Mohon tunggu...
Shofyan Akbar
Shofyan Akbar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa fakultas syari'ah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keluarga yang Mahbub atau Istimewa

23 Maret 2023   08:43 Diperbarui: 23 Maret 2023   08:47 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1)PENGERTIAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

Hukum perdata Islam di Indonesia adalah suatu hubungan yang mempelajari tentang perseorangan yang meliputi adanya suatu permasalahan dari ahwalu syakhsiyyah, diantara mengenai jual beli, utang piutang, Waris, mengatur masalah kebendaan, perkawinan atau pernikahan, sewa menyewa dan masih banyak lagi. Dalam hal ini masih dibahas lebih detail lagi seperti muzara'ah, musaqah, mukhobarah dan yang lainnya.

Berlakunya hukum perdata islam di Indonesia adalah setelah ditetapkannya suatu Undang-undang No 1 tahun 1974 yang pada intinya semua umat islam diharuskan mentaati peraturan yang mengatur tentang syariat islam yang berada di Indonesia.

2) UU 1 Tahun 1974 Dan KHI

Pada dasarnya isi dari UU 1 Tahun 1974 adalah permasalahan mengenai "pernikahan" sebagian dari pasal tersebut berbunyi;

Pasal 2

I.Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

II.Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk melakukan suatu pernikahan, dalam pasal tersebut dijelaskan bahwasanya minimal melakukan pernikahan disaat berusia 19 tahun bagi laki-laki dan untuk usia perempuan minimal berusia 16 tahun, hal ini tidak berlaku lagi karena adanya undang-undang baru bahwasanya batas minimal untuk usia perempuan sudah berubah menjadi 19 tahun, sama seperti usia laki-laki. Dalam hal ini menyatakan bahwa dalam wanita yang masih berusia 16 tahun, tergolong dalam emosional yang masih tinggi, sehingga rentan dalam suatu keluarga dan memicu untuk tingginya presentase perceraian yang terjadi.

3)DAMPAK PERNIKAHAN TIDAK DICATATKAN, SOSIOLOGIS, RELIGIUS, DAN YURIDIS

Makna Sosiologis

Jika masyarakat tidak mencatatkan pernikahannya maka hal yang akan terjadi adalah adanya kesusahan dari berbagai hal, diantaranya meliputi pembagian warisan, berpoligami dan lain sebagainya, karena jika tidak melakukan pencatatan diangal belum melakukan pernikahhan menurut keadilan agaman.

Makna Religius

Pernikahan amatlah penting untuk manusia dengan guna meneruskan generasi kita,nakan tetapi bila dalam pernikahan tidak dicatatkan akan menimbulkan kesenjangan sosial baik untuk dirinya sendiri maupun pasangannya

Makna Yuridis

Jika perkawinan atau pernikahan dicatatkan akan menimbulkan efek berbahaya karena dengan mencatatkan pernikahannya akan menimbulkan kemidahan dalam berbagai aspek, karena meskipun tidak di wajibkan menurut syari'at islam akan tetapi ini untuk kemaslahatan bersama maka dari itu alangkah baiknya pencatatan pernikahan dilaksanakan

4)PENDAPAT ULAMA' DAN KHI MENGENAI PERNIKAHAN WANITA HAMIL

Menurut KHI pada intinya wanita yang menikah dalam keadaaan hamil diperbolehkan untuk melangsungkan suatu pernikahan tanpa menunggu keluarnya sesuatu yang telah dikandung oleh perempuan tersebut, dan juga inilah pendapat mengenai ulama' ulama' tentang apakah diperbolehkan untuk menikah dalam kondisi atau keadaan hamil

 pendapat Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa tidak boleh melankukan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki hingga ia melahirkan kandungannya.

Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa menikahi wanita hamil karena zina dibolehkan bagi

yang telah menghamilinya maupun bagi orang lain.

Pendapat yang ketiga dari Malikiyyah, tidak sah perkawinannya kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.

a)Pendapat yang keempat dari Madzhab Hanafiyyah masih terdapat perbedaan pendapat, di antaranya :Pernikahan tetap sah, baik menikah dengan laki-laki yang menghamili atau tidak.

b)Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang telah menghamili, dan tidak boleh menzinai kecuali sudah keluar apa yang ada dalam kandungan.

c)Boleh nikah dengan orang lain asal bayi yang dikandung sudah dikeluarkan.

d)Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci, dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro (masa menunggu bagi wanita setelah mengandung).

5)HAL YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK MENGHINDARI PERCERAIAN

Upaya yang harus dilakukan untuk menghindari adanya suatu perceraian sangatlah mudah, akan tetapi sulit untuk melakukan bagi yang sudah sangat ingin melakukan suatu perceraian. Diantaranya;

kita harus saling terbuka antara suami dengan istri ataupun sebaliknya, karena dengan adanya hal tersebut maka tidak ada lagi pikiran negatif ataupun hal yang masih mengganjal yang berada dalam benak suami ataupun istri.

Sebagai suami istri harus menceritakan suatu permasalahan yang ada, jadi dengan menceritakan suatu permasalahan tersebut maka akan meminimalisir adanya suatu tekanan, baik dari berupa tekanan fisik maupun batin. Serta bisa memikirkan jalan keluarnya suatu permasalahan tersebut secara bersama-sama.

Alangkah baiknya dalam sebuah keluarga harus saling mengasihi di antara keduanya supaya timbul rasa kekeluargaan yang elegan dan dinamis, untuk mempererat suatu hubungan kekeluargaan dengan sesuai yang diharapkan.

Dalam suatu keluarga, jika mereka bisa menyimpan aib keluarga maka akan mengurangi adanya suatu perpecahan atau perceraian. Karena semisal dalam suatu keluarga selalu membongkar entah aib suami ataupun sebaliknya, maka entah cepat ataupun lambat pasti akan terjadi suatu perceraian.

6)JUDUL BUKU, NAMA PENGARANG DAN KESIMPULAN MENGENAI REVIEW

Judul Buku: FIQH LDR SUAMI ISTRI

Pengarang: Aini Aryani,LC

Kesimpulan yang terkandung setelah membaca buku tersebut, saya mengetahui betapa banyak orang yang menjalani LDR dalam kehidupan berkeluarga, baik itu karena faktor studi, hukuman, poligami, dan sebagainya. Dalam menjalani LDR mereka selalu dihadapkan dengan berbagai ujian ataupun cobaan baik secara fisik maupun mental. Karena dalam melakukan suatu perbuatan pasti selalu mempunyai resiko, begitupun dengan LDR pasti ada suatu resikonya, diantaranya, selingkuh, poligami, zina, bahkan menuju perceraian.

Resiko tersebut memang sangatlah berat, karena dalam LDR sendiri biasanya orang yang berhasil melakukan LDR tanpa adanaya suatu konflik, maka suatu LDR tersebut dianggap berhasil. Orang yang berhasil dalam menjali LDR biasanya ia akan menjalani keluarga dengan sakinah, mawaddah dan warahmah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun