Mohon tunggu...
Sholehudin A Aziz
Sholehudin A Aziz Mohon Tunggu... Dosen - Seorang yang ingin selalu bahagia dengan hal hal kecil dan ingin menjadi pribadi yang bermanfaat untuk siapapun

Perjalanan hidupku tak ubahnya seperti aliran air yang mengikuti Alur Sungai. Cita-citaku hanya satu jadikan aku orang yang bermanfaat bagi orang lain. Maju Terus Pantang Mundur. Jangan Bosan Jadi Orang baik. Be The Best.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berbeda itu Biasa, Nak, Saling Menghormati itu yang Luar Biasa

8 September 2016   12:03 Diperbarui: 9 September 2016   11:24 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks ini, tidak jarang beberapa media mengubah dan atau membesar-besarkan suatu peristiwa konflik semata-mata untuk menciptakan sebuah sensasi. Di sisi lain, inisiatif-inisiatif kerukunan dan damai yang berlangsung di masyarakat justru sepi pemberitaan sehingga tidak heran berkembang sinisme publik bahwa di media berlaku sebuah prinsip blood is news atau bad news is good news.

Di sini persoalannya bukan lagi sekadar akurasi, objektivitas dan netralitas media, melainkan lebih dari itu: sejauh mana media berkomitmen untuk menjadikan kerukunan dan perdamaian dan integrasi sosial sebagai prinsip yang mengarahkan kerja-kerja peliputan dan pemberitaan.

Perdamaian yang diharapkan sesungguhnya bukanlah ketiadaan kekerasan dalam berbagai bentuk, apakah itu bentuk fisik, sosial, psikologis, dan struktural semata tetapi terciptanya kesejahteraan, kebebasan, dan keadilan di masyarakat. Tanpa itu tidak akan pernah terjadi kedamaian yang sesungguhnya di dalam masyarakat.

Teladan dari Tokoh Agama
Mendamba kerukunan di tengah kemejemukan memang tidaklah mudah, tetapi tidaklah sulit bila kita melakukan ikhtiar terbaik. Mungkin tidak ada salahnya bila kita menengok ke belakang, di mana banyak sekali teladan-teladan baik yang ditunjukkan tokoh-tokoh agama kita pada zaman dahulu kala.

Semisal kisah tokoh umat Islam, khalifah Umar bin Khattab yang bisa kita renungi bersama. “Sewaktu menerima penyerahan kota Yerusalem dari penguasa Romawi ke tangan umat Islam, setibanya di bukit Zion, Khalifah Umar ibn Khattab hendak menunaikan shalat dhuhur, serta merta Uskup Agung Sophronius menawarkan gereja yang dipandang suci oleh orang Kristiani untuk menjadi tempat shalat.

Tawaran ramah ini disambut hangat oleh Umar dengan sebuah ucapan, "Sungguh senang menerima tawaran tuan. Tetapi kalau saya shalat di situ, saya khawatir suatu saat nanti orang Islam akan merampas gereja Tuan untuk dijadikan masjid. Karena itu, izinkanlah saya shalat di sisi gereja tuan saja”. Di kemudian hari, dibangunlah masjid di bekas sujudnya Umar, berdampingan dengan gereja suci umat Kristiani tersebut.

Kisah di atas, menunjukkan betapa besar jiwa keteladanan, sikap toleran dan kedewasaan masing-masing tokoh agama saat itu. Mereka berpegang teguh kepada keyakinan agamanya masing-masing, tetapi pada saat yang bersamaan mereka tetap menaruh simpati yang dalam dan rasa hormat yang tinggi kepada pemeluk agama lain tanpa halangan apapun.

Harus diakui, walaupun harapan untuk menciptakan Indonesia sebagai pusat diaspora bagi sikap toleran-inklusif dan pusat pembelajaran bagi kerukunan bersama secara harmonis dalam masyarakat plural cukup sulit. Namun berbekal semangat untuk saling menghargai perbedaan, toleransi dan keinginan hidup rukun damai dan tenteram dengan tanpa mengurangi nilai-nilai keyakinan masing-masing diyakini kita akan mampu meraihnya yakni merajut kebersamaan yang lebih harmonis.

Strategi Menghadapi Media Sosial
Harus diakui bahwa saat ini, tidaklah terlalu sulit untuk menciptakan isu konflik di antara umat beragama. Hanya cukup bermodal beberapa ketikan kalimat saja di media sosial seperti Facebook, Whatsapp, blog dan lain sebagainya maka konflik dan kekerasan pun bisa terjadi. Maka dari itu, setiap informasi yang beredar di media sosial harus benar-benar kita filter dengan baik.

Berikut ini beberapa kita-kiat agar kita terhindar dari provokasi media social yang berpotensi mengganggu kerukunan antar umat beragama. Bila anda mendapatkan kabar/berita tentang suatu hal/kejadian di media sosial yang berpotensi menimbulkan konflik konflik dan kekerasan maka:

  • Cek kebenaran berita itu? Lakukan konfirmasi kebenaran berita ini. Sebaiknya kumpulkanlah sebanyak mungkin informasi sejenis dari berbagai sumber berita dan lakukan croscek ke sumber berita. Kadangkala hanya berupa berita hoax saja. dalam istilah agama Islam dikenal dengan Tabayyun,
  • Baca kesesuaian judul dengan isi berita serta kenali konteks pemberitaan. Seringnya isi berita tidak sesuai dengan judul berita. terkadang judul berita sangat bombastis demi meraih simpati publik saja. padahal isinya tidak mengandung kebenaran,
  • Cek apakah ini fakta? Atau prasangka? Lihat bukti, fakta dan data. Misalnya bukti data catatan, video/rekaman wawancara atau bisa juga gambar. Dengan adanya bukti nyata tersebut maka akan lebih terpercaya,
  • Pisahkan opini dan fakta. Ingatlah bahwa pendapat nara sumber atau opini dari si penulis bukanlah fakta, melainkan hanya cara pandang seseorang dalam menilai/menyikapi suatu hal dan bersifat subyektif. Sehingga tidak bisa dijadikan bukti atau fakta yang menjadikan berita tersebut benar atau tidak,
  • Jika berita ini fakta dan benar, apakah memang perlu disebarkan? Apakah ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atas berita ini? Hal ini membutuhkan kebijaksanaan dan kedewasaan kita dalam melihat sesuatu konteks. Jadi tidak asal forward ke pihak lain karena bisa jadi malah membuat keadaan semakin sulit dan tidak terkendali,
  • Cek perkiraan motif dan afiliasi pembuat berita. Terkadang ada pihak pihak yang sengaja membuat pemberitaan demi untuk kepentingan kelompoknya semata dengan mengorbankan kepentingan kelompok lain,
  • Apakah berita ini memberikan kebaikan? Atau justru menyulut konflik? bila terindikasi bisa menyulut konflik maka seyohyanya dihindari untuk menyebarluaskannya,
  • Kita harus benar-benar memperhatikan konteks efek dari berita yang kita sampaikan. Benar benar dipertimbangkan efek baik dan buruknya demi kemaslahatan bersama.

Demikianlah sedikit sharing idea perihal bagaimana merajut toleransi di tengah masyarakat yang majemuk dan toleransi di tengah era media social yang semakin canggih. Kita sangat berharap bangsa tercinta ini semakin rukun dalam damai selalu. Bravo Kementrian Agama atas inisiatif penting dan ide menarik ini.  Amiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun