Dokumentasi
Alur pemeriksaan pajak dimulai dari terbitnya Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) oleh Kantor Pajak Pratama (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Alur tersebut selanjutnya terdiri dari beberapa rangkaian penghimpunan data dan dokumen, pemeriksaan, hingga hasil pemeriksaan. Setelah terbit berita acara hasil pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa pajak menerbitkan produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Wajib pajak yang diperiksa mempunyai hak untuk memperoleh informasi mengenai hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh petugas pajak. Pemberitahuan hasil pemeriksaan disampaikan kepada wajib pajak melalui Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). SPHP tersebut dilengkapi dengan lampiran daftar temuan hasil pemeriksaan dengan mencantumkan dasar hukum atas temuan. Selanjutnya diterbitkan juga Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan juga produk hukum. Produk hukum yang dimaksud dapat berupa :
- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
 Argumentasi
Sistem perpajakan di Indonesia menganut self assessment system yaitu wajib pajak menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Di satu sisi hal ini merupakan pemberian kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya secara benar sesuai perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi, otoritas pajak tetap melaksanakan pemeriksaan pajak kepada wajib pajak dengan indikasi ketidakpatuhan atau atas tujuan tertentu. Beberapa kasus dengan indikasi ketidakpatuhan berkahir pada perhitungan dari 'lebih bayar pajak' menjadi 'kurang bayar pajak'. Adanya perbedaan hasil tersebut tidak dapat disalahkan sepenuhnya kepada wajib pajak, melainkan juga instropeksi dalam diri otoritas pajak.
Otoritas pajak secara berkesinambungan senantiasa berusaha meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan menumbuhkan kepercayaan publik pada otoritas pajak. Adapun kegagalan yang timbul berupa ketidakpatuhan wajib pajak dapat disebabkan oleh faktor ketidaktahuan, kurang pemahaman akan regulasi pajak, tidak mengikuti peraturan terbaru, kurang teliti atau ceroboh, kelemahan dalam administrasi, hingga tindakan penghindaran pajak yang dilakukan dengan sengaja.
Program audit badan pendapatan dapat memberikan kontribusi penting dengan melaksanakan sejumlah peran. Apabila peran ini dilaksanakan secara tepat dan efektif, maka dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan sistem administrasi pajak. Peran yang dapat dilakukan tersebut antara lain :
- Melakukan sosialisasi atau promosi kepada wajib pajak mengenai kepatuhan sukarela. Hal ini dilaksanakan dengan memberikan informasi mengenai dampak hukum yang timbul apabila tidak melaksanakan kepatuhan pajak.
- Melakukan deteksi ketidakpatuhan pada wajib pajak orang pribadi. Deteksi ini dapat dilakukan dengan berfokus pada risiko utama yang melekat pada wajib pajak orang pribadi, yaitu pendapatan tunai yang tidak dilaporkan.
- Mengumpulkan informasi untuk mengetahui seberapa 'sehat' sistem perpajakan yang telah berjalan. Informasi yang dikumpulkan mencakup pola perilaku kepatuhan wajib pajak. Pelaksanaan audit dapat dilakukan secara acak sehingga informasi yang diperoleh dapat memberikan penilaian mengenai tingkat kepatuhan pajak secara keseluruhan.
Rekonsiliasi
Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan pajak yang efektif dan efisien bergantung pada kolaborasi seluruh pihak yang terlibat. Pihak-pihak tersebut diharapkan dapat melakukan rekonsiliasi pemeriksaan pajak secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang sesuai. Hal-hal yang terlibat dalam kolaborasi pemeriksaan pajak mencakup sifat dan ruang lingkup kekuasaan sesuai dasar kerangka hukum. Kerangka hukum yang dimaksud dalam hal ini termasuk adanya kekuatan (power) yang memadai dalam memperoleh informasi. Selain itu, otoritas yang mampu melaksanakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku juga merupakan bagian dari kerangka hukum yang diharapkan untuk mewujudkan kepatuhan pajak.
Kerangka hukum yang dilaksanakan oleh otoritas pajak didukung oleh peraturan perundang-undangan untuk setiap jenis pajak, atau satu aturan komprehensif mengenai seluruh administrasi perpajakan. Kerangka hukum merupakan hal yang penting sebagai landasan bagi petugas pemeriksa pajak dalam mengumpulkan informasi tambahan atau verifikasi informasi. Sebab, informasi tambahan dan verifikasi atas informasi acapkali perlu dilakukan dengan mendatangi dan meminta data fisik secara langsung kepada wajib pajak yang diperiksa. Tanpa kerangka hukum yang kuat, otoritas pajak dapat diusir dan diperlakukan tidak baik karena dianggap mengganggu dan mengobrak-abrik dokumen penting wajib pajak.