Pendahuluan
Pantai Sanggar, yang terletak di Tulungagung, Jawa Timur, merupakan salah satu kawasan pesisir yang penting dari segi ekologi dan ekonomi. Kawasan ini tidak hanya berperan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, namun juga menjadi habitat bagi berbagai flora dan fauna pesisir. Namun, seperti banyak pantai di Indonesia, Pantai Sanggar mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan akibat perubahan iklim, khususnya terkait kenaikan permukaan laut dan intensifikasi fenomena cuaca ekstrem.
Perubahan iklim global mempengaruhi dinamika pesisir melalui dua mekanisme utama: kenaikan permukaan laut dan perubahan intensitas badai serta curah hujan. Kedua mekanisme ini dapat mempercepat proses abrasi dan erosi pantai, yang mengakibatkan mundurnya garis pantai dan hilangnya lahan pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari perubahan iklim terhadap kerentanan garis pantai di Pantai Sanggar.
 Tinjauan Literatur
Perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan permukaan laut (sea level rise) telah dipelajari secara ekstensif dalam berbagai studi pesisir di seluruh dunia. Menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), kenaikan permukaan laut yang disebabkan oleh pencairan es di kutub dan pemuaian termal laut merupakan salah satu ancaman utama bagi kawasan pesisir. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa laju kenaikan permukaan laut global adalah sekitar 3,6 mm per tahun pada dekade terakhir, dengan variasi yang signifikan di berbagai wilayah .
Selain kenaikan permukaan laut, perubahan pola cuaca seperti peningkatan frekuensi badai tropis, curah hujan ekstrem, dan gelombang badai (storm surge) turut mempengaruhi kawasan pantai. Badai dan gelombang badai dapat menyebabkan erosi pesisir yang parah, sementara curah hujan yang tinggi dapat mempengaruhi pola aliran sungai yang berakhir di pesisir, mempengaruhi proses sedimentasi.
Pantai-pantai di Indonesia, termasuk Pantai Sanggar, sering kali menjadi lokasi yang rawan terhadap kerusakan karena minimnya upaya mitigasi dan penyesuaian terhadap perubahan iklim. Keterbatasan kebijakan pengelolaan pantai yang holistik dan berkelanjutan di daerah pesisir meningkatkan kerentanan kawasan ini terhadap dampak perubahan iklim.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan multi-disiplin yang melibatkan data pengamatan lapangan, citra satelit, dan model prediksi komputer untuk menganalisis perubahan garis pantai serta proyeksi dampak perubahan iklim. Data yang dikumpulkan meliputi:
- Data topografi pantai: Topografi pantai menggambarkan kondisi fisik dari permukaan pantai yang meliputi garis pantai, elevasi atau ketinggian, serta kemiringan pantai dari titik darat menuju laut. Kondisi ini biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor alami seperti proses sedimentasi dan erosi, serta pengaruh buatan seperti pembangunan struktur perlindungan pantai.
Data topografi pantai sangat penting karena menjadi dasar dalam memahami:
- Perubahan garis pantai: Topografi pantai mencatat perubahan mundurnya atau majunya garis pantai dari waktu ke waktu.
- Potensi erosi dan sedimentasi: Mengidentifikasi area yang rentan terhadap hilangnya material pantai atau sebaliknya, area yang mengalami penambahan sedimen.
- Pengaruh gelombang dan arus: Topografi membantu memahami bagaimana gelombang dan arus laut menggerakkan material pantai.
- Risiko banjir pesisir: Dengan memahami ketinggian pantai terhadap permukaan laut, kita bisa memprediksi potensi banjir akibat badai atau kenaikan permukaan laut.
Dilakukan pengukuran perubahan ketinggian dan kemiringan pantai menggunakan teknologi GPS dan drone untuk melihat perubahan dalam beberapa tahun terakhir.
- Pengamatan sedimentasi: Alat Pemantau Arus dan Sedimen Tersuspensi: Selain sediment trap, alat pemantau seperti Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) sering digunakan untuk mengukur distribusi sedimen tersuspensi dalam kolom air. ADCP menggunakan sinyal akustik untuk menghitung kecepatan arus serta konsentrasi sedimen tersuspensi pada berbagai kedalaman.
Cara Kerja: ADCP dipasang di dasar laut atau digantung di kapal untuk memantau arus dan partikel tersuspensi dalam air dengan mengirimkan gelombang suara yang dipantulkan kembali oleh partikel di dalam air.
Aplikasi: Alat ini berguna dalam memahami transportasi sedimen oleh arus, serta pola distribusi sedimen tersuspensi di perairan.
 Menganalisis pola sedimentasi di sepanjang garis pantai, terutama di muara sungai yang bermuara di Pantai Sanggar.
- Citra satelit: Citra satelit adalah gambar yang dihasilkan oleh sensor pada satelit yang mengorbit Bumi. Sensor-sensor ini menangkap data elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan Bumi, kemudian dikonversi menjadi gambar yang dapat dianalisis. Citra satelit dapat memberikan informasi mengenai karakteristik fisik suatu wilayah seperti warna, suhu, topografi, serta perubahan morfologi dari waktu ke waktu.
Dalam bidang teknik kelautan, citra satelit digunakan untuk mengamati dinamika pesisir, kondisi laut, dan perairan secara luas. Dengan kemampuannya mencakup area yang sangat besar, citra satelit menjadi alat yang sangat berguna untuk pemantauan dan manajemen wilayah pesisir.
Digunakan untuk memantau perubahan garis pantai secara spasial dari waktu ke waktu.
- Model komputer: Menggunakan model hidrodinamika untuk memproyeksikan dampak kenaikan permukaan laut dan intensifikasi badai terhadap erosi dan akresi di Pantai Sanggar.
Analisis dilakukan dengan membandingkan data historis dari 10 tahun terakhir dan memprediksi potensi perubahan di masa mendatang berdasarkan skenario kenaikan permukaan laut dan perubahan iklim yang diproyeksikan oleh IPCC.
4. Pembahasan
4.1. Kenaikan Permukaan Laut dan Pengaruhnya terhadap Garis Pantai
Dari hasil pengamatan dan analisis, ditemukan bahwa garis pantai di Pantai Sanggar telah mengalami pergeseran signifikan selama dekade terakhir. Berdasarkan citra satelit, garis pantai mundur rata-rata 1,2 meter per tahun, dengan beberapa area tertentu mengalami erosi yang lebih parah. Kenaikan permukaan laut diperkirakan menjadi faktor utama dalam proses ini, dengan ketinggian air yang lebih tinggi mengakibatkan tergerusnya sedimen pantai yang lebih cepat.
Proyeksi model komputer menunjukkan bahwa jika kenaikan permukaan laut global mencapai 0,5 meter pada akhir abad ini, sekitar 15% dari kawasan pesisir Pantai Sanggar akan hilang akibat erosi, yang dapat berdampak buruk pada ekosistem pesisir dan masyarakat setempat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut.
4.2. Intensifikasi Badai dan Erosi Pantai
Selain kenaikan permukaan laut, perubahan iklim juga mempengaruhi pola cuaca ekstrem. Hasil pengamatan menunjukkan peningkatan frekuensi badai lokal yang menyebabkan erosi mendalam di beberapa bagian Pantai Sanggar, terutama selama musim hujan. Badai besar pada tahun 2023 menyebabkan hilangnya lebih dari 2 hektar lahan pesisir dalam waktu kurang dari satu bulan.
Dampak ini diperburuk oleh kurangnya infrastruktur perlindungan pantai seperti pemecah gelombang dan tanggul laut. Penguatan infrastruktur ini diperlukan untuk mengurangi dampak badai di masa mendatang.
4.3. Dinamika Sedimentasi dan Kerusakan Ekosistem
Perubahan iklim juga mempengaruhi pola sedimentasi di Pantai Sanggar. Dari hasil studi lapangan, ditemukan bahwa beberapa area pantai mengalami penurunan pasokan sedimen dari sungai-sungai di sekitarnya akibat perubahan pola curah hujan. Hal ini mengakibatkan semakin berkurangnya material yang dapat menstabilkan pantai, meningkatkan kerentanan terhadap erosi. Ekosistem hutan bakau dan terumbu karang di sekitar pantai juga mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan akibat sedimentasi yang terganggu.
5. Â Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim memberikan dampak signifikan terhadap kerentanan garis pantai di Pantai Sanggar, Tulungagung. Kenaikan permukaan laut, intensifikasi badai, dan perubahan pola sedimentasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi dinamika pesisir di kawasan ini. Tanpa upaya mitigasi yang tepat, kerusakan pantai akan terus meningkat, mengancam ekosistem lokal dan mata pencaharian masyarakat pesisir.
Langkah-langkah mitigasi yang disarankan meliputi pembangunan infrastruktur perlindungan pantai, restorasi ekosistem pesisir seperti mangrove, serta implementasi kebijakan pengelolaan pantai yang berkelanjutan. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk merumuskan strategi yang efektif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di kawasan pesisir ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI