Mohon tunggu...
Sholehudin A Aziz
Sholehudin A Aziz Mohon Tunggu... Dosen - Seorang yang ingin selalu bahagia dengan hal hal kecil dan ingin menjadi pribadi yang bermanfaat untuk siapapun

Perjalanan hidupku tak ubahnya seperti aliran air yang mengikuti Alur Sungai. Cita-citaku hanya satu jadikan aku orang yang bermanfaat bagi orang lain. Maju Terus Pantang Mundur. Jangan Bosan Jadi Orang baik. Be The Best.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Nikah Usia Ideal vs Nikah Muda: Jangan Salah Pilih demi Masa Depan yang Lebih Baik

15 Agustus 2016   08:53 Diperbarui: 25 Agustus 2016   14:10 1697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum memulai tulisan singkat ini, saya harus sampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada BKKBN atas inisiatif bagusnya menjadikan “Nikah Usia Ideal” sebagai isu penting  dalam peringatan HARGANAS 2016 untuk dikampanyekan.  Harus diakui bahwa diskursus perihal tema ini mulai jarang dan bahkan mulai hilang dari kupasan banyak pihak, ditelan hiruk pikuk dunia politik yang tak pernah berujung. Padahal tema ini begitu penting dan memiliki dampak yang luar biasa bagi masa depan bangsa kita tercinta ini. Karena dari generasi ini lah masa depan cemerlang Indonesia bisa terwujud. 

Bagi saya, pernikahan merupakan peristiwa saklar bagi ummat manusia yang menjadi cikal bakal keberlangsungan sebuah siklus kehidupan. Lantas kapan usia nikah ideal yang bisa kita jadikan pedoman?

Menurut Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab 2 pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa usia ideal perkawinan adalah 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enambelas) tahun”.

Dalam perkembangannya, batas usia menikah minimal bagi perempuan ini kemudian digugat oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan alasan batas usia minimal perempuan menikah dalam UU Perkawinan rentan terhadap kesehatan reproduksi dan tingkat kemiskinan. YKP menilai organ reproduksi perempuan usia tersebut belum siap, akibatnya angka kematian ibu melahirkan sangat tinggi. Namun saying, gugatan ini di tolak oleh Majelis Mahkamah Konstitusi, 18 Juni 2015 lalu.

Walaupun MK telah menolak menaikkan batas usia minimal untuk menikah bagi perempuan di atas,  Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tetap mengkampanyekan usia ideal untuk menikah bagi perempuan yaitu di atas 20 tahun dan 25 tahun untuk laki-laki. Menikah di usia tersebut, diyakini  dapat merencanakan masa depan yang lebih cemerlang, serta dapat mewujudkan keluarga yang berkualitas, sejahtera, dan mandiri.

Lalu bagaimana sesungguhnya dengan pandangan agama? Syariat Islam misalnya, sesungguhnya tidak pernah membatasi usia tertentu untuk menikah. Namun, secara implisit, syariat menghendaki orang yang hendak menikah adalah benar-benar orang yang sudah siap mental, fisik dan psikis, dewasa dan faham arti sebuah pernikahan yang merupakan bagian dari ibadah.

Bila demikian adanya, sesungguhnya usia “nikah usia ideal” telah jelas, yakni di atas 16 tahun (UU nomer 1 tahun 1974) atau 20 tahun (anjuran BKKBN), namun ternyata fakta di lapangan berkata lain. Hampir setiap saat, kita sering mendengar kasus “Pernikahan Dini” di berbagai tempat dengan beragam alasan yang melatarbelakanginya. 

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 misalnya, menunjukan prevalensi umur perkawinan pertama antara umur 15-19 tahun sebanyak 41,9 persen. Bahkan, penelitian lainnya yang dilakukan di Provinsi Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Banten menunjukan usia kawin pertama perempuan di perkotaan sekitar 16-19 tahun, sedangkan di perdesaan sekitar 13-18 tahun.

Temuan angka riset ini sungguh membuat kita miris terkejut dan miris. Mengapa demikian? Karena ternyata banyak pasangan yang sudah menikah di usia yang masih sangat muda. Coba bayangkan, di usia 13-15 tahun dimana mereka masih asyik-asyiknya menuntut ilmu di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 1 & 2, mereka sudah menikah dan memiliki kewajiban suami istri dengan segala tantangan, kesulitan, dan tanggung jawab yang dihadapinya.

Lantas alasan apa yang kira-kira menyebabkan mereka memilih “Nikah Muda”? Menurut hasil penelitian BKKBN, penyebab maraknya pernikahan dibawah umur ideal dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor sosial, ekonomi, budaya dan faktor tempat tinggal desa-kota. Namun dari beberapa faktor tersebut, faktor ekonomi lah yang paling dominan mempengaruhi usia perkawinan pertama pada perempuan. Iming-iming kemapanan dari sang suami yang kebetulan lebih mampu (kaya) menjadi salah satu alasan utamanya. Terutama di daerah pedesaan dengan kultur tertentu dimana nikah muda menjadi hal lumrah.

Lalu, mengapa “Nikah Muda” ini dianggap kurang tepat dan baik? Adakah resiko yang mungkin dialaminya? Masih menurut hasil penelitian BKKBN disebutkan bahwa pernikahan di usia muda bagi perempuan memiliki resiko besar terhadap persalinannya. Semakin muda usia kawin pertama seorang perempuan semakin beresiko bagi keselamatan ibu maupun anak. Hal ini disebabkan karena belum matangnya rahim seorang perempuan usia muda untuk memproduksi anak dan belum siapnya mental untuk berumah tangga.

Hasil penelitian lainnya, yang dilakukan oleh The National Center for Health Statistics, pernikahan yang dilakukan di usia antara 12-21 tahun, 3x lebih banyak berakhir dengan perceraian dibandingkan dengan pasangan yang menikah di usia yang matang. Data pada tahun 2002 menunjukkan bahwa sebanyak 59% pernikahan wanita di bawah 18 tahun berakhir dengan perceraian dalam waktu 15 tahun menikah.

Resiko dan fakta fakta “Nikah Muda” di atas, setidaknya memberikan gambaran kepada kita semua betapa “NIkah Muda” ternyata menyimpan banyak persoalan yang cukup pelik. Setidaknya, gambaran pahitnya “Nikah Muda” bisa dijelaskan oleh pengalaman salah seorang sahabat saya bernama Heri. Kala itu, sewaktu masih duduk di Bangku SMA kelas 2, ia sudah menikah dengan seorang gadis pilihannya. 

Alasan nikah muda waktu itu karena mereka sudah saling dekat dan menghindari zina, katanya. 1 tahun usia pernikahan, kehidupan rumah tangganya masih harmonis. Namun paska kelahiran anak pertamanya, recil mulai muncul seperti persoalan kecemburuan, egoisme, dan persoalan ekonomi keluarga yang mulai kurang sehat (belum memiliki pekerjaan tetap). Akhirnya di usia pernikahan 2 tahun,  mereka resmi bercerai. Ia benar-benar menyesal menikah di usia muda karena masa depannya menjadi berantakan.

Saya kira salah satu pengalaman kawan saya di atas, juga banyak dialami oleh pasangan yang menikah di usia muda lainnya. Pengalaman di atas bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua bahwa nikah muda bukanlah suatu pilihan yepat karena banyak sekali kekurangan yang dimilikinya, di antaranya adalah:

  • Kepuasan menikmati masa muda menjadi berkurang. Kadangkala meskipun sudah menikah tapi perilakunya masih seperti anak muda yang bebas, suka nongkrong, kelayapan, suka cari hiburan dan lain sebagainya. Akibatnya, cekcok dengan istri pasti terjadi.
  • Belum bisa berfikir dewasa. Bila terjadi suatu masalah dalam keluarga, biasanya sering gagal menyelesaikan masalah karena seringkali emosi.
  •  Cita-cita utama bisa kandas di tengah jalan. Mereka yang menikah muda biasanya sulit untuk meraih masa depan cemerlang yang diidamkan karena tersita oleh kehidupan keluarga.
  • Rentan berpisah. Saya kira banyak sekali alasan yang bisa menyebabkan mereka berpisah seperti adanya perselingkuhan, kurang dewasa menyikap persoalan dan lain sebagainya.
  • Kesulitan keuangan. Usia 13-18 tahun misalnya bukanlah usia produktif untuk bisa bekerja dan menghasilkan uang karena memang masih tahap belajar. Jadi kemungkinan besar bagi pasangan ini akan mengalami kesulitan keuangan. Kecuali semua biaya rumah tangga disubsidi oleh kedua orang tua mereka. Namun itupun  tidak bisa menjamin.
  • Potensi keguguran cukup tinggi. Bagi pasangan yang belum dewasa biasanya belum sepenuhnya memahami tata cara merawat kehamilan sehingga potensi keguguran cukup tinggi.

Beberapa kekurangan yang muncul dari pernikahan di usia muda di atas, seharusnya menjadi early warning system bagi kita semua, terutama kalangan generasi muda untuk menjadikan USIA IDEAL NIKAH yaitu usia 20 tahun untuk perempuan dan 25 untuk laki-laki sebagai kesadaran bersama. 

Apalagi, diyakini di usia-usia tersebut sesorang dianggap telah lebih dewasa dan bertanggungjawab. Berdasar hasil  sebuah riset yang melibatkan 1.000 pria berusia 25-34 tahun sebagai responden, terungkap sebanyak 81% dari mereka meyakini usia antara 25-27 tahun adalah waktu yang tepat untuk menikah. Pada usia-usia tersebut seorang wanita dan laki-laki biasanya sudah memiliki tingkat kedewasaan yang cukup, pendidikan yang cukup, dan karir pekerjaan yang jelas dan lebih mandiri sehingga jaminan keharmonisan bisa lebih besar juga dibandingkan dengan nikah di usia muda.

Maka dari itu, AYO KITA KAMPANYEKAN BERSAMA Slogan dibawah ini:

NIKAH USIA IDEAL YES!

NIKAH USIA MUDA NO!

DEMI MASA DEPAN CEMERLANG

DEMI INDONESIA YANG LEBIH BAIK

Semoga tulisan ini bermanfaat. Amiin

Twitter

Facebook 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun