Mohon tunggu...
Sholehudin A Aziz
Sholehudin A Aziz Mohon Tunggu... Dosen - Seorang yang ingin selalu bahagia dengan hal hal kecil dan ingin menjadi pribadi yang bermanfaat untuk siapapun

Perjalanan hidupku tak ubahnya seperti aliran air yang mengikuti Alur Sungai. Cita-citaku hanya satu jadikan aku orang yang bermanfaat bagi orang lain. Maju Terus Pantang Mundur. Jangan Bosan Jadi Orang baik. Be The Best.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Budaya Bersih dan Senyum Itu Butuh Revolusi Mental

9 Oktober 2016   16:00 Diperbarui: 9 Oktober 2016   16:35 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang pasti banyak orang yang hanya bisa mengucap “ayo kita galakkan budaya bersih dan senyum” tapi sesungguhnya mereka tak kuasa melaksanakannya dalam kehidupan sehari hari. Budaya bersih dan senyum akhirnya hanya menjadi pemanis bibir semata dan jauh dari praktik nyata. Berdasarkan kajian penulis, berikut ini beberapa alasan mengapa budaya bersih dan senyum masih langka, diantaranya adalah:

  • Tradisi/Kebiasaan Buruk. Tak bisa dipungkiri bahwa kebiasaan tidak bersih dan jarang senyum misalnya bisa diperoleh sedari kecil terutama kebiasaan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Walhasil ketika dewasa, kebiasaan ini tetap terbawa dan menjadi sebuah tradisi untuk acuh terhadap kebersihan dan murah senyum. Tradisi membuang sampah sembarangan yang dibawa sejak kecil misalnya akhirnya terbawa hingga dewasa, dimanapun dan kapanpun ia berada. Begitu juga dengan senyum. Kebiasaan jarang senyum ketika berinteraksi dengan orang lain akhirnya menjadi kebiasaan yang suklit dihilangkan.
  • Malas. Setelah diteliti lebih jauh, ternyata yang menjadi penyebab dari tradisi tidak bersih dan sulit senyum adalah karena faktor kemalasan semata. Sebenarnya mereka tahu dan faham akan manfaat dari kebersihan dan dan dampak dari senyuman, namun mereka malas untuk melakukannya.
  • Minus Kepedulian. Persoalan kebersihan sesungguhnya merupakan persoalan kepedulian kita terhadap orang lain, lingkungan, dan masyarakat terutama dalam konteks kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Betapa senangnya kita bila berada di lingkungan yang bersih serta para penghuninya yang ramah dan suka menebar senyum, bisa dipastikan kita akan merasa aman, nyaman dan bahagia. Saya masih ingat betapa rutinitas saya membuang (mohon maaf) kotoran kucing di sepanjang gang komplek saya kadangkala dipandang hina oleh orang lain. Mereka tidak sadar bagaimana satu tumpuk kotoran kucing akan bisa menyebabkan penyakit toksoplasma yang sangat berbahaya bagi kesehatan reproduksi wanita. Namun ketika mereka tahu dan sadar maka mereka akhirnya mau mengikuti jejak saya sebagai “tukang buang kotoran kucing”. Semua ini berawal dari kepedulian.
  • Minus investasi. Ketika kita rajin dan memiliki budaya bersih dan senyum maka sesungguhnya hal tersebut merupakan investasi tak terhingga yang kita tanam hari ini untuk anak-anak cucu dan generasi setelah kita. Ketika kita senantiasa bersih maka sesungguhnya kita menanamkan investasi kesehatan. Ketika murah senyum sesungguhnya kita sedang berinvestasi untuk kenyamanan dan kedamaian. 

Apresiasi atas Gerakan GBBS 

Terus terang, ketika budaya bersih dan senyum yang saat ini telah menjadi budaya langka maka saya patut memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) yang telah menggagas Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental yang bertujuan untuk membangun sikap mental masyarakat Indonesia agar peduli dengan kebersihan lingkungan, berkepribadian ramah dan murah senyum, sekaligus pembuka jalan bagi kekuatan Indonesia untuk menjadi poros maritim Dunia.

Sebagai salah satu contoh kegiatan yang dilakukan adalah Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) bersama ratusan pelajar SLTP dan SLTA di Candi Borobudur , Sabtu (24/9) yang digagas oleh 3 kementrian yaitu Kemenko Kemaritiman, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), dan  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Gerakan GBBS ini ternyata juga dilaksanakan di 10 lokasi distinasi wisata nasional di Indonesia.

 Bagi saya, ide program ini sungguh luar biasa di tengah hilangnya budaya bersih dan senyum di tengah-tengah masyarakat kita. Di tengah-tengah ketidakpedulian banyak lembaga Negara dan masyarakat terhadap budaya bersih dan senyum. Di tengah menurunnya angka kunjungan wisatawan asing ke tanah air. Ternyata masih ada yang peduli dan berinisiatif menggalang gerakan budaya bersih dan senyum ini.

Selain Kementrian di atas, terdapat beberapa kalangan yang juga ikut menggerakkan program GBBS ini secara tidak langsung. Mereka telah ikut berjuang mempromosikan dan memperjuangkan membuminya gerakan GBBS dimanapun dan kapanpun berada. Eksistensi mereka patut mendapatkan apresiasi yang tinggi. Salah satunya adalah Gerakan GBBS yang banyak dilakukan warga masyarakat di tingkat keluarga. Banyak keluarga-keluarga yang sadar akan GBBS senantiasa menjaga kebersihan rumah dan membudayakan wajib senyum di keluarga mereka.

Begitu juga dengan gerakan GBBS  yang telah banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan sejak dari tingkat paling awal hingga ke level perguruan tinggi. Di banyak sekolah tingkat SMP dan SMA misalnya saat ini banyak sekolah yang mengkampanyekan 5 S yaitu senyum, salam, sapa, sopan dan santun.

Di beberapa wilayah desa, kecamatan hingga kota, juga terdapat gerakan yang serupa yaitu gerakan budaya bersih dan senyum yang patut diapresiasi. NAmun bila dihitung secara kuantitas, jumlah pihak atau kelompok yang terus simultan mengkampanyekan gerakan GBBS dengan beragam model ternyata tidak terlalu banyak dan signifikan.  Angka ini masih jauh dari harapan kita semua karena dampak yang ditimbulkannya belum massif terasa di seantero negeri. Hal ini berarti kita masih harus berjuang kembali untuk terus mengkampanyekan GBBS ini.

Budaya Bersih dan Ramah Belajarlah dari Jepang

Dalam urusan kebersihan dan keramahan maka sepatutnya kita berkiblat dan meniru kegigihan orang Jepang. Hingga saat ini, Jepang terkenal dengan lingkungannya yang bersih, bahkan Jepang menyandang gelar sebagai negara dengan tingkat kebersihan terbaik di dunia. Gelar ini tidak serta-merta Jepang dapatkan dengan singkat, mengingat Jepang juga pernah berada pada posisi seperti Indonesia yang kotor dan kumuh di beberapa kotanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun