Namun, hal ini belum diteliti lebih lanjut dikarenakan belum ada konfirmasi dari pihak pemerintah kota Tangerang Selatan. Jika benar hal itu terjadi (pembangunan apartemen) maka hal itu bisa berdampak lebih kompleks bila dibandingkan sebelumnya. Karena dilihat dari letak geografis wilayah Serpong cocok dijadikan sebagai lahan bisnis dan infrastruktur, karena dekat dengan wilayah BSD city dan fasilitas umum yang memadai seperti adanya jalur KRL.
Maka dalam hal itu juga masyarakat perlu hati-hati dalam mengambil keputusan, bisa jadi hal itu sebuah jebakan dari pemerintah namun dikemas dengan bahasa yang seolah-olah membela kepentingan rakyat. Adanya sebuah kemungkinan telah ada suntikan dana yang besar dari konglomerat untuk menjadikan wilayah serpong menjadi hunian pribadi menengah ke atas, dimana pada akhirnya masyarakat sana terusir dari kampung halaman mereka.
Kepentingan bisnis memang selalu menggiurkan bagi orang yang ingin terlibat di dalamnya maka hal ini tidak mengherankan bagi pemerintah Kota Tangerang Selatan akan menutup TPA Cipeucang. Pembangunan apartemen dan infrastruktrur lainnya akan berdampak dengan meningkatnya perekonomian Kota Tangerang Selatan bila dibandingkan dengan tetap mempertahankan TPA Cipeucang yang minim pendapatan.
Permasalahan sampah yang tak kunjung usai ini telah menimbulkan beragam dampak yang cukup signifikan baik dari segi fisik maupun non fisik. Dampak fisik hal tersebut dapat terlihat dari timbulnya gatal-gatal pada kulit warga dikarenakan air yang tercemar dan air pemukiman warga yang menjadi keruh, polusi udara, terkontaminasinya kandungan tanah dan adanya peralihan fungsi lahan dari sawah menjadi TPA dan tambak. Seperti pada hasil wawancara kami kepada salah satu warga sekitar TPA Cipeucang, yakni pak Sinom yang bekerja sebagai pedagang.
“Dampak fisik yang dirasakan adalah terkontaminasinya sanitasi air PDAM, sehingga menyebabkan rasa gatal apabila digunakan untuk aktivitas warga. Sedangkan damapak non fisik berupa sesak pernapasan karena bau sampah”, ujarnya.
Sementara dampak non-fisiknya adalah adanya migrasi warga dikarenakan resah akan kondisi wilayah yang menurut mereka sudah tidak nyaman. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya TPA juga membawa dampak yang menguntungkan bagi golongan warga tertentu yaitu dengan meningkatnya pendapatan mereka dari terbukanya lowongan kerja yang disediakan dalam TPA tersebut. Menurut Bu Uin (53), keberadaan TPA tersebut sangat menguntungkan bagi warga sekitar dalam peningkatan pendapatan mereka.
“Lapangan pekerjaan yang dibuka adalah sebagai pegawai TPA dan pembuat composting”, ujar Bu Uin (22/02/20).
Disamping respon buruk yang timbul akibat pengelolaan yang salah terhadap TPA Cipeucang ini, terdapat beberapa warga yang justru menjadikan TPA Cipeucang ini menjadi ladang nafkah bagi mereka. Warga yang bekerja di TPA Cipeucang rata-rata bekerja sebagai pengepul sampah dan pembilah sampah.
Membentuk Kesadaran Terhadap Realitas yang Terjadi Akan Pentingnya Komunikasi, Sosialisasi serta Pendidikan Politik.
Dalam menanggapi permasalahan ini, perlu diadakannya penyuluhan terhadap seluruh warga Kampung Nambo terhadap realitas yang terjadi atas pembangunan TPA Cipeucang bahwa terbentuknya kesadaran itu ketika dihadapkan dengan realitas yang terjadi. Substansi dari solusi yang dipaparkan mengacu kepada sikap pasrah dan antipasti masyarakat atas permasalahan sampah dari TPA Cipeucang.
Bukan tanpa alasan, melihat dari data di lapangan, masyarakat seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi saat ini ketika masalah sampah di TPS Cipeucang sudah melebihi batas wajar. Masyarakat pasrah dengan kondisi semacam ini, karena mereka tahu bahwa apa yang setiap mereka lakukan atau ketika mereka ingin menyampaikan aspirasi mereka, pasti tidak akan pernah ditanggapi serius oleh pemerintah baik itu tingkat kota maupun tingkat kelurahan.