Keberadaan dan keberagaman etnik atau ras di negara Malaysia tentu tidak dapat diabaikan begitu saja. Tidak hanya pada tatanan soso-kultural saja, etnik juga telah masuk ke dalam sendi-sendi politik Malaysia, baik di level negara bagian maupun federal. Keberadaan faktor etnis inilah yang memberikan perbedaan jauh antara politik Malaysia dengan Indonesia. Semua berangkat dari dua istilah dasar yaitu integrasi dan asimiliasi. Menurut Hadi Nur integrasi adalah menghormati dan membiarkan individu yang bukan berasal dari etnis mayoritas untuk hidup sesuai dengan budaya asli mereka. Sebagai contoh, etnis tionghoa di Malaysia tetap menggunakan budaya dan bahasa mereka di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara itu, asimiliasi sebagai lawan dari integrasi adalah mendorong etnis minoritas untuk sepenuhnya menyesuaikan diri mereka dengan budaya mayoritas. Sebagai perbandingan, etnis tionghoa di Indonesia telah berbaur dan menyesuaikan diri mereka dengan masyarakat mayoritas Indonesia.
Bagai dua sisi mata uang, baik integrasi maupun asimilasi memiliki kelebihan dan kelemahan masing. Namun demikian, tujuan kedua istilah ini masih sama yaitu menciptakan sebuah keharmonisan dalam kehidupan bernegara. Bagaimana, apabila paham integrasi etnis memasuki ranah politik? Tentu saja yang sangat terlihat adalah polarisasi partai politik berdasarkan etnis. Â Hal inilah yang menjadi barrier atau tantangan utama aktor politik di Malaysia. Sebuah pertanyaan dasar untuk merangkai puzzle dalam rangka mendapatkan kuasa politik. Bagi kita yang hidup di Indonesia, tentu etnis atau istilah SARA tidak akan mendapatkan tempat karena paham asimilasi yang kita anut dan praktikkan dalam kehidupan berbangsa dan negara. Terlebih lagi, presiden Soekarno telah melarang partai politik yang bercorak etnis pada tahun 1959 karena banyak konflik internal partai.
Terdapat dua alternatif utama yang dapat dipilih oleh politikus Malaysia untuk mendapatkan suara dari berbagai etnis yang ada. Alternatif pertama, apabila mereka memiliki pandangan sebagai seorang "Melayu Tulen" karena terlahir sebagai seorang Melayu, maka mereka harus bergabung dengan partai yang bercorak etnis Melayu dengan syarat partai tersebut juga harus menjalin kerjasama dengan partai dari etnis lain. Sebagai contoh, UMNO adalah partai "keramat" bagi etnis Melayu, karena mereka sadar bahwa tidak akan bisa mendapatkan seluruh suara dari etnis besar yang lain seperti India dan Cina, maka mereka harus bergabung atau membentuk gabungan politik (koalisi) dengan partai yang membela etnis Cina seperti MCA (Malaysian Chinese Association) dan partai yang membela etnis India seperti MIC (Malaysian Indian Congress). Hasil dari gabungan politik inilah adalah Barisan Nasional (BN).
Alternatif kedua yang dapat diambil oleh politikus Malaysia untuk mendapatkan suara dari berbagai etnis yang ada yaitu dengan mendirikan partai berbagai etnis (multi-racial party). Alternatif kedua inilah yang dilakukan oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim yang diwujudkan dengan mendirikan Partai Keadilan Rakyat (PKR). Anwar Ibrahim mendirikan PKR selepas dia "terpelanting" dari UMNO pada tahun 1998 karena berselisih paham dengan Mahathir Mohammad. Bukan usaha yang mudah bagi partai multi etnis di Malaysia dalam mencari dan mengumpulkan suara rakyat. Kondisi masyarakat Malaysia yang cukup terpolarisasi berdasarkan etnis juga semakin menambah kesulitan partai multi etnis. Partai DAP yang dulu giat memperjuangkan Malaysian Malaysia sekarang harus "rela" bekerja sama dengan UMNO agar bisa menjadi pemerintah di parlemen Malaysia.
Melihat Peluang Kemenangan Pilihan Raya Negeri (PRN) dilihat dari Komposisi Etnis
Kampanye berbasis etnis masih mewarnai pilihan raya negeri atau pilkada di enam negara bagian di Malaysia. Perlu diketahui bahwa, ada dua koalisi besar yang sedang bertarung dalam pilkada kali ini. Koalisi pertama adalah Perikatan Nasional (PN) yuang diketuai oleh Muhiadin Yassin mantan perdana menteri ke-8 dan gabungan koalisi Pakatan Harapan (PH) -- Barisan Nasional (BN). Partai-partai politik kecil (partai gurem), dan calon independen juga akan ikut serta dalam PRN yang akan diadakan pada tanggal 12 Agustus 2023 nanti. Dilihat dari tujuan mendapatkan suara dari berbagai etnis, gabungan PH-BN lah yang memiliki kans atau peluang terbesar untuk mendapatkan suara terbanyak yang secara otomatis memberikan mereka laluan menjadi pemerintah di setiap negara bagian yang dimenangi. Namun demikian, sebagai lawan politik, koalisi PN tidak tinggal diam dan secara kontinyu menyebarkan psywar yang mengatakan bahwa gabungan PH-BN bukanlah partai politik yang "membela nasib kaum melayu-islam", dan juga statement "kawin-paksa" yang masih gencar ditanamkan kepada para calon pemilih.
Respon gabungan PH-BN terhadap apa yang disampaikan pihak PN juga tidak main-main, satu-per-satu kasus yang menjadi "borok" koalisi PN dibuka. Sebagian besar kasus tersebut merupakan skandal korupsi dan penyelewengan dana yang dilakukan ketika koalisi PN memerintah dan sebagian negara yang diperintah oleh PN sebelum pilkada. Skandal yang cukup terkenal adalah "Jana Wibawa" yang sepertinya menyeret nama Mahiadin Yassin. Gabungan PH-BN juga memanfaatkan "blunder" yang dilakukan oleh salah satu kader dari PN yang sementara ini menjabat sebagai petahana Menteri Besar (setingkat gubernur, red) negara bagian Kedah. Aksi blunder itu berupa "penghinaan" terhadap Sultan Selangor ketika sedang berkampanye di Selangor. Berbekal kedua modal ini, gabungan PH-BN berniat menguasai negara bagian yang sedang diperintah oleh koalisi PN seperti Kedah, Kelantan dan Terengganu.
Adu modal politik yang sdang berlangsung secara sengit tentu akan memberikan sugesti tersendiri bagi calon pemilih. Ada pemilih yang secara rasional tertarik dengan modal gabungan PH-BN, tetapi ada juga yang berminat kepada koalisi PN. Namun demikian, seperti pembahasan di artikel ini, kembali ke masalah etnis yang sudah dijelaskan pada bagian pendahuluan, faktor keberagaman etnis tentu saja akan memberikan sumbangan terbesar bagi kedua belah pihak yang sedang bertanding memperebutkan kursi. Berikut adalah sebuah ilustrasi peta tematik sederhana yang memberikan gambaran konsentrasi calon pemilih atau penduduk etnis melayu yang tersebar di enam negara bagian tempat diadakan pilihan raya negeri atau pilkada pada 12 Agustus 2023 nanti :
Terlihat jelas bahwa hanya ada dua negeri atau negara bagian saja dengan populasi calon pemilih etnis melayu yang mendekati 100%. Negara-negara bagian itu adalah Terengganu dan Kelantan, kedua negara bagian ini seringkali disebut sebagai pantai timur semenanjung. Sementara itu, konsentrasi calon pemilih melayu yang relatif rendah berada di dua negara bagian lain di pantai barat semenanjung Malaysia yang terdiri atas dua negara bagian yaitu Selangor dan Negeri Sembilan. Konsentrasi calon pemilih di wilayah pantai barat ini berada pada 95% kebawah.
Etnis Melayu sebagai etnis mayoritas di Malaysia merupakan calon pemilih potensial yang diperebutkan baik oleh PN maupun gabungan PH-BN. Berdasarkan pemaparan kondisi geo-demografis calon pemilih, terlihat bahwa calon pemilih dari etnis Melayu yang terbesar berada di Kelantan dan Terengganu. Kebetulan, dua negara bagian ini merupakan masih dikuasai oleh petahana koalisi PN. Bahkan ada yang menyebut bahwa kedua negara bagian ini sebagai PN-stronghold atau kubu kuat PN. Sebagai pesaing ketat dalam PRN, gabungan PH-BN tentu saja ingin merebut dua negara bagian ini dari cengkraman PN. Bukan usaha mudah, tetapi mau tidak mau gabungan PH-BN yang sedang menjadi pemerintah federal harus mengambil alih Kelantan dan Terengganu. Peluang PN untuk memenangkan suara atau mempertahankan dua negara bagian ini masih 50:50. Karena jentera (tim sukses, red) dari gabungan PH-BN terutama partai UMNO, PKR, dan AMANAH sedang bekerja keras untuk menarik hati calon pemilih etnis melayu di dua negara bagian ini. Bahkan, PM Anwar Ibrahim selaku ketua dari gabungan PH-BN juga sampai turun tangan berkampanye melalui program-program dari pemerintah federal di kedua negara bagian ini.
Di sisi pantai barat, Selangor dan Negeri Sembilan adalah kubu kuat PH. Strategi yang dijalankan oleh gabungan PH-BN untuk menjaga status quo di dua negara bagian ini adalah melakukan deliver suara pendukung salah satu partai ke partai lain. Sebagai contoh, di daerah pemilihan yang memiliki calon dari PH, maka koalisi BN harus deliver pendukungnya untuk memilih calon dari PH begitu juga sebaliknya. Agaknya strategi ini akan melipatgandakan suara dari calon yang sedang bertanding. Tetapi bukan mudah untuk melakukan deliver suara. Sebagai contoh pendukung UMNO kepada DAP. Karena persaingan antara UMNO dan DAP ini sudah menjadi stigma di terlebih bagi kalangan pendukung akar rumput. Kans atau peluang gabungan PH-BN untuk memenangkan dua negara bagian ini kembali cukup tinggi mungkin 80-90%. Sebaliknya, peluang PN untuk memenangkan kedua negara bagian ini sangat kecil, kecuali PN mampu megambil (swing) suara dari pendukung etnis Melayu baik dari UMNO, PKR, dan AMANAH yang merupakan partai komponen dari gabungan PH-BN.
Bagaimana dengan dua negara bagian lain seperti Pulau Pinang dan Kedah? Peluang kemenangan gabungan PH-BN sebenarnya sangat cerah di Pulau Pinang karena negara bagian ini merupakan basis dari partai komponen PH yaitu DAP. Sehingga telah memperoleh dukungan yang sangat kuat dari akar rumput yang terjalin selama DAP memerintah Pulau Pinang. Hal ini wajar karena etnis Melayu bukan etnis mayoritas di negara bagian Pulau Pinang. Persentase etnis Melayu Pulau Pinang berada di 75% ke bawah. Negara bagian Kedah merupakan wilayah yang sekarang menjadi rebutan oleh PN dan gabungan PH-BN. Persaingan yang sangat sengit di Kedah sudah mulai nampak bahkan ketika PRN belum dimulai. Terlebih ada "blunder" yang dilakukan petahana menteri besar Kedah yang merupakan kader PN beberapa minggu lalu. "Bola hangat" ini sangat dimanfaatkan dengan baik oleh gabungan PH-BN untuk menarik calon pemilih etnis Melayu. Bahkan ada klaim dari gabungan PH-BN yang menyatakan bahwa bagian selatan Kedah sudah mereka kuasai. Peluang gabungan PH-BN untuk menguasai Kedah cukup tinggi dibandingkan dengan PN.
Etnis Cina merupakan etnis kedua terbesar kedua di Malaysia. Konsentrasinya di semenanjung Malaysia hampir mencapai 30%. Masyarakat etnis Cina di Malaysia memiliki ciri khusus yaitu terkonsentrasi di perkotaan dan berbanding terbalik dengan etnis Melayu yang tinggal di kampung atau wilayah pedesaan. Berikut adalah peta sebaran calon pemilih etnis Cina di enam negara bagian :
Terlihat dengan jelas, bahwa etnis Cina merupakan kebalikan dari etnis Melayu. Apabila etnis Melayu menguasai pantai timur semenanjung, maka etnis Cina menguasai pantai barat semenanjung. Kesimpulan dari kondisi riil ini sangat sederhana yaitu, partai apapun yang mampu menarik calon pemilih etnis Cina akan menjadi de facto pemenang atau mengambil alih pemerintahan sebuah negara bagian.
Satu-satunya partai kunci yang mampu menarik calon pemilih etnis Cina sekarang ini adalah DAP. Sehingga, secara otomatis gabungan PH-BN memenangkan semua kursi dengan calon etnis Cina dalam PRN 2023. Dengan syarat DAP mampu melakukan konsolidasi partai dan pendukung akar rumput tetap setia mendukung DAP selama PRN. Secara sejarahnya, DAP sebenarnya adalah partai multi-etnis dan di dekade 1980-90an merupakan pesaing laten UMNO. Nasib DAP berubah ketika Anwar Ibrahim "terpelanting" dari UMNO yang secara otomatis satu haluan dengan DAP. Hal ini terlihat ketika koalisi Anwar Ibrahim (PKR) dan DAP mulai memenagkan banyak kursi pada tahun 2008 dan memiliki banyak pendukung dan simpatisan dari penduduk Malaysia yang berasal dari etnis Cina. Partai DAP pernah memegang kuasa pemerintah federal bersama dengan Mahathir Mohammad pada pemilu Malaysia pada tahun 2018 lalu.
Penentang terkuat DAP saat ini yang berasal dari PN adalah partai komponen GERAKAN. Meskipun saat ini GERAKAN tidak memiliki wakil di parlemen dan tergolong partai gurem, tetapi track record partai ini tidak boleh dianggap remeh. Karena pernah menguasai pemerintahan negara bagian Pulau Pinang. GERAKAN memiliki karakteristik yang hampir sama dengan DAP yaitu partai multi-rasial. Kemerosotan atau kursi GERAKAN mulai menghilang dari parlemen federal ketika gelombang koalisi Pakatan Rakyat pada tahun 2008 mulai merebut satu-per-satu kursi dari koalisi BN. Hari ini, peluang GERAKAN nampak sangat kecil, terlebih lagi pendukung akar rumput yang sudah sangat menyusut dibandingkan dekade 1980-90an ketika mereka masih berkuasa. Sehingga GERAKAN bukan tandingan yang seimbang bagi DAP yang sekarang berada di dalam koalisi PH dan menjadi pemerintah federal.
Etnis terbesar terakhir yang akan dibahas di dalam artikel politik ringan ini adalah etnis India. Secara persentase, rakyat Malaysia etnis India tidak sebanyak etnis Cina tetapi cukup memberikan corak tersendiri di dalam politik Malaysia. Selama bertahun-tahun, etnis India direpresentasikan oleh partai MIC (Malaysian India Congress) yang juga merupakan komponen koalisi Barisan Nasional (BN). Tetapi trend ini patah bersamaan dengan dipecatnya Anwar Ibrahim dari UMNO pada tahun 1998. Kini etnis India tidak hanya terpusat di MIC, melainkan telah berada di hampir semua partai yang berhaluan multi-rasial termasuklah PKR, DAP, GERAKAN dan sebagainya. Berikut adalah sebaran calon pemilih etnis India pada PRN 2023:
Terlihat jelas bahwa etnis India sebagian besar calon pemilih etnis India terkonsentrasi di negara bagian Selangor dan Negeri Sembilan (pantai barat semenanjung). Hanya sebagian daerah Kedah, Kelantan dan Terengganu saja yang memiliki konsentrasi calon pemilih etnis India. Partai-partai komponen koalisi PN jelas harus bekerja di keras di pantai barat semenanjung untuk memperoleh suara dari calon pemilih etnis India. Karena koalisi PN pada dasarnya adalah partai yang memperjuangkan Melayu-Islam. Sangat sulit untuk mengumpulkan suara dibandingkan dengan suara pemilih Melayu-Islam. Isu yang biasa terdengar menjelang PRN atau PRU adalah penduduk India yang miskin dan terkategori B40. Isu ini menjadi bahan baku dari setiap manifesto yang dijanjikan oleh setiap koalisi partai.
Siapakah yang akan memenangkan pertandingan?
Melihat ethnics-barrier ini, kalkulasi yang cukup rasional tetap pada koalisi yang memiliki partai multi-etnis. Keberadaan DAP di dalam gabungan PH-BN menjadi penggerak utama (prime-over) dalam setiap kampanye untuk mencari suara dari berbagai kaum. Sementara keberadaan UMNO di dalam PH-BN juga menjadi prime-over tersendiri untuk mengumpulkan suara mayoritas melayu dalam PRN. Meskipun UMNO sekarang masih "goyang" dengan keberadaan pesaing koalisi PN.
Kemenangan sebuah koalisi atau gabungan koalisi tentu tidak bisa kita hitung secara matematis di atas kertas. Tetapi sebagai manusia, kita sudah dibekali dengan feeling dan informasi-informasi yang ada disekitar kita akan membuahkan sebuah keputusan yang di pikiran kita sebagai "kalkulasi terbaik". Berdasarkan informasi yang ada ditambah data-data yang saya peroleh secara "gratis" di GitHub ditambah lagi beberapa media dan YouTube, saya prediksi 80% kemenangan gabungan PH-BN di Selangor, Negeri Sembilan, Pulau Pinang termasuk Kedah. Sementara Kelantan dan Terengganu masih cukup sulit direbut bagi gabungan PH-BN. Tetapi jika pemerintahan federal PH-BN secara konsisten merawat pendukung-pendukung di Kelantan dan Terengganu, bukan mustahil dalam waktu yang cukup lama kedua negara bagian tersebut akan jatuh kepada gabungan PH-BN. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H