Mohon tunggu...
Shofwan Karim
Shofwan Karim Mohon Tunggu... Dosen - DR. H. Shofwan Karim Elhussein, B.A., Drs., M.A.

Shofwan, lahir 12 Desember 1952, Sijunjung Sumatera Barat. Suku Melayu. Isteri Dra. Hj. Imnati Ilyas, BA., S.Pd., M.Pd., Kons. Imnati bersuku Pagar Cancang, Nagari Balai Talang, Dangung-dangung, 50 Kota Sumbar. Shofwan, sekolah SR/SD di Rantau Ikil dan Madrasah Ibtidayah al-Hidayatul Islamiyah di Sirih Sekapur, 1965. SMP, Jambi, 1968. Madrasah Aliyah/Sekolah Persiapan IAIN-UIN Imam Bonjol Padang Panjang, 1971. BA/Sarjana Muda tahun 1976 dan Drs/Sarjana Lengkap Fakultas Tarbiyah IAIN-UIN Imam Bonjol Padang,1982. MA/S2 IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. DR/S3 UIN Syarif Hidayatullah-UIN Jakarta, 2008.*

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kontradiksi Populisme Eksklusif-Inklusif

4 Februari 2022   16:10 Diperbarui: 4 Februari 2022   16:17 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merawat Silaturrahim (Foto: Dok/SK)

Akhir-akhir  ini "buzzer" juga disebut lebih halus dengan kata "influencer". Subyek yang mempengaruhi. Membuat sesutu menjadi "trending" atau "trend setter".

Kedua kosa kata itu menjadi konten dominan di media sosial dalam berbagai variasi.

Akan tetapi penggunaannya, untuk buzzer lebih kepada isu dan kepentingan politik menumbuhkan populisme kelompok, partai politik atau tokoh.

Sementara influencer biasanya lebih kepada tujuan komersial, bisnis, ekonomi dan pemasaran. Baik dalam bentuk opini, tayangan iklan  iPod, YouTube, IG, FB, LinkdIn dan lainnya.

Bila menimbulkan kontra produktif untuk kemaslahatan umat, bangsa,  negara dan  kelanjutan generasi, maka hal itu dapat dikategorikan kepada buzzer dan  influencer katgori populisme eksklusif.

Akan tetapi bila diperkirakan  sesuai dengan arus utama yang  normatif dan positif bagi mayoritas akal sehat, budaya dan ketinggian budi, inilah yang diharapkan menjadi populisme inklusif. Maka di situlah makna QS, Al-Anbiya, 21: 107, "Dan tidak Kami utus engkau ya Muhammad, kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam"

Bukan paradoks populisme ekslusif-inklusif. Tidak mengandung kontradiksi terhadap kebersamaan. Sebaliknya menjadi kentongan untuk harmonisasi dan kerukunan.

Wa Allah a'lam bi al-shawab. Dan Allah Maha Tahu apa yang sebenarnya. ***

(Shofwan Karim., Ketua PWM, Dosen PPs UM Sumbar dan Ketua Umum YPKM)tua Umum YPKM)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun