Dalam acara Perhimpunan Agung (kongres tahunan partai) UMNO, Ahmad Zahid Hamidi selaku ketua umum memberikan alasan mengapa dia dan 30 anggota koalisi Barisan Nasional (BN) memberikan dukungan kepada Anwar Ibrahim dan bukan kepada Muhyidin Yassin. Alasan pertama adalah mengikuti anjuran Raya Malaysia untuk membentuk pemerintahan antar koalisi partai sebagai solusi dari tidak adanya partai atau koalisi partai yang mampu memnuhi syarat minimum membentuk pemerintahan.Â
Alasan kedua adalah, Ahmad Zahid Hamidi menyakatan bahwa Barisan Nasional (BN) tidak ingin bekerja sama dengan para "pengkhianat" atau "pelompat" dari Barisan Nasional (BN). Dia juga menambahkan bahwa telah memperhitungkan secara matang "mudharat kecil" dan "mudharat besar" bagi Barisan Nasional (BN) apabila memilih mendukung Pakatan Harapan (PH) dibandingkan Perikatan Nasional (PN).
Sehingga, secara de facto posisi perdana menteri mutlak dipegang oleh Anwar Ibrahim. Kekosongan perdana menteri Malaysia secara de facto dan de jure akhirnya terselesaikan pada tanggal 24 Nopember 2022 dimana secara resmi Anwar Ibrahim dilantik sebagai perdana menteri ke-10 oleh Raja Malaysia Sri Baginda Yang Dipertuan Agong di Istana Negara.
Anwar Berdiri di atas Pijakan yang Rapuh
Meskipun pembentukan pemerintahan pasca PRU 15 berlangsung dengan damai dan lancar, tetapi masih ada spekulasi-spekulasi yang beredar di masyarakat dan khususnya internal koalisi partai terhadap pemerintahan baru di bawah perdana menteri Anwar Ibrahim.Â
Spekulasi yang cukup nyaring terdengar adalah kontroversi dukungan Barisan Nasional (BN) yang diketuai oleh Ahmad Zahid Hamidi kepada Anwar Ibrahim. Spekulasi ini sangat kuat terutama di internal partai UMNO. Pihak-pihak yang tidak pro-Zahid menggunakan slogan "No Anwar, No DAP" untuk menyudutkan Ahmad Zahid Hamidi agar menarik kembali dukungan Barisan Nasional (BN) kepada Anwar Ibrahim.Â
Pihak yang tidak pro-Zahid juga akan mengancam akan menjatuhkan Ahmad Zahid Hamidi ketika kongres tahunan UMNO diadakan. Tetapi yang terjadi adalah berbalik 180 dejarat, Ahmad Zahid Hamidi selaku ketua umum UMNO merangkap ketua koalisi Barisan Nasional (BN) menggunakan seluruh kuasa politiknya untuk "membersihkan" partai UMNO dari pihak-pihak yang tidak mendukungya. Hasil "bersih-bersih" ini terlihat manakala Hishammudin Hussein yaitu seorang anggota dan pejabat tinggi partai di-non-aktifkan selama enam tahun di dalam UMNO karena terbukti mendukung Muhyidin Yassin.
Apabila ditanya mengenai "bersih-bersih" ini, Ahmad Zahid Hamidi menjawab untuk kestabilan dan menghidari pengkhianatan di internal paratai UMNO. Tindakan "bersih-bersih" ini-pun menuai kontroversi karena terdengar sayup-sayup bahwa Ahmad Zahid Hamidi adalah "Anwarinas" atau loyalist kepada Anwar Ibrahim. Mengingat mereka merupakan satu tim semasa Anwar masih belum dipecat dari UMNO pada tahun 1998 silam.Â
Benar atau tidak kontroversi ini, pemerintahan antar koalisi yang terbentuk masihlah ringkih, melihat kedua koalisi besar ini (PH & BN) merupakan seteru politik sengit selama hampir 25 tahun. Belum lagi spekulasi-spekulasi seperti "kahwin paksa", "cakap tak serupa bikin", dan lain sebagainya. Malaysia kini ibarat dua ular dalam satu liang.
Anwar Ibrahim yang secara resmi dilantik menjadi perdana menteri kesepuluh (PMX) harus berhati-hati dalam mengambil setiap langkah politik terutama terhadap koalisi Barisan Nasional (BN).Â
Kesalahan sedikit saja yang berakibat pada penarikan kembali dukungan dari Barisan Nasional (BN) akan menyebabkan pemerintahan jatuh meskipun secara jumlah Anwar akan menjadi perdana menteri dengan syarat partai Sabah-Serawak tetap mendukung Anwar. Dalam memperkukuh atau menjaga solidaritas antara koalisi, Anwar Ibrahim memberikan nama kabinetnya dengan "Malaysia Madani" dengan tujuan semua anggota dewan yang mendukungnya memiliki persepsi yang sama terhadap pemerintahan Malaysia. Selain itu, Anwar Ibrahim juga membuat sebuah sekratariat bersama (sekber) antara Barisan Nasional (BN) dan Pakatan Harapan (PH) untuk menjaga soliditas.
Di sisi lain, koalisi Perikatan Nasional (PN) yang kini menjadi pembangkang (oposisi) nampak memainkan "pemimpin zalim" kepada pemerintahan Anwar Ibrahim karena melakukan investigasi terhadap kasus Jana Wibawa dimana ada aliran dana dari luar ke dalam rekening koalisi partai Perikatan Nasional (PN) terutama pada partai Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM/BERSATU). Nampaknya, lagu-lagu "pemimpin zalim" juga akan dijadikan modal untuk kampanye pada pemilihan daerah di negara-negara bagian (PRN) bulan Juni -- Juli 2023 nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H