Mohon tunggu...
Shofiyatul Ummah
Shofiyatul Ummah Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Comparative law student

Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antara Budaya, Familisme Pedesaan Dan Kebebasan

27 Januari 2024   23:07 Diperbarui: 27 Januari 2024   23:12 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perduli yang berlebihan merupakan sikap perduli yang diletakkan tidak pada tempatnya ujung-ujungnya bukan memunculkan romantisme hubungan namun justru memunculkan ketidak nyamanan dan ketersinggungan sosial karena adanya batas-batas wajar yang telah dilanggar seperti memberikan keputusan atas hal-hal yang bukan urusannya dan ia tidak diminta memberi keputusan atas hal tersebut. Orang yang berlebihan dalam memberikan perhatian tidak pada tempatnya akan menimbulkan kecemburuan sosial terutama pada sejauh mana porsi orang lain dapat memberikan tanggapan dan komentar dan sejauh mana tidak diperbolehkan. Jika ditarik pada konteks yang lebih luas hal ini akan berkaitan dengan kebebasan dan hak pribadi seseorang.

Kebebasan 

Frans Von Magnis dalam bukunya "Etika Umum" berpendapat bahwa makna hakiki dari kebebasan harus dipenuhi dari tiga unsur utama. Pertama adalah kebebasan jasmaniyyah, artinya kita tidak mendapatkan paksaaan untuk menggerakkan dan mengarahkan tubuh kita. Unsur ke dua adalah kebebasan berkehendak, maksudanya kita bebas untuk menghendaki sesuatu atau tidak sejauh pikiran dan diri kita menginginkan. Prinsip ketiga adalah kebebasan moral, maksudnya tidak adanya ancaman, tekanan, larangan yang dapat mengganggu kebatinan dan psikis seseorang.

Mendapatkan kebebasan menjadi kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi oleh setiap individu, sebab kebebasan memberikan ruang bagi mereka untuk mengekspresikan kehidupannya dan bebas menentukan hal terbaik menurut diri meraka masing-masing tanpa harus dipaksakan atau didikte oleh orang lain. Kebebasan akan berpengaruh pada kesejahteraan rohaniah seseorang sebagai bentuk mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kehendak yang diinginkan.

Kebebasan yang dimaksud dalam tulisan ini tentu bukan kebebasan secara mutlak, karena kiranya kebebasan mutlak itu hanya ilusi yang tidak mungkin pernah ada, manusia akan selalu hidup dalam aturan dan tatanan yang mengikat, seperti aturan negara atau aturan agama dan seharusnya dua aturan itu sajalah yang otoritatif dalam mengikat dan memaksa orang untuk tunduk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Meski selain keduanya tidak memiliki otiratas mengikat namun nampaknya peranan budaya dan kebiasaan memiliki porsi yang hamper sama dengan mengikatnya aturan negara dan agama sebab sangsi yang didapat juga cukup tidak menyenangkan yakni kecaman dari orang sekitar.

Dengan demikian dari beberapa poin uraian di atas, pada dasarnya kebiasaan masyarakat yang dilakukan secara turun temurun (adat) tidak berlaku mengikat bagi setaip individu artinya dia boleh saja melakukan dan boleh juga untuk tidak melakukan. Hanya saja jika budaya yang mengakar dalam kehidupan masyarakat tidak dilaksanakan umumnya seseorang akan mendapatkan sangsi moral dari dunia sekitar, sangsi moral tersebut bisa berupa kecaman, keterasingan, atau penolakan. Penyebabnya lagi-lagi adalah kombinasi antara budaya dan rasa kekeluargaan yang mengakar sehingga dalam porsi yang tidak sehat dan tidak ideal akan merugikan orang lain dan akan mereduksi  kebebasan.  Pada akhirnya budaya dan familisme pedesaan akan memiliki pengaruh terhadap kebebasan seseorang.

Oleh sebab itu maka kiranya sangat diperlukan solusi untuk dapat merubah serta membangun paradigma baru yang lebih sehat dan dinamika baru yang lebih supportif agar berlangsunya kehidupan desa tidak mendistorsi hak orang lain serta mampu membangun sumber daya yang lebih baik lagi dengan porsi dan takaran yang sehat dan ideal.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun