya merekam momen mengajarnya di kelas atau saat sedang berinteraksi dengan siswanya untuk dijadikan bahan dalam membuat konten.Â
Ada juga guru yang secara kreatif membuat konten terkait proses pembuatan bahan ajar melalui aplikasi desain grafis. Tidak hanya berhenti di situ saja, ada pula guru yang jenis kontennya mengkritik kebijakan pendidikan yang telah dibuat oleh pemerintah.Â
Hal ini cukup menarik pastinya. Keberagaman konten yang dibuat oleh guru menambah warna informasi yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Mungkin bisa dikatakan ini merupakan tren yang positif.
Yang namanya tren positif tentu saja ada nilai manfaatnya. Begitu juga tren guru menjadi content creator ini. Manfaat pertama yang bisa dilihat adalah guru jadi memiliki penghasilan tambahan.Â
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa masalah gaji guru yang rendah sudah mengakar sejak dulu. Karena gaji yang rendah ini, banyak guru di Indonesia akhirnya bekerja lebih keras untuk menambah penghasilan agar kelangsungan hidup tetap berjalan. Ada yang bekerja sampingan dengan membuka kelas tambahan, menjadi pramusaji di warung, menjual barang secara online, dan lain sebagainya.Â
Profesi sampingan sebagai content creator dirasa sangat menjanjikan untuk guru, setidaknya di antara profesi sampingan yang lain. Menjadi content creator bisa mendulang banyak rupiah.Â
Dilansir dari hartsimagineering.com, pada tahun 2023 untuk content creator pemula di Indonesia gajinya bisa mencapai 300 ribu hingga 5 juta rupiah dalam satu bulan.Â
Belum lagi jika ada endorsement, content creator akan mendapatkan kisaran angka 200 ribu hingga 1,5 juta rupiah untuk satu konten saja. Jumlah gaji yang lebih fantastis bisa saja didapatkan oleh content creator jika terafiliasi dengan sebuah perusahaan, yakni sebesar 4 sampai 6 juta rupiah. Semakin besar perusahaannya, maka semakin besar pula gajinya. Benar-benar manfaat besar bagi guru jikalau menjadi content creator.
Maanfaat selanjutnya jika guru menjadi content creator ialah exposure pendidikan yang jauh lebih meningkat. Ini merupakan dampak dari banyaknya konten yang dibuat dan dipublikasikan tentunya.Â
Untuk saat ini data dari IMF menunjukkan bahwa kreator konten kurang lebih berjumlah 8 juta kreator. Memang 8 juta kreator tersebut bukan semuanya kreator pendidikan atau guru yang berprofesi sampingan sebagai content creator. Namun angka tersebut tatkala memproduksi konten dan mempostingnya mampu untuk memenuhi lini masa media sosial dan dunia internet.Â
Bayangkan saja jika semakin banyak guru yang menjadi content creator, konten-konten pendidikan pun akan lebih sering berseliweran di jagat dunia maya dan tentu saja media sosial juga mulai pagi hingga malam, mulai hari pertama hingga hari ketujuh, dan seterusnya. Banyaknya konten pendidikan yang terpampang pada akhirnya membuat masyarakat lebih aware dan peduli dengan dunia pendidikan. Dimanapun masyarakat berada, pendidikan menjadi sorotannya.
Sudah pasti siswa juga terkena imbas manfaat ketika guru menjadi kreator konten. Manfaat yang dimaksud yakni siswa jadi memiliki sumber belajar tambahan yang lebih banyak dan beragam. Platform media sosial-YouTube, Instagram, Tiktok, mesin pencari Google, dan platform belajar lainnya merupakan platform andalan bagi guru untuk mempublikasikan konten pendidikan yang telah dibuat.Â
Dengan adanya guru yang menjadi content creator dan platform-platform tersebut siswa jadi terbantu dalam mempelajari ilmu-ilmu yang tidak mereka dapatkan di sekolah, atau memperdalam lagi materi yang sudah diajarkan di ruang kelas sebelumnya. Terlebih lagi, siswa dapat mengakses konten pendidikan tersebut secara online di mana pun dan kapan pun hanya menggunakan gawai atau laptop mereka.Â
Kini, sumber belajar yang diberikan di sekolah bukan satu-satunya sumber belajar untuk siswa. Jika mereka ingin mendapatkan materi belajar tambahan, meraka tinggal mengetikkan kata kunci yang dibutuhkan di kolom pencarian yang tersedia, maka secara langsung konten-konten terkait muncul di layar kaca mereka dan siap untuk disantap.
Ini cukup jelas bahwa tren positif guru menjadi content creator perlu untuk dijaga dengan baik, bahkan juga perlu untuk lebih ditingkatkan. Semakin baik tren, maka semakin baik pula manfaat yang bisa dirasakan. Dunia pendidikan yang lebih baik tidak hanya menjadi tanggung jawab guru saja, melainkan juga butuh adanya keterlibatan masyarakat secara luas dan konten yang baik sebagai salah satu medianya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H