Mohon tunggu...
Shofwan Karim
Shofwan Karim Mohon Tunggu... Dosen - DR. H. Shofwan Karim Elhussein, B.A., Drs., M.A.

Shofwan, lahir 12 Desember 1952, Sijunjung Sumatera Barat. Suku Melayu. Isteri Dra. Hj. Imnati Ilyas, BA., S.Pd., M.Pd., Kons. Imnati bersuku Pagar Cancang, Nagari Balai Talang, Dangung-dangung, 50 Kota Sumbar. Shofwan, sekolah SR/SD di Rantau Ikil dan Madrasah Ibtidayah al-Hidayatul Islamiyah di Sirih Sekapur, 1965. SMP, Jambi, 1968. Madrasah Aliyah/Sekolah Persiapan IAIN-UIN Imam Bonjol Padang Panjang, 1971. BA/Sarjana Muda tahun 1976 dan Drs/Sarjana Lengkap Fakultas Tarbiyah IAIN-UIN Imam Bonjol Padang,1982. MA/S2 IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. DR/S3 UIN Syarif Hidayatullah-UIN Jakarta, 2008.*

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saga Jantan, Mereka yang Tertuduh dan Dibela

29 Maret 2022   16:57 Diperbarui: 29 Maret 2022   17:06 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shofwan Karim (beritaminang.com)

Saga Jantan, Mereka yang Tertuduh dan Terbela

Oleh Shofwan Karim

Seakan terdakwa, tertuduh, sekaligus ada pembelaan terhadap generasi muda Minangkabau (GMM).  Hal itu dilakukan dalam FGD (Focus Group Discusion), Rabu, 23 Maret 2022 lalu.

Ditaja atas kerjasama UM Sumbar-FKP (Forum Komunikasi Palanta). Bertempat di Covention Hall Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag, Kampus III UM Sumbar di Bukittinggi.

Gubernur Mahyeldi personal sebagai pembicara kunci.  Nara sumber Prof. Dr. Ir. H.  Musliar Kasim, M.P.-Rektor Univ. Baiturrahmah-Wakil Menteri Dikbudnas (2011-2014). Kini Ketua MPW-ICMI Sumbar.

Rektor ISI Padangpanjang, Prof. Dr. Novesar Jamarun. Prof. H. Ganefri, Drs., M.Pd., Ph.D-Rektor UNP.  Rektor UM Sumbar Dr. Riki Saputra, M.A,.  

Ketua FKP Dr. Mawardi, M.Kes, Wako Padangpanjang-Ketua Gebu Minang Fadly Amran, BBA Dt. Paduko Malano. Ketua MUI Sumbar Dr. H. Gusrrizal Gazahar, Lc., M.A.

 Tajuk FGD ini cukup menantang,  "Berkurangnya Kualitas Generasi Muda Minangkabau "

Saga Jantan (SJ) mengikuti secara Daring. Ia ingin mengubah kata "nya" menjadi "kah". Untuk lebih netral. Mka  judul menjadi, "Berkurangkah Kualitas Generasi Muda Minangkabau?"

SJ seakan membuat "proceeding" sendiri.  Prosiding "icak-icak" dalam kepala SJ. Idenya terbersit dari pembicara kunci, nara sumber dan tanggapan peserta forum.

Pertama, generasi muda dan  generasi tua Minangkabau. Keduanya menjadi "terdakwa atau tertuduh".

Sebagai pra-anggapan, generasi muda sekarang  hidup  dalam dua wajah.  Bergerak di  budaya ideal normatif Minangkabau dan berenang di lautan-samudra perubahan.

Ada dakwaan, GMM tercerabut dari akar budayanya. Tidak tahu di "nan-ampek" dan seterusnya.

Kedua, seakan pembelaan.  "Nyeleneh"nya GMM, tersebab kurangnya keteladanan.  Di situ yang terdakwa adalah generasi tua (GT). Dan GT justru yang egois. Apa-apa harus mencontoh mereka. Padahal mereka hidup di zaman"katumba".

 Dr. Riki menayangkan  cluster generasi. Dari silent generation, Baby Boomer,  (lelahiran 90 -70-60 tahun lalu)  ke generasi milenial x, y, z dan alpha (kelahiraran 50, 40, 30 ke 20-10 tahun lalu). Ia memaparkan bahwa tiap generasi itu beda tantangan dan peluangnya.

Prof. Novesar menyentil. Jangan di tarik ke belakang terus menerus. Atau frasa  lain,  "kalau nyopir mobil jangan hanya lihat kaca spion. Bisa ketabrak".

Kita akui dan belajar ke sejarah. Founding Fathers republik ini mayoritas "urang awak". Proklamator hanya dua, Soekarno-Hatta. Ini artinya 50 persen saham kita. Sebagai motivasi boleh saja ada yang  terus ulang-sebut tokoh hebat kita.

Soekarno menjuluki Agus Salim  "The Grand Oldman". Ada  Tan Malaka, Syahrir, Yamin, Natsir, Hamka dan seterusnya.

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi Imam Besar Masdjidll Haram, tokoh utama Mazhab Syafii di Mekah.  Syekh Thaher Jalaludin  al-Falaki, ulama dan ahli ilmu falak, jurnalis Islam dan pendidik utama di Malaya dan kemudian mukim di Singapura.

Tunku Abdul Rahman, Proklamartor dan PM Pertama, Malaysia. Peresiden  pertama Singapura Yusof Bin Ishak. Semua mereka adalah pohon yang tumbuh dari bibit dan bebet Minangkabau.

Begitu  puluhan lainnya tokoh primer dari 10 negara Asean banyak yang ditulis sebagai zurriyyat-keturunan Minangkabau .

Namun ada nara sumber dalam FGD ini, seakan mengatakan, "sudahlah, jangan  mangapik daun kunyik". Itu sudah selesai.

Bagaimana GMM sekarang dan ke depan? Apa  capaian ilmu pengetahuan mereka. Bagamana merebut kepakaran . Bagaimana kemahiran dan keahlian yang harus wujud pada diri mereka?

Maka muncul nama yang juga ratusan kalau tidak ribuan keturunan Minang yang berhasil menjadi "the top" di bidangnya.

Cuma mereka lebih banyak hidup, berprofesi, menjadi tokoh di luar Sumbar.  Politisi dan kritikus  nasional yang vocal.

Eselon atas di  kementerian, komisaris dan direksi BUMN, aktivis YouTuber, Podcast, Content Creator, Webmaster dan pegiat ekonomi digital, banyak "urang awak".  Diperkirakan ada  20 persen lebih mereka yang keturunan Minang.

Politisi Minang Senayan, sukses menjadi representasi  dari 33 Provinsi Inonesia lain. Tragisnya, bahkan ada beberapa yang pernah mencalonkan diri di Sumbar tak beruntung. Mereka sukses di luar sana. Tentu kerisauan JK yang sering menyentil kini kurangnya muballgh kondang yang kurang dari Minang, perlu kita renungkan pula.

Oleh karena itu mempersempit generasi muda Minangkabau dengan yang hanya lahir, hidup, belajar dan berprofesi di Sumbar, mungkin kurang relevan.

Ketiga, masa depan generasi muda Minangkabau itu, bukan Sumbar . Lapangan mereka itu Indonesia dan dunia. Akan tetapi apakah Sumbar harus  biasa-biasa saja?

Agaknya  ini yang hendak dijawab FGD kemarin itu. Berapa banyak keberhasilan lulusan SMA dan Madrasah di Sumbar yang tembus masuk 10 rangking PTN/PTS terbaik pada satu dekade terakhir? Berapa banyak yang tembus kuliah di Universitas ternama di 5 Benua di dunia?

Lebih dari itu, dalam keberagamaan dan ilmu agama seberapa banyak generasi muda Sumbar yang sedang dan siap menjadi ulama hebat, pakar dan teladan umat? Tentu kerisauan JK Wapres 2004-2009; 2014-2019, sumando kita yang sering menyentil  muballgh kondang yang kurang di Jakarta dari Minang, perlu kita renungkan pula.

Ada suara bahwa  kualifikiasi merka tidak harus selalu dikaitkan dengan Buya, Inyiak dan Syekh zaman dulu. Bagaimana sosok mereka itu kini dan ke depan?

Nara sumber mengajukan beberapa alternatif. Sebagian besar tentang skill yang dibutuhkajn zaman ini. Di samping hard skill (piranti keras) lebih-lebih lagi soft skill (piranti lunak).

Banyak pakar  menayangkan "21st Century Skill" memerlukan 17 kemampuan dan kompetensi. Itu yang klop untuk suksesnya seseorang  masuk dunia kerja sekaligus menjadi umat dan warga bangsa yang baik.

Prof. Musliar menawarkan 9 kompetensi kemampuan masa depan dimaksud. Berkomunikasi baik dan produktif. Berpikir kritis dan jernih. Menjadi warga negara yang bertanggungjawab. Mampu hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Mampu mempertimbangkan segi moral satu permasalahan.

Selanjutnya, mampu mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda . Memiliki minat luas dalam kehidupan. Memiliki kesiapan untuk bekerja. Memiliki kecerdasan, kreativitas sesuai dengan bakat-minatnya

Hanya 5 atau 6 yang hard skill dari 17 item di atas tadi yang perlu sekolahan. Selebihnya datang dari rumah tangga, lingkungan dan masyarakat.  Soft skill yang intinya karakter, akhlak serta kondisi kejiwaan dan budaya lebih menentukan.

Kerja keras, stabilitas dan suasana hati. Bekerja di tenggat waktu terbatas dan di bawah tekanan. Dan sekarang generasi milenial lebih bebas melompat dari satu profesi ke yang lain.

Mereka mampu bekerja simultan, multi-tasking karena lancar ber-IT dan bergital. Waktu, ruang dan suasana tidak lagi menjadi kendala. Simultan nonton YouTube, Podcast, stream-line FB, IG, Tiktok. Dengar digital musik yang ribuan aplikasi dan  template. Mereka bisa menjadi content-creator, webinar-daring, diskusi, transaksi, order apa saja dan mengerjakan apa saja.

Mereka menjadi mandiri, individualis sekaligus komunal dan kerjasama-kolegial. Meski tak bersua fisik, tetapi dalam dunia meta verse ini mereka bermitra dan berkolaborasi.

Meskipun begitu,  tetap  terpenting  penguasaan sains-ilmu pengetahuan sejalan dengan  kokohnya akidah dan ibadah,  keberagamaan, karakter dan budaya menghadapi lingkungan dan perubahan.  

Strategi, program dan agenda itu semua tadi, sekarang dan ke depan adalah tergantung kita bersama. Mari mengingat firman Allah swt,

"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (QS, Al-Nisa,4:9)"

Ini yang harus kita jawab. Mendidik generasi taqwa, unggul serta berkarakter benar dalam kata dan perbuatan. Dan itu tak cukup hanya dengan FGD, seminar, diskusi yang berulang. Apa lagi hanya sekali. Wa Allah a'Lam. ***

(Shofwan Karim adalah Ketuan PWM dan  Dosen PPs UM Sumbar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun