Sebagai wakil Tuhan di muka bumi, seharusnyalah seorang manusia juga berusaha semaksimal mungkin untuk menyesuaikan diri dengan yang diwakilinya. Tuhan mempunyai semua sifat-sifat yang terpuji dan hanya di sisinyalah semua kebaikan dan kebenaran.Â
Manusia sebagai khalifatullah juga harus mewarisi sifat-sifat baik tersebut, tentunya dalam kadar tertentu karena keterbatasan manusia. Manusia diharuskan berbuat (berakhlak) baik sebagaimana Allah swt. berbuat baik kepada manusia (wa 'akhsin kama akhsanallaahu ilaika).
     Seandainya semua orang di dunia mewarisi sifat Rohman dan Rokhim, pasti dunia akan aman, tentram dan damai. Tapi kenyataanya tidak demikian, justru banyak yang sebaliknya. Dunia selalu diwarnai perselisihan, perpacahan, dan peperangan.
     Akan tetapi ada juga beberapa sifat Allah yang tidak boleh sama sekali dimiliki oleh seseorang manusia. Yaitu antara lain sifat takabur atau sombong, karena pada hakikatnya, tidak ada sama sekali yang patut dibanggakan oleh seorang manusia.  Apapun yang  dipunya, dikuasai, maupun diperoleh tidak lain hanya dari karunia Allah swt. semata. Oleh karena itulah seseorang tidak sepantasnyalah menyombongkan diri, merasa mempunyai, merasa kuasa serta mempunyai kekuatan sendiri. Â
     Dengan meninggalkan semua perbuatan tercela serta selalu berusaha melakukan amal perbuatan yang baik, seorang manusia akan bisa mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan sedekat-dekatnya. Sebagaimana Firman Allah dalam sebuah hadits Qudsyi:
"Barang siapa mendekati aku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta." (HR. Bukhori dan Muslim).Â
"Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mengasihinya. Apabila Aku telah mengasihinya, menjadilah Aku pendengarannya, yaitu dia mendengar dengan pendengaran itu, dan menjadi penglihatannya yang dia melihat dengan penglihatan itu." (Al- Hadits)
"...dan bukanlah engkau yang melempar ketika engkau melempar, akan tetapi Allahlah yang telah melempar ..." (QS. Al Anfaal/8 : 17)
     Apabila bisa mencapai tingkat hakikat ini, seseorang bisa mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang lainnya. Ia bisa melakukan apapun yang ia mau, dia bisa melakukan sesuatu diluar kemampuan dan kebiasaan orang pada umumnya. Suatu misal; kelebihan yang dimiliki oleh Nabi Khidlir, beliau bisa mengetahui beberapa kejadian yang akan terjadi di kemudian hari. Juga yang ilmu yang dimiliki oleh umat Nabi Sulaiman as. yang bisa memindahkan bangunan keraton Ratu Bilkis. Begitu juga yang dilakukan oleh sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim), hanya dengan menunjuk sebuah pohon aren, berubahlah batang, daun dan buahnya menjadi emas semuanya.
     Itulah sebagian kecil dari contoh kelebihan orang-orang yang telah mencapai tingkat ketakwaan yang sempurna. Dengan hatinya yang suci, ia telah menerima ketentuan dari Allah swt. dengan ikhlas. Keakuannya sesuai dengan yang diperkenankan oleh-Nya untuk mengaku aku akan dirinya, karena keakuannya disandarkan hanya kepada Allah swt. semata. Bisa menyatu dengan Tuhan.
     Maksud penyatuan dengan Tuhan tersebut bukanlah penyatuan  jasadnya, akan tetapi hatinya telah diterangi oleh cahaya Ilahi. Kemauan orang tersebut tidak bertentangan dengan Kehendak Allah swt., mata hatinya telah terbuka untuk mengetahui rahasia kegaiban.
     Orang yang dikaruniai cahaya Ilahi dengan sadar atau tidak akan mengalami sesuatu yang luar biasa. Baginya, tabir (rahasia) kebenaran yang selama ini seakan-akan tertutup kabut, menjadi tampak jelas pada mata batinnya. Ia akan menjadi manusia yang bijaksana. Ia akan mempunyai sifat yang selektif terhadap apapun yang ada di depannya. Sekiranya sesuatu itu tidak menguntungkan bagi dirinya terutama akhiratnya, maka tak akan diambilnya.
     Masalah-masalah yang sebelumnya tampak samar-samar menjadi jelas dan tegas. Ia mudah menentukan yang mana arah hendak dituju. Dan pilihannya cenderung tepat dalam menempuh jalan menuju ridla Allah.
     Apabila cahaya Ilahi telah mampu membuka tabir, maka mata batin dapat mengambil hikmah dari segala yang diterima dari Allah. Keadaan baik maupun buruk, menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dipuji maupun dihina, baginya sudah tidak ada perbedaan.
     Pada tahap inilah seseorang akan memahami hakikat dari berbagai ilmu yang tersurat maupun yang tersirat. Ia tak akan rancu lagi dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapinya, yang memungkinkan akan menimbulkan keragu-raguan bagi kebanyakan orang.
     Dengan demikian ia akan mendapatkan pencerahan total serta ketenangan hidup yang hakiki, tiada sesuatupun yang membuatnya bingung dan ragu-ragu serta tiada lagi yang ditakutinya kecuali Allah swt. semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H